Covid-19 akan Pukul Eropa Lebih Keras Dibanding Terhadap China
A
A
A
SHANGHAI - Daniel Falush, Profesor di Institut Pasteur di Shanghai yang saat ini menangani "Coronavirus Outreach" mengatakan, virus Corona baru, Covid-19 akan lebih berdampak pada Eropa dibanding China. Bidang paling terdampak, menurut Falush, adalah di sektor ekonomi.
Falush, dalam sebuah wawancara dengan Sputnik mengatakan, China telah benar-benar menghentikan semua kegiatan mereka selama sekitar satu bulan atau enam minggu. Meski demikian, masih ada banyak barang di toko-toko, kebanyakan orang masih memiliki pekerjaan dan saat ini ekonomi mulai kembali bangkit.
Tapi, dia menegaskan, bahwa memang Covid-19 telah memberikan kerugian ekonomi yang sangat besar terhadap Beijing. Namun, dampak ekonomi akibat Covid-19 mungkin akan jauh lebih besar kepada Eropa. Alasannya, di China, wilayah paling terdampak hanyalah satu provinsi, yakni Hubei. Sedangkan di Eropa hampir seluruh negara.
"Sayangnya, saya sangat takut bahwa dampak ekonomi di Inggris dan di Eropa akan jauh lebih besar. Karena di China masalah sebenarnya dilokalisasi ke satu tempat, dan di tempat lain itu benar-benar terputus sebelum mulai menyebar dengan liar," ucapnya.
"Semakin lama Anda menunggu untuk benar-benar menekannya, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi, dan semakin banyak kerusakan akan terjadi. Jadi, saya agak berpikir bahwa Eropa akan kehilangan tiga bulan produktivitas karena ini, ada tidak ada yang lebih baik dari itu sekarang," sambungnya.
Mengenai apakah Covid-19 sekarang lebih mematikan dibandingkan flu, dia mengatakan, flu lebih mematikan dibandingkann dengan Covid-19 dan akan menjadi sebuah kesalahan jika menempatkan keduanya di satu kota yang sama.
"Jenis kesalahan yang saya pikir adalah para ilmuwan Imperial lakukan adalah mereka mencoba dan meletakkan Coronavirus dalam kotak yang sama dengan flu, karena itu adalah penyakit pernapasan, tetapi mortalitas (flu) jauh lebih tinggi, sehingga jauh lebih buruk," ujarnya.
"Ini semacam berada ditangah antara flu dan Ebola pada skala logaritmik, begitulah cara saya memikirkannya, dan apa artinya itu; adalah bahwa jumlah kematian dan gangguan pada sistem kesehatan sangat besar, sehingga tidak seperti flu sama sekali," tukasnya.
Falush, dalam sebuah wawancara dengan Sputnik mengatakan, China telah benar-benar menghentikan semua kegiatan mereka selama sekitar satu bulan atau enam minggu. Meski demikian, masih ada banyak barang di toko-toko, kebanyakan orang masih memiliki pekerjaan dan saat ini ekonomi mulai kembali bangkit.
Tapi, dia menegaskan, bahwa memang Covid-19 telah memberikan kerugian ekonomi yang sangat besar terhadap Beijing. Namun, dampak ekonomi akibat Covid-19 mungkin akan jauh lebih besar kepada Eropa. Alasannya, di China, wilayah paling terdampak hanyalah satu provinsi, yakni Hubei. Sedangkan di Eropa hampir seluruh negara.
"Sayangnya, saya sangat takut bahwa dampak ekonomi di Inggris dan di Eropa akan jauh lebih besar. Karena di China masalah sebenarnya dilokalisasi ke satu tempat, dan di tempat lain itu benar-benar terputus sebelum mulai menyebar dengan liar," ucapnya.
"Semakin lama Anda menunggu untuk benar-benar menekannya, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi, dan semakin banyak kerusakan akan terjadi. Jadi, saya agak berpikir bahwa Eropa akan kehilangan tiga bulan produktivitas karena ini, ada tidak ada yang lebih baik dari itu sekarang," sambungnya.
Mengenai apakah Covid-19 sekarang lebih mematikan dibandingkan flu, dia mengatakan, flu lebih mematikan dibandingkann dengan Covid-19 dan akan menjadi sebuah kesalahan jika menempatkan keduanya di satu kota yang sama.
"Jenis kesalahan yang saya pikir adalah para ilmuwan Imperial lakukan adalah mereka mencoba dan meletakkan Coronavirus dalam kotak yang sama dengan flu, karena itu adalah penyakit pernapasan, tetapi mortalitas (flu) jauh lebih tinggi, sehingga jauh lebih buruk," ujarnya.
"Ini semacam berada ditangah antara flu dan Ebola pada skala logaritmik, begitulah cara saya memikirkannya, dan apa artinya itu; adalah bahwa jumlah kematian dan gangguan pada sistem kesehatan sangat besar, sehingga tidak seperti flu sama sekali," tukasnya.
(esn)