Pelecehan Seks Online pada Anak di UE Meningkat Saat Lockdown Covid-19
loading...
A
A
A
BRUSSELS - Pelecehan seks online pada anak di Uni Eropa (UE) meningkat selama pandemi Covid-19. Badan penegak hukum UE, Europol memperingatkan lebih banyak kasus dapat muncul saat sekolah dibuka lagi ketika pemantauan guru dilanjutkan.
Kejahatan siber meningkat selama pandemi dengan banyak orang terpaksa bekerja dan belanja online.
“Apa yang paling mengkhawatirkan ialah meningkatnya aktivitas online oleh mereka yang mencari materi pelecehan seksual anak,” ungkap Direktur Europol Catherine De Bolle pada Parlemen UE.
De Bolle yang juga mantan kepala kepolisian Belgia menyatakan peningkatan aktivitas pedofil yang dilaporkan otoritas penegak hukum nasional dari 27 negara UE menunjukkan peningkatan akses pada website ilegal untuk pertukaran materi seks anak.
Dia menjelaskan, investigator Europol juga mencegat para pelaku yang mengklaim akses lebih mudah pada anak dalam percakapan di web gelap, bagian internet yang hanya dapat diakses dengan software khusus atau otorisasi.
Para pelaku pelecehan seksual mencoba memanfaatkan anak yang semakin terpapar pada web, serta akibat lockdown yang membuat anak beralih ke pelajaran online. Kadang platform belajar online itu tidak cukup aman.
“Kami harap memiliki pandangan lebih baik tentang situasi saat anak dapat kembali ke sekolah dan mereka akan memiliki kemungkinan bicara pada para guru,” papar De Bolle.
Di banyak negara Eropa, sekolah-sekolah masih tutup untuk mencegah penyebaran pandemi. (Baca Juga: Indonesia Masuk 63 Negara yang Dukung Penyelidikan Asal-usul Covid-19)
Saluran telepon untuk pelaporan pelecehan juga mendapat lebih banyak telepon saat anak menjalani lockdown. Peringatan itu meningkat di Spanyol ke level tertinggi.
“Menggunakan internet untuk eksploitasi seksual anak hari ini lebih mudah daripada sebelumnya,” papar ECPAT, jaringan organisasi civil society menentang eksploitasi seksual anak komersial. (Baca Juga: Grand Mufti Saudi: Umat Islam Boleh Salat Ied di Rumah Saat Pandemi)
Kejahatan siber meningkat selama pandemi dengan banyak orang terpaksa bekerja dan belanja online.
“Apa yang paling mengkhawatirkan ialah meningkatnya aktivitas online oleh mereka yang mencari materi pelecehan seksual anak,” ungkap Direktur Europol Catherine De Bolle pada Parlemen UE.
De Bolle yang juga mantan kepala kepolisian Belgia menyatakan peningkatan aktivitas pedofil yang dilaporkan otoritas penegak hukum nasional dari 27 negara UE menunjukkan peningkatan akses pada website ilegal untuk pertukaran materi seks anak.
Dia menjelaskan, investigator Europol juga mencegat para pelaku yang mengklaim akses lebih mudah pada anak dalam percakapan di web gelap, bagian internet yang hanya dapat diakses dengan software khusus atau otorisasi.
Para pelaku pelecehan seksual mencoba memanfaatkan anak yang semakin terpapar pada web, serta akibat lockdown yang membuat anak beralih ke pelajaran online. Kadang platform belajar online itu tidak cukup aman.
“Kami harap memiliki pandangan lebih baik tentang situasi saat anak dapat kembali ke sekolah dan mereka akan memiliki kemungkinan bicara pada para guru,” papar De Bolle.
Di banyak negara Eropa, sekolah-sekolah masih tutup untuk mencegah penyebaran pandemi. (Baca Juga: Indonesia Masuk 63 Negara yang Dukung Penyelidikan Asal-usul Covid-19)
Saluran telepon untuk pelaporan pelecehan juga mendapat lebih banyak telepon saat anak menjalani lockdown. Peringatan itu meningkat di Spanyol ke level tertinggi.
“Menggunakan internet untuk eksploitasi seksual anak hari ini lebih mudah daripada sebelumnya,” papar ECPAT, jaringan organisasi civil society menentang eksploitasi seksual anak komersial. (Baca Juga: Grand Mufti Saudi: Umat Islam Boleh Salat Ied di Rumah Saat Pandemi)
(sya)