FAO Ingatkan Panic Buying dan Lockdown Dorong Harga Pangan Dunia Naik
A
A
A
SINGAPURA - Lockdown dan panic buying akibat wabah virus corona dapat memicu inflasi pangan dunia meski ada persediaan yang cukup untuk biji-bijian dan minyak sayur di negara-negara pengekspor.
Peringatan itu diungkapkan kepala ekonom Organisasi Pangan dan Agrikultur Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) Abdolreza Abbassian.
Negara-negara kaya telah mengucurkan bantuan dalam jumlah besar saat kasus virus corona meningkat di Eropa dan Amerika Serikat (AS), dengan jumlah korban tewas di Italia melebihi China, asal virus tersebut.
Dengan lebih dari 270.000 infeksi dan lebih dari 11.000 kematian, wabah itu mengejutkan dunia dan disamakan dengan masa Perang Dunia II dan wabah flu Spanyol 1918.
"Semua yang Anda butuhkan ialah panic buying dari para importir besar seperti perusahaan penggilingan atau pemerintah untuk menciptakan krisis," tutur Abbassian.
"Ini bukan masalah persediaan, tapi ini perubahan perilaku atas keamanan pangan. Bagaimana jika para pembeli besar berpikir mereka tak dapat memperoleh gandum atau beras pada Mei atau Juni? Itu dapat memicu krisis persediaan pangan global," ungkap dia.
Para konsumen di penjuru dunia, mulai dari Singapura hingga AS telah antre di supermarket dalam beberapa hari terakhir untuk membeli persediaan mulai dari beras, hand sanitizer hingga tisu toilet.
Indeks global gandum Chicago naik lebih dari 6% pekan ini, peningkatan pekanan terbesar dalam sembilan bulan.
Adapun harga beras di Thailand naik ke level tertinggi sejak Agustus 2013. Thailand merupakan eksportir beras terbesar kedua di dunia.
Industri biji-bijian Prancis kesulitan untuk mendapatkan truk dan pegawai yang cukup agar pabrik dan pelabuhan tetap beroperasi saat panic buying terjadi pada pasta dan tepung seiring peningkatan ekspor gandum.
"Pembatasan di perbatasan Uni Eropa juga mengacaukan persediaan pangan. Meski demikian, stok gandum global di akhir tahun marketing panen pada Juni diproyeksikan naik menjadi 287,14 juta ton, naik dari 277,57 juta ton setahun silam," ungkap data Departemen Agrikultur AS.
Logistik diduga menjadi isu global besar menurut para analis. "Ada sekitar 140 juta ton jatung yang menjadi ethanol di AS dan beberapa dapat digunakan untuk makanan karena tidak dibutuhkan untuk bahan bakar, dengan penurunan harga minyak," papar Ole Houe, direktur layanan konsultasi di IKOn Commodities.
"Kekhawatirannya adalah memiliki makanan di waktu tepat di tempat yang tepat," ujar dia.
Peringatan itu diungkapkan kepala ekonom Organisasi Pangan dan Agrikultur Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) Abdolreza Abbassian.
Negara-negara kaya telah mengucurkan bantuan dalam jumlah besar saat kasus virus corona meningkat di Eropa dan Amerika Serikat (AS), dengan jumlah korban tewas di Italia melebihi China, asal virus tersebut.
Dengan lebih dari 270.000 infeksi dan lebih dari 11.000 kematian, wabah itu mengejutkan dunia dan disamakan dengan masa Perang Dunia II dan wabah flu Spanyol 1918.
"Semua yang Anda butuhkan ialah panic buying dari para importir besar seperti perusahaan penggilingan atau pemerintah untuk menciptakan krisis," tutur Abbassian.
"Ini bukan masalah persediaan, tapi ini perubahan perilaku atas keamanan pangan. Bagaimana jika para pembeli besar berpikir mereka tak dapat memperoleh gandum atau beras pada Mei atau Juni? Itu dapat memicu krisis persediaan pangan global," ungkap dia.
Para konsumen di penjuru dunia, mulai dari Singapura hingga AS telah antre di supermarket dalam beberapa hari terakhir untuk membeli persediaan mulai dari beras, hand sanitizer hingga tisu toilet.
Indeks global gandum Chicago naik lebih dari 6% pekan ini, peningkatan pekanan terbesar dalam sembilan bulan.
Adapun harga beras di Thailand naik ke level tertinggi sejak Agustus 2013. Thailand merupakan eksportir beras terbesar kedua di dunia.
Industri biji-bijian Prancis kesulitan untuk mendapatkan truk dan pegawai yang cukup agar pabrik dan pelabuhan tetap beroperasi saat panic buying terjadi pada pasta dan tepung seiring peningkatan ekspor gandum.
"Pembatasan di perbatasan Uni Eropa juga mengacaukan persediaan pangan. Meski demikian, stok gandum global di akhir tahun marketing panen pada Juni diproyeksikan naik menjadi 287,14 juta ton, naik dari 277,57 juta ton setahun silam," ungkap data Departemen Agrikultur AS.
Logistik diduga menjadi isu global besar menurut para analis. "Ada sekitar 140 juta ton jatung yang menjadi ethanol di AS dan beberapa dapat digunakan untuk makanan karena tidak dibutuhkan untuk bahan bakar, dengan penurunan harga minyak," papar Ole Houe, direktur layanan konsultasi di IKOn Commodities.
"Kekhawatirannya adalah memiliki makanan di waktu tepat di tempat yang tepat," ujar dia.
(sfn)