Lagi, China Akan Usir Media AS di Tengah Meningkatnya Ketegangan

Rabu, 18 Maret 2020 - 16:59 WIB
Lagi, China Akan Usir Media AS di Tengah Meningkatnya Ketegangan
Lagi, China Akan Usir Media AS di Tengah Meningkatnya Ketegangan
A A A
BEIJING - China akan mengusir tiga wartawan dari media Amerika Serikat (AS) sebagai pembalasan terhadap pembatasan negara itu terhadap wartawan asal Beijing. Tindakan ini dilakukan dalam eskalasi ketegangan antara dua negara adidaya itu.

China mengatakan akan mencabut kredensial jurnalis dari tiga surat kabar Amerika setelah Washington memberlakukan pembatasan terhadap warga negara China yang bekerja di media milik negara mereka di AS.

Dalam sebuah pernyataan, Beijing menuntut agar wartawan AS yang bekerja untuk New York Times, Wall Street Journal, dan Washington Post untuk menyerahkan kembali kartu pers mereka dalam 10 hari meski mandat mereka akan berakhir sebelum akhir 2020.

Belum diketahui berapa banyak jurnalis yang akan terkena dampak dari rencana itu.

Beijing juga mengatakan para jurnalis tidak akan diizinkan untuk terus bekerja di wilayah semi-otonom Hong Kong atau Macau.

Langkah China itu mengikuti keputusan AS yang menunjuk lima outlet media Cina sebagai misi asing, dan membatasi jumlah warga negara China yang bisa bekerja untuk media tersebut.

Beijing mengatakan langkah-langkah itu diperlukan dan tindakan balasan dalam menanggapi apa yang disebutnya sebagai penindasan terhadap media China di AS yang tidak masuk akal.

"Pengusiran jurnalis China di AS adalah bukti penindasan politik yang ditingkatkan," bunyi tweet Hua Chunying, seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri China.

"Sudah terlalu lama, jurnalis China diperlakukan tidak adil di bawah kebijakan diskriminatif AS," sambungnya seperti dilansir dari Al Jazeera, Rabu (18/3/2020).

Amnesty International mengatakan langkah itu kemungkinan akan menghambat akses terhadap informasi di saat yang genting dalam pandemi COVID-19.

"Peningkatan terbaru dari pertikaian antara Beijing dan Washington ini akan mengancam melemahkan aliran informasi yang akurat dan independen dari China," kata Joshua Rosenzweig, kepala tim Amnesty International China.

"Pada saat dunia perlu bekerja sama untuk memerangi kehancuran yang ditimbulkan oleh virus, pengusiran jurnalis ini berpotensi menimbulkan konsekuensi kesehatan masyarakat yang suram," imbuhnya.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mendesak Beijing untuk mempertimbangkan kembali langkah tersebut.

"Saya menyesali keputusan China hari ini yang lebih jauh menutup kemampuan dunia untuk melakukan operasi pers bebas yang, sejujurnya, akan sangat baik bagi orang-orang China di masa global yang sangat menantang ini, di mana lebih banyak informasi, lebih banyak transparansi adalah yang akan menyelamatkan kehidupan," kata Pompeo.

"Ini sangat disayangkan," kata Pompeo lagi. "Aku harap mereka akan mempertimbangkan kembali," tukasnya.

Keputusan China ini pun mengundang kekhawatiran dari organisasi koresponden asing di Beijing (FCCC) dan Hong Kong (FCCHK).

FCCC mencatat bahwa setidaknya 13 jurnalis telah diberikan visa kurang dari enam bulan sejak awal 2019, sementara tiga dari mereka telah diberikan visa satu bulan sejak awal tahun ini. Visa penduduk biasanya dikeluarkan selama satu tahun.

"Dengan mengusir wartawan dan menjaga orang lain dalam keadaan ketidakpastian visa, China terang-terangan menggunakan kekuatannya dalam upaya untuk mempengaruhi liputan berita di luar negeri, dengan menghukum mereka yang mempublikasikan informasi yang dilihat pihak berwenang sebagai tidak menguntungkan dan ingin tetap diam," kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.

Sementara FCCHK mencatat bahwa di bawah keputusan 'satu negara, dua sistem' tentang visa kerja untuk jurnalis asing adalah tanggung jawab Departemen Imigrasi Hong Kong.

"Jika sistem itu berubah, itu akan menjadi 'erosi serius' kerangka pemerintahan wilayah itu," tambah FCCHK, mendesak pemerintah Hong Kong untuk mengklarifikasi situasi.

China telah mengusir sembilan koresponden sejak 2013, menurut FCCC. Laporan terbaru tentang kondisi kerja di negara itu menemukan 82 persen koresponden yang disurvei mengalami gangguan, pelecehan atau kekerasan saat melaporkan.

AS pada awal bulan ini mengumumkan lima outlet media Cina yang dikontrol pemerintah akan dibatasi hingga 100 visa, pengusiran secara de-facto terhadap sekitar sepertiga dari staf mereka. Laporan itu mengutip pengawasan, pelecehan, dan intimidasi yang semakin keras dari AS dan jurnalis asing lainnya yang bekerja di China.

Outlet media China, yang mempekerjakan sekitar 160 warga China di AS, termasuk Kantor Berita Xinhua dan China Global Television Network (CGTN), operasi internasional kantor berita resmi CCTV. (Baca: AS Masukkan 5 Media China dalam 'Misi Asing' )

Keputusan AS ini kemudian dibalas China dengan mengusir tiga wartawan Wall Street Journal atas liputan koronavirus di surat kabar. (Baca: Rasis, China Usir Tiga Wartawan Wall Street Journal )
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3735 seconds (0.1#10.140)