PRT Indonesia di Singapura Dipaksa Pukuli Wajahnya Sendiri 50 Kali
A
A
A
SINGAPURA - Seorang pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia di Singapura dipaksa majikannya untuk memukuli wajahnya sendiri sebanyak 50 kali. Bahkan, pada kesempatan lain korban dipaksa memukul giginya sendiri dengan penumbuk daging agar patah.
PRT tersebut bernama Yuni Dwi Lestari, 25. Sedangkan majikan yang melecehkannya secara fisik bernama Mun Sau Yeng, 40.
Mun diadili di pengadilan Singapura pada Rabu (18/3/2020). Dia mengaku bersalah atas dua tuduhan melakukan pelecehan yang menyebabkan luka pada korban. Dia juga dikenai tuduhan ketiga, yakni melukai korban dengan cara berbahaya.
Ada empat lagi yang sedang dipertimbangkan jaksa untuk hukuman yang kemungkinan dijatuhkan pada 6 Mei 2020 mendatang. Mun, yang hadir di pengadilan bersama suami dan anak-anaknya, tetap bebas dari penjara dengan jaminan.
Pengacara Mun, Kalidass Murugaiyan mengatakan di pengadilan bahwa kliennya menderita gangguan depresi mayor dan gangguan obsesif kompulsif (OCD) pada saat itu, yang kemungkinan memberikan kontribusi signifikan pada gangguan kontrol dirinya.
Menurut seorang psikiater dari Institut Kesehatan Mental, Mun mendengar "suara batin" yang menyuruhnya memukul pembantunya.
Menanggapi hal itu, Wakil Jaksa Penuntut Umum (DPP) Muhamad Imaduddien menunjukkan bahwa tidak ada penjelasan tentang bagaimana gangguan mental berkontribusi pada gangguan kontrol dirinya.
Menurut Muhamad, tidak ada bukti objektif pada suara batin dan psikiater belum menilai tingkat keparahan gangguan depresifnya.
Muhamad sedang berupaya mengajukan dakwaan penjara satu tahun lebih tiga bulan untuk Mun. Sedangkan Kalidass meminta laporan guna menilai kondisi kliennya untuk masa percobaan.
Masa percobaan biasanya ditawarkan kepada pelanggar hukum pertama yang berusia antara 16 dan 21 tahun dan tidak menghasilkan hukuman pidana yang tercatat. Pelanggar yang lebih tua bisa mendapatkan masa percobaan dalam keadaan luar biasa.
Hakim Distrik Kan Shuk Weng mengatakan kepada kedua belah pihak untuk mendapatkan klarifikasi lebih lanjut dari psikiater, baik melalui laporan lain atau dengan dia datang ke pengadilan.
Pengadilan mendengar kesaksian bahwa korban mulai bekerja di rumah tangga Mun pada April 2018. Mun mulai melecehkannya dua bulan kemudian dengan memukul bahunya sekali dengan penyedot debu.
Pada bulan November tahun 2018, korban memutuskan untuk makan sekaleng sarden sebagai makan siang. Mun menjadi marah karena dia menghendaki PRT-nya itu hanya makan malam.
Mun, kata Muhamad, kemudian memukul korban beberapa kali di pipi, sebelum menyuruhnya memukul dirinya sendiri sekitar 50 kali agar “mengingat rasa sakitnya dengan lebih baik”.
Mun juga menyuruh korban agar selalu memiringkan kepalanya sepanjang hari sehingga suami Mun tidak melihat luka memar di pipinya. Dia juga tidak membawa korban ke dokter.
Pada 3 Februari tahun lalu, Mun menyuruh korban untuk membersihkan beberapa bekas sidik jari dari jendela dapur. Keesokan harinya, ketika dia melihat bekas luka itu masih ada di sana, dia berhadapan dengan korban dan berteriak kepadanya; “Saya ingin gigimu patah satu!."
Korban saat itu memohon belas kasihan dengan mengatakan bahwa dia akan meminta orangtuanya sendiri untuk membayar Mun agar giginya tidak dibuat patah. Namun, Mun bersikeras bahwa dia ingin gigi korban patah atau jatuh dari mulutnya.
Mun menyuruhnya menarik bibir bawahnya dan menahannya, lalu meninju giginya. Korban melakukan ini selama sekitar 15 menit dan bibirnya mulai membengkak.
Pada titik ini, Mun meminta korban untuk mengambil penumbuk daging dari laci dapur sebelum memaksanya untuk memukul giginya sendiri dengan benada itu. Korban melakukan itu sekitar 50 kali dan tiga giginya kendur.
Mun kemudian mengambil penumbuk daging, menarik bibir bawah pelayan dan memukulnya sekali. Salah satu gigi pelayan pecah akibat benturan. Dia tidak membawa korban ke dokter karena dia takut akan mendapat masalah.
Beberapa hari kemudian, pada 7 Februari tahun lalu, Mun memberi tahu korban melalui telepon bahwa jika dia menemukan debu di sekitar rumah setelah pulang, maka korban akan tahu apa yang akan terjadi.
Ketika Mun pulang, dia menemukan debu dan meninju mulut korban sekitar 10 kali. Bibir korban mulai berdarah dan giginya mulai mengendur. Mun memintanya untuk mengoleskan salep pada luka-lukanya dan tidak membawanya ke dokter.
Sekitar satu minggu kemudian, korban menelepon Pusat Pegawai Rumah Tangga, mengatakan bahwa majikannya telah melecehkannya secara fisik. Polisi kemudian diberitahu.
"Ini adalah kasus pelanggar yang telah bertindak secara penuh dan sengaja," kata Muhamad, seperti dikutip TODAY Online.
PRT tersebut bernama Yuni Dwi Lestari, 25. Sedangkan majikan yang melecehkannya secara fisik bernama Mun Sau Yeng, 40.
Mun diadili di pengadilan Singapura pada Rabu (18/3/2020). Dia mengaku bersalah atas dua tuduhan melakukan pelecehan yang menyebabkan luka pada korban. Dia juga dikenai tuduhan ketiga, yakni melukai korban dengan cara berbahaya.
Ada empat lagi yang sedang dipertimbangkan jaksa untuk hukuman yang kemungkinan dijatuhkan pada 6 Mei 2020 mendatang. Mun, yang hadir di pengadilan bersama suami dan anak-anaknya, tetap bebas dari penjara dengan jaminan.
Pengacara Mun, Kalidass Murugaiyan mengatakan di pengadilan bahwa kliennya menderita gangguan depresi mayor dan gangguan obsesif kompulsif (OCD) pada saat itu, yang kemungkinan memberikan kontribusi signifikan pada gangguan kontrol dirinya.
Menurut seorang psikiater dari Institut Kesehatan Mental, Mun mendengar "suara batin" yang menyuruhnya memukul pembantunya.
Menanggapi hal itu, Wakil Jaksa Penuntut Umum (DPP) Muhamad Imaduddien menunjukkan bahwa tidak ada penjelasan tentang bagaimana gangguan mental berkontribusi pada gangguan kontrol dirinya.
Menurut Muhamad, tidak ada bukti objektif pada suara batin dan psikiater belum menilai tingkat keparahan gangguan depresifnya.
Muhamad sedang berupaya mengajukan dakwaan penjara satu tahun lebih tiga bulan untuk Mun. Sedangkan Kalidass meminta laporan guna menilai kondisi kliennya untuk masa percobaan.
Masa percobaan biasanya ditawarkan kepada pelanggar hukum pertama yang berusia antara 16 dan 21 tahun dan tidak menghasilkan hukuman pidana yang tercatat. Pelanggar yang lebih tua bisa mendapatkan masa percobaan dalam keadaan luar biasa.
Hakim Distrik Kan Shuk Weng mengatakan kepada kedua belah pihak untuk mendapatkan klarifikasi lebih lanjut dari psikiater, baik melalui laporan lain atau dengan dia datang ke pengadilan.
Pengadilan mendengar kesaksian bahwa korban mulai bekerja di rumah tangga Mun pada April 2018. Mun mulai melecehkannya dua bulan kemudian dengan memukul bahunya sekali dengan penyedot debu.
Pada bulan November tahun 2018, korban memutuskan untuk makan sekaleng sarden sebagai makan siang. Mun menjadi marah karena dia menghendaki PRT-nya itu hanya makan malam.
Mun, kata Muhamad, kemudian memukul korban beberapa kali di pipi, sebelum menyuruhnya memukul dirinya sendiri sekitar 50 kali agar “mengingat rasa sakitnya dengan lebih baik”.
Mun juga menyuruh korban agar selalu memiringkan kepalanya sepanjang hari sehingga suami Mun tidak melihat luka memar di pipinya. Dia juga tidak membawa korban ke dokter.
Pada 3 Februari tahun lalu, Mun menyuruh korban untuk membersihkan beberapa bekas sidik jari dari jendela dapur. Keesokan harinya, ketika dia melihat bekas luka itu masih ada di sana, dia berhadapan dengan korban dan berteriak kepadanya; “Saya ingin gigimu patah satu!."
Korban saat itu memohon belas kasihan dengan mengatakan bahwa dia akan meminta orangtuanya sendiri untuk membayar Mun agar giginya tidak dibuat patah. Namun, Mun bersikeras bahwa dia ingin gigi korban patah atau jatuh dari mulutnya.
Mun menyuruhnya menarik bibir bawahnya dan menahannya, lalu meninju giginya. Korban melakukan ini selama sekitar 15 menit dan bibirnya mulai membengkak.
Pada titik ini, Mun meminta korban untuk mengambil penumbuk daging dari laci dapur sebelum memaksanya untuk memukul giginya sendiri dengan benada itu. Korban melakukan itu sekitar 50 kali dan tiga giginya kendur.
Mun kemudian mengambil penumbuk daging, menarik bibir bawah pelayan dan memukulnya sekali. Salah satu gigi pelayan pecah akibat benturan. Dia tidak membawa korban ke dokter karena dia takut akan mendapat masalah.
Beberapa hari kemudian, pada 7 Februari tahun lalu, Mun memberi tahu korban melalui telepon bahwa jika dia menemukan debu di sekitar rumah setelah pulang, maka korban akan tahu apa yang akan terjadi.
Ketika Mun pulang, dia menemukan debu dan meninju mulut korban sekitar 10 kali. Bibir korban mulai berdarah dan giginya mulai mengendur. Mun memintanya untuk mengoleskan salep pada luka-lukanya dan tidak membawanya ke dokter.
Sekitar satu minggu kemudian, korban menelepon Pusat Pegawai Rumah Tangga, mengatakan bahwa majikannya telah melecehkannya secara fisik. Polisi kemudian diberitahu.
"Ini adalah kasus pelanggar yang telah bertindak secara penuh dan sengaja," kata Muhamad, seperti dikutip TODAY Online.
(mas)