AS Curiga Iran Fasilitasi Penyebaran Virus Corona di Timur Tengah
A
A
A
WASHINGTON - Perjuangan Iran untuk menahan pandemi virus Corona dapat memiliki efek riak di seluruh Timur Tengah. Situasi ini menimbulkan pemikiran di sejumlah pejabat Amerika Serikat (AS) bahwa hal itu dapat membuat kawasan yang sudah bergejolak itu lebih tidak stabil.
Secara khusus, para pejabat militer AS khawatir jika respons lambat rezim Teheran diam-diam telah mengubah Iran menjadi basis untuk penyebaran virus, membantunya untuk menyebar jauh melampaui apa yang diakui oleh para pejabat di Negeri Mullah itu.
"Iran duduk di tengah-tengah teater (Timur Tengah), sehingga kemampuan mereka untuk menularkan infeksi itu ke negara-negara lain sangat mengkhawatirkan," ucap komandan pasukan AS di Timur Tengah dan Asia Selatan, Jenderal Kenneth McKenzie, saat memberikan pengarahan kepada anggota parlemen minggu, mencatat "permeabilitas dan perbatasan yang keropos.
Yang memperburuk masalah, para pejabat AS percaya jika Iran tidak melaporkan tingkat cengkeraman virus Corona terhadap negara itu, yang mencapai jauh ke eselon atas kepemimpinan Iran.
"Sejumlah orang tewas sebagai akibat dari hal itu dalam kader kepemimpinan senior Iran," kata McKenzie.
"Orang-orang terpisah. Mereka tidak percaya," tambahnya seperti dilansir dari VOA, Sabtu (14/3/2020).
McKenzie memperingatkan bahwa korban virus itu dapat membuat kepemimpinan Iran lebih bersedia untuk menyerang AS dan target Barat di kawasan itu, jika hanya sebagai gangguan terhadap masalah di dalam negeri.
Sejak Iran mendiagnosis kasus pertama virus Corona pada 19 Februari, Iran telah mengidentifikasi lebih dari 11.000 korban, dengan pejabat setempat melaporkan lebih dari 500 kematian.
Pejabat Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang baru-baru ini mengunjungi negara itu, mengatakan sementara upaya Teheran sedang berkembang ke arah yang benar masih ada beberapa kekurangan dan masih banyak yang harus dilakukan.
Para pejabat PBB mengatakan mereka juga "sangat prihatin" tentang pandemi di Iran.
Namun beberapa pejabat militer dan intelijen khawatir jika Iran telah melakukan kerusakan besar akibat penanganan awal wabah Corona.
Pensiunan pejabat badan intelijen AS, CIA, Norman Roule mengatakan respons Iran terhadap virus Corona mengubah negara itu menjadi sesuatu yang mirip dengan penguat atau pengulang virus.
"Kegiatan Iran di wilayah tersebut memungkinkan virus untuk mencapai Suriah dan mungkin bahkan Lebanon," katanya.
"Kita harus bertanya-tanya apa arti tindakan Iran terhadap tetangga lain, terutama Pakistan dan Afghanistan," imbuhnya.
Para pejabat dan analis percaya salah satu alasan Iran mungkin dapat membantu menyebarkan virus Corona adalah hubungan dekatnya dengan China, yang dianggap sebagai pusat pandemi.
Selama bertahun-tahun, China telah menjadi salah satu mitra dagang utama Iran, dan pengamat Iran mengatakan ketergantungan Teheran pada Beijing kemungkinan hanya akan tumbuh lebih kuat karena meningkatnya sanksi AS.
Namun, faktor lain adalah ketergantungan Teheran pada Korps Garda Revolusi Iran (IRGC).
Dikenal terutama karena kegiatan militernya dan bekerja dengan pasukan proksi di Irak, Suriah, Afghanistan, dan di tempat lain, IRGC mendapati dirinya sejak awal ditugasi memimpin tanggapan Iran terhadap virus Corona.
Beberapa analis menyatakan keprihatinan bahkan jika hanya segilintir pejabat penting IRGC terus melakukan perjalanan untuk berhubungan dengan pasukan proksi, hal itu bisa saja mematikan.
"Ini adalah sesuatu yang tidak menyebar dalam jumlah yang besar atau luas,” kata Colin Clarke, seorang peneliti senior di The Soufan Center, sebuah kelompok riset keamanan global.
"Dibutuhkan sekelompok orang tertentu yang bepergian di seluruh wilayah," ia menambahkan.
Menambah kekhawatiran adalah kemungkinan bahwa beberapa dari operasi IRGC ini, atau pasukan proksi tempat mereka bekerja, dapat bersentuhan dengan para pengungsi atau orang-orang terlantar di negara-negara seperti Irak dan Suriah.
WHO bulan lalu memperingatkan para pengungsi, terutama mereka yang tinggal di kamp-kamp, berada pada risiko yang sangat tinggi dari virus Corona.
"Orang-orang yang terlantar akibat konflik seringkali sangat rentan,” Jason Straziuso, dari Komite Palang Merah Internasional, mengatakan kepada VOA.
“Akomodasi sementara atau kamp IDP mereka bisa penuh sesak, seringkali dengan sanitasi dan tempat tinggal yang tidak memadai atau sedikit akses ke perawatan medis dan nutrisi yang baik,” sambungnya.
Suriah belum melaporkan kasus virus Corona, tetapi beberapa pejabat dan kelompok bantuan mengatakan itu mungkin merupakan cerminan dari kurangnya sumber daya kesehatan, terutama di bagian-bagian negara yang dilanda perang, daripada ketiadaan virus.
Secara khusus, para pejabat militer AS khawatir jika respons lambat rezim Teheran diam-diam telah mengubah Iran menjadi basis untuk penyebaran virus, membantunya untuk menyebar jauh melampaui apa yang diakui oleh para pejabat di Negeri Mullah itu.
"Iran duduk di tengah-tengah teater (Timur Tengah), sehingga kemampuan mereka untuk menularkan infeksi itu ke negara-negara lain sangat mengkhawatirkan," ucap komandan pasukan AS di Timur Tengah dan Asia Selatan, Jenderal Kenneth McKenzie, saat memberikan pengarahan kepada anggota parlemen minggu, mencatat "permeabilitas dan perbatasan yang keropos.
Yang memperburuk masalah, para pejabat AS percaya jika Iran tidak melaporkan tingkat cengkeraman virus Corona terhadap negara itu, yang mencapai jauh ke eselon atas kepemimpinan Iran.
"Sejumlah orang tewas sebagai akibat dari hal itu dalam kader kepemimpinan senior Iran," kata McKenzie.
"Orang-orang terpisah. Mereka tidak percaya," tambahnya seperti dilansir dari VOA, Sabtu (14/3/2020).
McKenzie memperingatkan bahwa korban virus itu dapat membuat kepemimpinan Iran lebih bersedia untuk menyerang AS dan target Barat di kawasan itu, jika hanya sebagai gangguan terhadap masalah di dalam negeri.
Sejak Iran mendiagnosis kasus pertama virus Corona pada 19 Februari, Iran telah mengidentifikasi lebih dari 11.000 korban, dengan pejabat setempat melaporkan lebih dari 500 kematian.
Pejabat Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang baru-baru ini mengunjungi negara itu, mengatakan sementara upaya Teheran sedang berkembang ke arah yang benar masih ada beberapa kekurangan dan masih banyak yang harus dilakukan.
Para pejabat PBB mengatakan mereka juga "sangat prihatin" tentang pandemi di Iran.
Namun beberapa pejabat militer dan intelijen khawatir jika Iran telah melakukan kerusakan besar akibat penanganan awal wabah Corona.
Pensiunan pejabat badan intelijen AS, CIA, Norman Roule mengatakan respons Iran terhadap virus Corona mengubah negara itu menjadi sesuatu yang mirip dengan penguat atau pengulang virus.
"Kegiatan Iran di wilayah tersebut memungkinkan virus untuk mencapai Suriah dan mungkin bahkan Lebanon," katanya.
"Kita harus bertanya-tanya apa arti tindakan Iran terhadap tetangga lain, terutama Pakistan dan Afghanistan," imbuhnya.
Para pejabat dan analis percaya salah satu alasan Iran mungkin dapat membantu menyebarkan virus Corona adalah hubungan dekatnya dengan China, yang dianggap sebagai pusat pandemi.
Selama bertahun-tahun, China telah menjadi salah satu mitra dagang utama Iran, dan pengamat Iran mengatakan ketergantungan Teheran pada Beijing kemungkinan hanya akan tumbuh lebih kuat karena meningkatnya sanksi AS.
Namun, faktor lain adalah ketergantungan Teheran pada Korps Garda Revolusi Iran (IRGC).
Dikenal terutama karena kegiatan militernya dan bekerja dengan pasukan proksi di Irak, Suriah, Afghanistan, dan di tempat lain, IRGC mendapati dirinya sejak awal ditugasi memimpin tanggapan Iran terhadap virus Corona.
Beberapa analis menyatakan keprihatinan bahkan jika hanya segilintir pejabat penting IRGC terus melakukan perjalanan untuk berhubungan dengan pasukan proksi, hal itu bisa saja mematikan.
"Ini adalah sesuatu yang tidak menyebar dalam jumlah yang besar atau luas,” kata Colin Clarke, seorang peneliti senior di The Soufan Center, sebuah kelompok riset keamanan global.
"Dibutuhkan sekelompok orang tertentu yang bepergian di seluruh wilayah," ia menambahkan.
Menambah kekhawatiran adalah kemungkinan bahwa beberapa dari operasi IRGC ini, atau pasukan proksi tempat mereka bekerja, dapat bersentuhan dengan para pengungsi atau orang-orang terlantar di negara-negara seperti Irak dan Suriah.
WHO bulan lalu memperingatkan para pengungsi, terutama mereka yang tinggal di kamp-kamp, berada pada risiko yang sangat tinggi dari virus Corona.
"Orang-orang yang terlantar akibat konflik seringkali sangat rentan,” Jason Straziuso, dari Komite Palang Merah Internasional, mengatakan kepada VOA.
“Akomodasi sementara atau kamp IDP mereka bisa penuh sesak, seringkali dengan sanitasi dan tempat tinggal yang tidak memadai atau sedikit akses ke perawatan medis dan nutrisi yang baik,” sambungnya.
Suriah belum melaporkan kasus virus Corona, tetapi beberapa pejabat dan kelompok bantuan mengatakan itu mungkin merupakan cerminan dari kurangnya sumber daya kesehatan, terutama di bagian-bagian negara yang dilanda perang, daripada ketiadaan virus.
(ian)