Pesawat Nirawak Iran Bikin Ciut Nyali Komandan AS
A
A
A
WASHINGTON - Pesawat nirawak atau penggantinya yang dikerahkan oleh Iran untuk pengintaian dan serangan terhadap pasukan Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah adalah ancaman regional baru yang paling menakutkan sejak alat peledak rakitan (IED) dikerahkan selama perang Irak. Hal itu diungkapkan oleh komandan top AS di wilayah Timur Tengah.
"Ancaman yang terus meningkat yang ditimbulkan oleh sistem udara tak berawak, ditambah dengan kurangnya kemampuan jaringan kami yang dapat diandalkan untuk melawan mereka adalah perkembangan taktis yang paling memprihatinkan di Timur Tengah sejak IED," ujar Jenderal Frank McKenzie, yang mengepalai Komando Pusat AS, dalam sebuah pernyataan tertulis Selasa kepada Komite Angkatan Bersenjata DPR.
Penggunaan alat-alat elementer yang meningkat cepat dan, kemudian, bahan peledak yang lebih canggih - banyak dibuat di Iran dan dikirim ke Irak - membunuh dan melukai ribuan tentara Amerika selama invasi AS yang dimulai pada tahun 2003.
Munculnya IED akhirnya menyebabkan Pentagon mengembangkan dan memproduksi kendaraan lapis baja yang disebut MRAP di bawah Menteri Pertahanan saat itu Robert Gates dengan skala penuh.
"Kami dengan cepat mendekati titik waktu yang membutuhkan mobilisasi serupa untuk melawan ancaman UAS," kata McKenzie, menggunakan inisial untuk sistem pesawat tak berawak.
"Sejak Mei 2019, kelompok-kelompok yang didukung Iran telah melakukan sejumlah penerbangan pengintaian menggunakan UAS dekat pangkalan Pasukan Keamanan AS dan Irak dan menggunakan drone dalam serangan terhadap fasilitas minyak Saudi pada September," ucap McKenzie seperti dikutip dari Al Arabiya, Rabu (11/3/2020).
Iran sendiri membantah terlibat dalam serangan terhadap fasilitas minyak Saudi.
Sebelumnya pada bulan Januari lalu pelanggan setia senjata Pentagon, Ellen Lord, mengarahkan Angkatan Darat untuk mengoordinasikan upaya kontra-drone militer secara keseluruhan, termasuk memilih sistem baru untuk pengadaan dan penyebaran.
"Ancaman yang terus meningkat yang ditimbulkan oleh sistem udara tak berawak, ditambah dengan kurangnya kemampuan jaringan kami yang dapat diandalkan untuk melawan mereka adalah perkembangan taktis yang paling memprihatinkan di Timur Tengah sejak IED," ujar Jenderal Frank McKenzie, yang mengepalai Komando Pusat AS, dalam sebuah pernyataan tertulis Selasa kepada Komite Angkatan Bersenjata DPR.
Penggunaan alat-alat elementer yang meningkat cepat dan, kemudian, bahan peledak yang lebih canggih - banyak dibuat di Iran dan dikirim ke Irak - membunuh dan melukai ribuan tentara Amerika selama invasi AS yang dimulai pada tahun 2003.
Munculnya IED akhirnya menyebabkan Pentagon mengembangkan dan memproduksi kendaraan lapis baja yang disebut MRAP di bawah Menteri Pertahanan saat itu Robert Gates dengan skala penuh.
"Kami dengan cepat mendekati titik waktu yang membutuhkan mobilisasi serupa untuk melawan ancaman UAS," kata McKenzie, menggunakan inisial untuk sistem pesawat tak berawak.
"Sejak Mei 2019, kelompok-kelompok yang didukung Iran telah melakukan sejumlah penerbangan pengintaian menggunakan UAS dekat pangkalan Pasukan Keamanan AS dan Irak dan menggunakan drone dalam serangan terhadap fasilitas minyak Saudi pada September," ucap McKenzie seperti dikutip dari Al Arabiya, Rabu (11/3/2020).
Iran sendiri membantah terlibat dalam serangan terhadap fasilitas minyak Saudi.
Sebelumnya pada bulan Januari lalu pelanggan setia senjata Pentagon, Ellen Lord, mengarahkan Angkatan Darat untuk mengoordinasikan upaya kontra-drone militer secara keseluruhan, termasuk memilih sistem baru untuk pengadaan dan penyebaran.
(ian)