Berusaha Redam Konflik Politik Malaysia
A
A
A
KUALA LUMPUR - Memang menjadi sebuah sejarah ketika Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang berkuasa selama lebih dari 60 tahun berhasil ditumbangkan. Tapi, pemerintahan baru yang menumbangkan UMNO justru hanya bertahan dua tahun.
Dari dalam konflik itu muncullah Muhyiddin Yassin, politikus karier yang tidak dipertimbangkan, justru naik daun dan ditunjuk Yang Dipertuan Agung Malaysia menjadi perdana menteri (PM) Malaysia. Dia pun menghadapi tantangan berat di depan mata. Dia harus meredam konflik politik karena ketidakpuasan dengan penunjukannya. Dia juga harus membangun kepercayaan publik karena dia bukan pemimpin yang lahir karena pemilu.
Penolakan terhadap kepemimpinan Muhyiddin justru datang dari para politikus partainya sendiri. “Saya meminta maaf mengecewakan kalian semua. Saya mencoba. Saya mencoba untuk menghentikan mereka,” ungkap Syed Saddiq, politikus muda Malaysia yang memenangkan satu kursi di Johor pada 2018 lalu. Saddiq dikenal sebagai politikus yang menginginkan perubahan melalui Partai Bersatu. Karena itu, Saddiq pun menolak bergabung dengan pemerintahan baru Muhyiddin karena bekerja sama dengan UMNO.
Serangkaian protes terhadap pemerintahan baru PM Muhyiddin tersebut karena disebut sebagai “pemerintahan di belakang pintu”. “Ini adalah pengkhianatan total,” ujar pengacara dan aktivis Fadya Nadwa Fikri kepada BBC. “Rakyat tidak memilih pemerintahan itu.”
Selain mendorong persatuan, kegagalan pemerintahan koalisi Pakatan Harapan (PH) di bawah kepemimpinan Mahathir Mohamad dalam bidang ekonomi juga menjadi pelajaran penting bagi Muhyiddin. “Kita memiliki masalah ketidakpuasan yang kita lihat di banyak negara,” kata Ibrahim Suffian dari Merdeka Centre for Opinion Research.
Ibrahim mengungkapkan, Malaysia memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup bagus. Tetapi, upah masyarakat tidak bisa mencukupi untuk kebutuhan khusus, khususnya untuk warga Melayu dan anak muda. “Ekonomi tidak menghasilkan pekerjaan dengan gaji yang cukup. Tantangan yang dihadapi pemerintahan dulu adalah utang menumpuk,” katanya.
Tantangan berat lain adalah perlawanan dari Mahathir. Meskipun Muhyiddin mendapatkan dukungan langsung dari Raja Malaysia, tetap saja perlawanan dari Mahathir menjadi ancaman.
Dengan restu dari Raja Malaysia menjadi aset paling kuat bagi Muhyiddin untuk tetap mempertahankan kekuasaan. “Raja Malaysia tidak bisa membuat keputusan politik,” kata Mustafa Izzuddin, pakar politik dari Universitas Nasional Singapura. (Andika H Mustaqim)
Dari dalam konflik itu muncullah Muhyiddin Yassin, politikus karier yang tidak dipertimbangkan, justru naik daun dan ditunjuk Yang Dipertuan Agung Malaysia menjadi perdana menteri (PM) Malaysia. Dia pun menghadapi tantangan berat di depan mata. Dia harus meredam konflik politik karena ketidakpuasan dengan penunjukannya. Dia juga harus membangun kepercayaan publik karena dia bukan pemimpin yang lahir karena pemilu.
Penolakan terhadap kepemimpinan Muhyiddin justru datang dari para politikus partainya sendiri. “Saya meminta maaf mengecewakan kalian semua. Saya mencoba. Saya mencoba untuk menghentikan mereka,” ungkap Syed Saddiq, politikus muda Malaysia yang memenangkan satu kursi di Johor pada 2018 lalu. Saddiq dikenal sebagai politikus yang menginginkan perubahan melalui Partai Bersatu. Karena itu, Saddiq pun menolak bergabung dengan pemerintahan baru Muhyiddin karena bekerja sama dengan UMNO.
Serangkaian protes terhadap pemerintahan baru PM Muhyiddin tersebut karena disebut sebagai “pemerintahan di belakang pintu”. “Ini adalah pengkhianatan total,” ujar pengacara dan aktivis Fadya Nadwa Fikri kepada BBC. “Rakyat tidak memilih pemerintahan itu.”
Selain mendorong persatuan, kegagalan pemerintahan koalisi Pakatan Harapan (PH) di bawah kepemimpinan Mahathir Mohamad dalam bidang ekonomi juga menjadi pelajaran penting bagi Muhyiddin. “Kita memiliki masalah ketidakpuasan yang kita lihat di banyak negara,” kata Ibrahim Suffian dari Merdeka Centre for Opinion Research.
Ibrahim mengungkapkan, Malaysia memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup bagus. Tetapi, upah masyarakat tidak bisa mencukupi untuk kebutuhan khusus, khususnya untuk warga Melayu dan anak muda. “Ekonomi tidak menghasilkan pekerjaan dengan gaji yang cukup. Tantangan yang dihadapi pemerintahan dulu adalah utang menumpuk,” katanya.
Tantangan berat lain adalah perlawanan dari Mahathir. Meskipun Muhyiddin mendapatkan dukungan langsung dari Raja Malaysia, tetap saja perlawanan dari Mahathir menjadi ancaman.
Dengan restu dari Raja Malaysia menjadi aset paling kuat bagi Muhyiddin untuk tetap mempertahankan kekuasaan. “Raja Malaysia tidak bisa membuat keputusan politik,” kata Mustafa Izzuddin, pakar politik dari Universitas Nasional Singapura. (Andika H Mustaqim)
(ysw)