Lama Hilang, Keris Pangeran Diponegoro Ditemukan di Belanda
A
A
A
AMSTERDAM - Keris Jawa milik Pangeran Diponegero telah hilang dalam waktu yang sangat lama. Pusaka itu terlacak dan ditemukan di Belanda.
Ditemukannya keris milik pahlawan nasional Indonesia itu berkat penelitian terhadap koleksi Museum Volkenkunde di Leiden. Ahli Indonesia yang dilibatkan dalam penelitian memastikan bahwa keris yang ditemukan memang milik Pangeran Diponegoro (1785-1855).
Pahlawan nasional Indonesia itu terlahir dengan nama Bendara Raden Mas Antawirya. Dia adalah putra sulung dari Sri Sultan Hamengkubuwana III, raja ketiga dari Kesultanan Yogyakarta.
Semasa hidup, Pangeran Diponegoro menjadi pemimpin perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Dia pernah dipenjara selama Perang Jawa pada tahun 1830. Setelah mengalami kekalahan dan dihukum penjara, ia diasingkan ke Makassar, tempat di mana ia meninggal. Perjuangan lima tahun melawan dominasi Belanda di Jawa telah dirayakan oleh rakyat Indonesia selama bertahun-tahun dan telah menjadi sumber inspirasi bagi pejuang dalam Revolusi Nasional Indonesia dan nasionalisme di Indonesia.
Keris tersebut telah diserahkan Menteri Pendidikan Belanda Ingrid Katharina van Engelshoven kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag 3 Maret 2020 pagi.
"Saya senang bahwa penelitian menyeluruh, yang didukung oleh para ahli Belanda dan Indonesia, telah memperjelas bahwa ini adalah keris yang telah dicari sejak lama. Sekarang keris ini akan kembali ke negara tempatnya; Indonesia," katanya, seperti dikutip media lokal, Amstelveenweb, Rabu (4/3/2020).
Menurut laporan media tersebut, keris itu disumbangkan ke Raja Willem I oleh Kolonel Cleerens pada tahun 1831, dan kemudian ditempatkan di Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden. Ketika lembaga ini dibubarkan pada tahun 1883, berbagai koleksinya dibagi di antara berbagai museum di Belanda.
Banyak informasi tentang benda-benda itu hilang, termasuk keris yang telah diserahkan ke Museum Volkenkunde di Leiden oleh Pangeran Diponegoro. Tetapi sebagai hasil penelitian terbaru dari museum itu, yang juga melibatkan para ahli Indonesia, keris itu masih teridentifikasi.
Lantaran menyandang gelar pahlawan nasional Indonesia, setiap warisan yang dikaitkan dengan Pangeran Diponegara memiliki nilai unik. Pada tahun 1975, sebuah komite ahli Belanda dan Indonesia membuat perjanjian tentang transfer benda-benda budaya yang berkaitan dengan orang-orang penting secara historis ke Indonesia.
Dalam konteks itu, berbagai benda peninggalan Pangeran Diponegoro kembali ke Indonesia pada akhir 1970-an, seperti tombak dan pelana. Tetapi keris peninggalnnya sudah hilang pada saat itu dan karena itu tidak dapat dikembalikan. Atas dasar perjanjian 1975, Menteri Van Engelshoven telah memutuskan untuk memindahkan keris, yang merupakan bagian dari Koleksi Seni Nasional Belanda, ke Republik Indonesia.
Mengingat perjanjian yang dibuat pada tahun 1975, penanganan kasus ini adalah khusus dan terpisah dari pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan penanganan koleksi kolonial dan Komite Koleksi Kolonial Nasional di bawah Dewan untuk Budaya. Saran komite akan dipublikasikan pada bulan Oktober.
Ditemukannya keris milik pahlawan nasional Indonesia itu berkat penelitian terhadap koleksi Museum Volkenkunde di Leiden. Ahli Indonesia yang dilibatkan dalam penelitian memastikan bahwa keris yang ditemukan memang milik Pangeran Diponegoro (1785-1855).
Pahlawan nasional Indonesia itu terlahir dengan nama Bendara Raden Mas Antawirya. Dia adalah putra sulung dari Sri Sultan Hamengkubuwana III, raja ketiga dari Kesultanan Yogyakarta.
Semasa hidup, Pangeran Diponegoro menjadi pemimpin perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Dia pernah dipenjara selama Perang Jawa pada tahun 1830. Setelah mengalami kekalahan dan dihukum penjara, ia diasingkan ke Makassar, tempat di mana ia meninggal. Perjuangan lima tahun melawan dominasi Belanda di Jawa telah dirayakan oleh rakyat Indonesia selama bertahun-tahun dan telah menjadi sumber inspirasi bagi pejuang dalam Revolusi Nasional Indonesia dan nasionalisme di Indonesia.
Keris tersebut telah diserahkan Menteri Pendidikan Belanda Ingrid Katharina van Engelshoven kepada Duta Besar Indonesia untuk Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Den Haag 3 Maret 2020 pagi.
"Saya senang bahwa penelitian menyeluruh, yang didukung oleh para ahli Belanda dan Indonesia, telah memperjelas bahwa ini adalah keris yang telah dicari sejak lama. Sekarang keris ini akan kembali ke negara tempatnya; Indonesia," katanya, seperti dikutip media lokal, Amstelveenweb, Rabu (4/3/2020).
Menurut laporan media tersebut, keris itu disumbangkan ke Raja Willem I oleh Kolonel Cleerens pada tahun 1831, dan kemudian ditempatkan di Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden. Ketika lembaga ini dibubarkan pada tahun 1883, berbagai koleksinya dibagi di antara berbagai museum di Belanda.
Banyak informasi tentang benda-benda itu hilang, termasuk keris yang telah diserahkan ke Museum Volkenkunde di Leiden oleh Pangeran Diponegoro. Tetapi sebagai hasil penelitian terbaru dari museum itu, yang juga melibatkan para ahli Indonesia, keris itu masih teridentifikasi.
Lantaran menyandang gelar pahlawan nasional Indonesia, setiap warisan yang dikaitkan dengan Pangeran Diponegara memiliki nilai unik. Pada tahun 1975, sebuah komite ahli Belanda dan Indonesia membuat perjanjian tentang transfer benda-benda budaya yang berkaitan dengan orang-orang penting secara historis ke Indonesia.
Dalam konteks itu, berbagai benda peninggalan Pangeran Diponegoro kembali ke Indonesia pada akhir 1970-an, seperti tombak dan pelana. Tetapi keris peninggalnnya sudah hilang pada saat itu dan karena itu tidak dapat dikembalikan. Atas dasar perjanjian 1975, Menteri Van Engelshoven telah memutuskan untuk memindahkan keris, yang merupakan bagian dari Koleksi Seni Nasional Belanda, ke Republik Indonesia.
Mengingat perjanjian yang dibuat pada tahun 1975, penanganan kasus ini adalah khusus dan terpisah dari pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan penanganan koleksi kolonial dan Komite Koleksi Kolonial Nasional di bawah Dewan untuk Budaya. Saran komite akan dipublikasikan pada bulan Oktober.
(mas)