Tiga Kekuatan Bertarung, Kisruh Politik di Malaysia Akan Berlanjut
A
A
A
JAKARTA - Kericuhan dan ketidakpastian politik di Malaysia diyakini masih akan berlangsung meski Raja telah menunjuk Muhyiddin Yassin sebagai Perdana Menteri. Hal itu diungkapkan oleh pengamat hubungan internasional Dinna Prapto Raharja.
Menurut Dinna setidaknya ada tiga hal membuat krisis politik di Malaysia akan berkepanjangan.
"Pertama, rakyat yang punya mimpi bahwa Malaysia melangkah lebih demokratis ketika Mahathir Mohamad membentuk partai sendiri dan bergabung dengan Anwar Ibrahim sehingga menang pemilu sudah menunjukkan rasa kecewa yang besar akan proses penunjukan tidak demokratis yang diambil untuk mengangkat PM," kata Dinna.
"Awalnya diharapkan segera diumumkan pemilu (biasanya butuh waktu 45 hari untuk mempersiapkan pemilu) dan Mahathir sebagai PM sementara sambil menunggu saat pemilu dan hal ini tidak terjadi," sambungnya kepada Sindonews, Minggu (1/3/2020).
Kedua, kata Dinna, para pendukung Monarki tersinggung dengan gerakan #notmypm di sosmed yang dianggap tidak memercayai Raja dan berpotensi makar.
"Benturan seperti ini tentu menciptakan perpecahan dalam masyarakat dan berpotensi menciptakan destabilitasi politik," ulas Dinna.
Sedangkan hal yang ketiga, menurut Dinna, adalah baik Mahathir Mohammad maupun Anwar Ibrahim berarti pisah jalan dan UMNO pun kelihatannya tidak solid karena ada pecahan UMNO yang menjadi pendukung Mahathir Mohamad. Dengan demikian, perdana menteri terpilih Muhyiddin Yassin yang dipilih oleh Raja bukanlah pemimpin yang didukung mayoritas parlemen. Padahal selama pemilu belum digelar ulang maka komposisi partai masih tetap relatif sama kuat antara kubu Mahathir dan Anwar.
"Kemungkinan akan terjadi mosi tidak percaya pada PM tunjukan Raja; atau kalaupun mosi tersebut tidak berhasil maka tidak akan efektif dalam mengambil keputusan apalagi kebijakan yang mengikat di Malaysia," urai Dinna.
Saat ditanya apakan ini artinya masih pertarungan dua kekuatan antara Anwar dan Mahathir, Dinna menjawab: "Iya masih plus kekuatan monarchy, jadi lebih chaos."
"Yang tepat antara Mahathir - Anwar - Monarki. Karena Muhyiddin semata pilihan raja," ia menambahkan.
Lebih jauh, Dinna menyatakan terlalu spekulatif jika Raja menunjukkan Muhyiddin karena faktor ketidaksukaan terhadap Mahathir Mohamad.
"Tetapi kalau saya lihat Mahathir memang terbilang sangat percaya diri bisa menyetir Raja dan berharap Raja akan menolak pengunduran diri dia supaya dia bisa menyingkirkan Anwar secara konstitusional, kenyataannya Raja justru tidak ingin disetir Mahathir," kata Dinna.
"Beberapa minggu sebelum Mahathir mengundurkan diri kebetulan sekali saya bertanya pada orang-orang dalam pemerintahan Malaysia tentang prospek penyerahan kekuasaan pada Anwar, karena waktunya sebenarnya telah tiba dan jawabannya negatif, bahwa tidak terlihat ada niatan berbagi kekuasaan dengan Anwar," tukasnya.
Menurut Dinna setidaknya ada tiga hal membuat krisis politik di Malaysia akan berkepanjangan.
"Pertama, rakyat yang punya mimpi bahwa Malaysia melangkah lebih demokratis ketika Mahathir Mohamad membentuk partai sendiri dan bergabung dengan Anwar Ibrahim sehingga menang pemilu sudah menunjukkan rasa kecewa yang besar akan proses penunjukan tidak demokratis yang diambil untuk mengangkat PM," kata Dinna.
"Awalnya diharapkan segera diumumkan pemilu (biasanya butuh waktu 45 hari untuk mempersiapkan pemilu) dan Mahathir sebagai PM sementara sambil menunggu saat pemilu dan hal ini tidak terjadi," sambungnya kepada Sindonews, Minggu (1/3/2020).
Kedua, kata Dinna, para pendukung Monarki tersinggung dengan gerakan #notmypm di sosmed yang dianggap tidak memercayai Raja dan berpotensi makar.
"Benturan seperti ini tentu menciptakan perpecahan dalam masyarakat dan berpotensi menciptakan destabilitasi politik," ulas Dinna.
Sedangkan hal yang ketiga, menurut Dinna, adalah baik Mahathir Mohammad maupun Anwar Ibrahim berarti pisah jalan dan UMNO pun kelihatannya tidak solid karena ada pecahan UMNO yang menjadi pendukung Mahathir Mohamad. Dengan demikian, perdana menteri terpilih Muhyiddin Yassin yang dipilih oleh Raja bukanlah pemimpin yang didukung mayoritas parlemen. Padahal selama pemilu belum digelar ulang maka komposisi partai masih tetap relatif sama kuat antara kubu Mahathir dan Anwar.
"Kemungkinan akan terjadi mosi tidak percaya pada PM tunjukan Raja; atau kalaupun mosi tersebut tidak berhasil maka tidak akan efektif dalam mengambil keputusan apalagi kebijakan yang mengikat di Malaysia," urai Dinna.
Saat ditanya apakan ini artinya masih pertarungan dua kekuatan antara Anwar dan Mahathir, Dinna menjawab: "Iya masih plus kekuatan monarchy, jadi lebih chaos."
"Yang tepat antara Mahathir - Anwar - Monarki. Karena Muhyiddin semata pilihan raja," ia menambahkan.
Lebih jauh, Dinna menyatakan terlalu spekulatif jika Raja menunjukkan Muhyiddin karena faktor ketidaksukaan terhadap Mahathir Mohamad.
"Tetapi kalau saya lihat Mahathir memang terbilang sangat percaya diri bisa menyetir Raja dan berharap Raja akan menolak pengunduran diri dia supaya dia bisa menyingkirkan Anwar secara konstitusional, kenyataannya Raja justru tidak ingin disetir Mahathir," kata Dinna.
"Beberapa minggu sebelum Mahathir mengundurkan diri kebetulan sekali saya bertanya pada orang-orang dalam pemerintahan Malaysia tentang prospek penyerahan kekuasaan pada Anwar, karena waktunya sebenarnya telah tiba dan jawabannya negatif, bahwa tidak terlihat ada niatan berbagi kekuasaan dengan Anwar," tukasnya.
(ian)