Imbas Wabah Covid-19, Demonstrasi Anti-Pemerintah di Hong Kong Mereda

Minggu, 23 Februari 2020 - 22:01 WIB
Imbas Wabah Covid-19, Demonstrasi Anti-Pemerintah di Hong Kong Mereda
Imbas Wabah Covid-19, Demonstrasi Anti-Pemerintah di Hong Kong Mereda
A A A
HONG KONG - Aksi demontrasi anti-pemerintah yang terjadi di Hong Kong saat ini dilaporkan telah mereda. Hal ini bukan disebabkan oleh tuntutan demonstran telah dipenuhi, tapi karena adanya wabah virus Corona jenis baru, Covid-19.

Aksi demonstrasi yang baru-baru ini berlangsung di Hong Kong bukanlah bagian dari demonstrasi anti-pemerintah yang sudah berjalan selama hampir setahun. Demonstasi terbaru itu menuntut pemerintah Hong Kong untuk bertindak cepat mencegah penyebaran Covid-19.

Demonstrasi anti-pemerintah mulai mereda sejak sebulan terakhir dan sekarang mereka hampir berhenti total karena perhatian terfokus pada cara menghindari terulangnya pandemi SARS. Tetapi, seperti dilansir Japan Today, dengan sebagian besar tuntutan belum terpenuhi, masih terlalu dini untuk menyatakan gerakan itu mati.

Frekuensi demonstrasi mulai berkurang setelah kemenangan besar oleh blok pro-demokrasi dalam pemilihan dewan distrik pada November lalu. Pemungutan suara itu merupakan teguran keras terhadap Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam dan mengantar negara itu dalam periode yang relatif tenang.

Ratusan ribu orang memadati jalan-jalan pada 8 Desember untuk melakukan aksi damai, ketika mereka berusaha menekan pemerintah pada tuntutan untuk demokrasi penuh dan penyelidikan independen terhadap dugaan kebrutalan polisi dalam menekan protes sebelumnya.

Para pengunjuk rasa kembali turun ke jalan pada 1 Januari, ketika mereka berusaha untuk mempertahankan momentum mereka ke tahun 2020. Aksi berubah menjadi kekerasan, ketika polisi menembakkan gas air mata dan meriam air dan pemrotes berpakaian hitam melemparkan bom bensin.

Tapi, aksi demonstrasi terbaru tidak lagi menuntut penerapan demokrasi secara penuh di Hong Kong. Warga di beberapa daerah melakukan aksi untuk menentang rencana pemerintah untuk mengkarantina orang yang mungkin terinfeksi Covid-19 di dekat rumah warga.

Ribuan staf rumah sakit yang merupakan bagian dari serikat medis yang baru dibentuk, juga melakukan aksi dengan lima tuntutan, termasuk penutupan penuh perbatasan dengan China dan perlindungan yang lebih baik bagi petugas kesehatan terhadap virus.

Serikat pramugari di Cathay Dragon, saudara perusahaan dari maskapai utama Hong Kong, Cathay Pacific, juga mengancam akan mogok, kecuali semua penerbangan ke daratan China dihentikan

Dixon Sing Ming, seorang profesor ilmu politik di Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong, mengatakan, gerakan protes telah berubah menjadi mesin untuk aktivisme yang lebih luas melalui serikat pekerja baru dan penggunaan media sosial untuk memboikot bisnis pro-pemerintah. Laporan mengatakan, catatan Departemen Tenaga Kerja menunjukkan 27 serikat pekerja dibentuk pada bulan hingga 6 Februari, dibandingkan dengan 23 serikat pekerja pada 2019.

Setelah adanya aksi demonstrasi, pemerintah menangguhkan hubungan kereta api dan mengurangi separuh penerbangan dan kemudian menutup hampir semua pos pemeriksaan perbatasan dengan China. Kemudian diberlakukan karantina rumah 14 hari untuk semua kedatangan dari daratan China. Banyak orang di Hong Kong merasa tindakan itu datang terlambat dan tidak cukup kuat.

Penyelenggara protes, Ventus Lau, mengatakan kemarahan hanya meningkat atas penanganan Lam terhadap krisis, terutama penolakannya untuk melarang masuk pengunjung dari China. Banyak yang percaya Lam mendapat tekanan dari Beijing.

"Krisis saat ini akan menekan tujuan gerakan reformasi reformasi politik dan akan menambah bahan bakar untuk seluruh gerakan dalam jangka panjang," kata Lau.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5459 seconds (0.1#10.140)