Wabah Demam Lassa Menyerang Nigeria, 70 Meninggal Dunia
A
A
A
LAGOS - Ditengah kewaspadaan dunia internasional terhadap wabah virus Corona Covid-19 yang melanda China dan sejumlah negara lain, di belahan dunia lain wabah penyakit mematikan juga terjadi.
Sebanyak 70 orang meninggal dunia akibat wabah demam Lassa yang melanda Nigeria. Angka ini bisa jadi akan terus bertambah mengingat jumlah kasus penyakit yang disebabkan oleh virus ini juga terus melonjak.
Pusat Pengendalian Penyakit Nasional (NCDC), badan Nigeria yang bertanggung jawab untuk wabah penyakit, mengatakan dalam pembaruan enam minggu pada hari Kamis bahwa delapan kematian baru akibat demam Lassa dilaporkan di tiga negara.
"Empat petugas kesehatan baru terkena dampaknya di negara bagian Ondo, Delta dan Kaduna," kata NCDC dalam laporannya seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (14/2/2020).
Dikatakan jumlah dugaan kasus telah meningkat secara signifikan dibandingkan dengan situasi pada pertengahan Januari, dari lebih dari 700 menjadi 1.708.
"Kasus yang dikonfirmasi juga meningkat hingga 472," katanya.
Demam Lassa adalah penyakit yang menyebar ke manusia melalui makanan atau barang-barang rumah tangga yang terkontaminasi dengan urin atau feses tikus.
Pada 80 persen kasus, demam tidak menunjukkan gejala, tetapi untuk beberapa, gejalanya meliputi demam tinggi, sakit kepala, sariawan, nyeri otot, pendarahan di bawah kulit serta gagal jantung dan ginjal.
Virus yang menjadi penyebab penyakit ini, virus Lassa, memiliki masa inkubasi antara enam dan 21 hari. Dia dapat ditularkan melalui kontak dengan orang yang terinfeksi melalui cairan tubuh dan ekskresi.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), obat antivirus ribavirin tampaknya menjadi pengobatan yang efektif untuk demam Lassa jika diberikan sejak awal dalam perjalanan penyakit klinis.
Nigeria, negara terpadat di Afrika dengan sekitar 200 juta orang, memiliki lima laboratorium dengan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit tersebut.
Demam Lassa milik keluarga yang sama dengan virus Ebola dan Marburg tetapi jauh lebih mematikan.
Penyakit ini endemik di negara Afrika Barat dan namanya berasal dari kota Lassa di Nigeria utara di mana ia pertama kali diidentifikasi pada tahun 1969.
Virus ini menginfeksi antara 100-300 ribu orang di wilayah ini setiap tahun dengan menyebabkan sekitar 5.000 kematian, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC).
Sebelumnya, kasus penyakit ini telah dilaporkan di Sierra Leone, Liberia, Togo dan Benin. Jumlah kasus biasanya naik pada bulan Januari karena kondisi cuaca selama musim kemarau.
Sebanyak 70 orang meninggal dunia akibat wabah demam Lassa yang melanda Nigeria. Angka ini bisa jadi akan terus bertambah mengingat jumlah kasus penyakit yang disebabkan oleh virus ini juga terus melonjak.
Pusat Pengendalian Penyakit Nasional (NCDC), badan Nigeria yang bertanggung jawab untuk wabah penyakit, mengatakan dalam pembaruan enam minggu pada hari Kamis bahwa delapan kematian baru akibat demam Lassa dilaporkan di tiga negara.
"Empat petugas kesehatan baru terkena dampaknya di negara bagian Ondo, Delta dan Kaduna," kata NCDC dalam laporannya seperti dikutip dari Al Jazeera, Jumat (14/2/2020).
Dikatakan jumlah dugaan kasus telah meningkat secara signifikan dibandingkan dengan situasi pada pertengahan Januari, dari lebih dari 700 menjadi 1.708.
"Kasus yang dikonfirmasi juga meningkat hingga 472," katanya.
Demam Lassa adalah penyakit yang menyebar ke manusia melalui makanan atau barang-barang rumah tangga yang terkontaminasi dengan urin atau feses tikus.
Pada 80 persen kasus, demam tidak menunjukkan gejala, tetapi untuk beberapa, gejalanya meliputi demam tinggi, sakit kepala, sariawan, nyeri otot, pendarahan di bawah kulit serta gagal jantung dan ginjal.
Virus yang menjadi penyebab penyakit ini, virus Lassa, memiliki masa inkubasi antara enam dan 21 hari. Dia dapat ditularkan melalui kontak dengan orang yang terinfeksi melalui cairan tubuh dan ekskresi.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), obat antivirus ribavirin tampaknya menjadi pengobatan yang efektif untuk demam Lassa jika diberikan sejak awal dalam perjalanan penyakit klinis.
Nigeria, negara terpadat di Afrika dengan sekitar 200 juta orang, memiliki lima laboratorium dengan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit tersebut.
Demam Lassa milik keluarga yang sama dengan virus Ebola dan Marburg tetapi jauh lebih mematikan.
Penyakit ini endemik di negara Afrika Barat dan namanya berasal dari kota Lassa di Nigeria utara di mana ia pertama kali diidentifikasi pada tahun 1969.
Virus ini menginfeksi antara 100-300 ribu orang di wilayah ini setiap tahun dengan menyebabkan sekitar 5.000 kematian, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC).
Sebelumnya, kasus penyakit ini telah dilaporkan di Sierra Leone, Liberia, Togo dan Benin. Jumlah kasus biasanya naik pada bulan Januari karena kondisi cuaca selama musim kemarau.
(ian)