Praha, Kota Tempat Franz Kafka Menulis dengan Tenang

Senin, 06 Januari 2020 - 09:14 WIB
Praha, Kota Tempat Franz...
Praha, Kota Tempat Franz Kafka Menulis dengan Tenang
A A A
SETIAP kota memiliki pujaannya. Liverpool punya The Beatles. Praha bangga dengan Franz Kafka. Walaupun tidak terpisahkan, hubungan Kafka dan ibukota Republik Ceko itu, seperti air sungai Moldau yang membelanya. Tenang namun dingin. Kafka bisa menulis dengan tenang di kota ini.

Dari satu apartemen berdinding batu ke kos kosan lainnya. Tapi jarang sekali karya besarnya mengisahkan Praha. Proses dan Metamorfosis, sama sekali tidak berkisah tentang Praha. Tapi, Praha tetap membekas disanubarinya. “Prag laesst nicht los … Die Mutterchen hat krallen,“ tulis Kafka. Kemanapun aku pergi, tulisnya, Praha selalu membayangi langkahnya.

“Seperti Goethe dan Weimar,“ kata seorang turis Jerman. Johann Wolgang von Goethe, meskipun mendapatkan keistimewaan berlimpah di Weimar, pujangga Jerman ini tidak terlalu akur dengannya, meskipun pada akhirnya dikebumikan juga di kota itu.

Bayangan Praha dan Kafka sekarang menjadi salah satu daya tarik ibu kota Republik Ceko. Bahkan ada tur khusus bagi yang ingin menyaksikan rumah tempat dia lahir, kamar dia menulis, bahkan pusara kematiannya. Saking banyaknya jejak Franz Kafka di kota itu, perlu waktu minimal sehari untuk menyerapnya.

Namun siapa yang peduli. Apalagi turis massal. Setelah menyambangi Dancing House, The Carl Bridge, Parlement Building, atau The Prag Castle, turis yang mencapai 10 jutaan saban tahunnya itu, juga akan meluber hingga ke kuburan Franz Kafka. Ya kuburan, cuma untuk melihat nisan batu bertuliskan bahasa ibrani. Serta patung anak kecil kencing di pancuran.

Yang paling memantik perhatian adalah Patung Franz Kafka. David Cerny, seniman kontroversial Praha, membangun Patung Kepala Franz Kafka dari tumpukan besi mengkilat. Sehari semalam, patung yang berada di halaman belakang supermarket ini, berputar ritmis, menghidupkan Kafka di antara kepungan turis massal. Sebelas meter tingginya, 37 ton beratnya. 42 bagian lempengan besi bergerak tanpa lelah.

Seperti salah satu judul karyanya, Metamorfosis, begitulah kira kira rencana David Cerny dengan patung ini. Yusri Fajar, dosen Fakulats Sastra Universitas Brawijaya Malang, menegaskan, bahwa karya Kafka meneror pembaca sejak cerita dimulai. “Dan membawa pembaca untuk melintasi logika karena sentuhan realisme magis seperti yang tergambar dalam tokoh Gregor Samsa dalam ' Metamorfosis‘,“ katanya.

Patung ini, menarik minat turis dan pengagum Kafka dari sisih berlainan. Bagi turis, pergerakan lempengan baja itu, menjadi pemandangan menarik. Juga kilatan logam yang pada saat tertentu, pada akhirnya, membentuk kepala sang pengarang. Jejak Kafka lainnya, yang juga penuh sesak adalah The Golden Lane, salah satu kos kosannya.

Di kamar ini, Kafka menulis karyanya. Golden Lane ini sesak dengan turis, karena merupakan bagian dari Kastil Praha yang terkenal itu. Dan Kafka sempat tinggak di gang berbatu di nomor 22, selama dua tahun. Tak banyak yang bisa dilihat selain ruangan kecil dan seperangkat meja kursi.

Tapi, itu tadi, turis memang saat ini penuh sesak di Praha. Dan Golden Lane adalah salah satu bagian atraksinya. Jejak lainnya, adalah rumah kelahiran, toko Herman Kafka ayahnya, museum, dan tentu saja pusaranya. Atau apa saja, yang bisa mendatangkan uang, atas nama Franz Kafka.

Sepanjang hidupnya, Franz Kafka bukanlah sosok yang materialis. Bahkan, sebelum wafat karena kerkahan tuberkulose, Kafka meminta sahabatnya, Max Brod, agar memusnahkan karyanya. Max berkhianat, karya Kafka justru diterbitkannya setelah dia meninggal.

Ada yang dijual, ada juga yang dihibahkan ke sekretarisnya, yang pada akhirnya menjadi warisan Ruth dan Eva Hoffe. Dua bersaudara inipun bertikai di pengadilan melawan pemerintahan Israel. Siapa pemilik sah karya Franz Kafka, dimenangkan pemerintah Israel.

Kafka meninggal di sebuah sanatorium di pegunungan Alpen Austria, dalam usia 40 tahun. Ada yang menyebut Kafka sendiri meminta dosis morfin dilipatgandakan. Versi lain menyebutkan, morfin disuntikkan untuk meringankan kematiannya, sesuai tata krama medis.

Yang pasti, jenazahnya diangkut kereta dalam peti besi, dari Austria menuju pemakaman Yahudi di Praha. Bersebelahan dengan orang tuanya, Herman dan Julie Kafka. Saban hari, ratusan turis mengunjunginya. (Krisna Diantha)
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0767 seconds (0.1#10.140)