Sembilan Tahun Jadi Sarjana, Incar S-3 sekaligus Kuliah Kedokteran

Senin, 18 November 2019 - 08:07 WIB
Sembilan Tahun Jadi...
Sembilan Tahun Jadi Sarjana, Incar S-3 sekaligus Kuliah Kedokteran
A A A
AMSTERDAM - Usia Laurent Simons memang baru menginjak sembilan tahun, tapi jangan tanya prestasinya. Jika bocah seusianya baru menginjak kelas 3 atau 4 sekolah dasar (SD), bocah asal Belgia ini akan meraih gelar sarjana teknik pada Desember depan. Kampus tempatnya kuliah pun bukan sembarangan, Universitas Teknologi Endhoven (TUE), salah satu kampus elite di Belanda.

Hebatnya lagi, dia baru kuliah di TUE pada Maret 2019 lalu. Dengan demikian, kurang dari setahun dia kuliah dan berhasil menyelesaikan tugas akhirnya. Laurent akan langsung melanjutkan kuliah pada program doktor (PhD) jurusan teknik listrik. Selain itu, pada saat bersamaan Laurent ingin berkuliah di kedokteran juga.

Torehan prestasinya itu bukan hanya memecahkan rekor sebagai wisudawan termuda di kampus tersebut, tapi memecahkan rekor sarjana termuda dunia yang dipegang Michael Kearney, yang lulus dari Universitas Alabama pada usia 10 tahun. Rekor tersebut diduduki Kearney sejak 1994 dan belum berhasil dipecahkan hingga muncul nama Laurent Simos.

Lantas siapa Laurent dan bagaimana bisa sejenius itu? Dia memang bukan dari keluarga sembarang. Keluarga besarnya dari kalangan ilmuwan, termasuk bapak, ibu dan kakeknya bergelar doktor. Tapi, bila orang tuanya, Lydia dan Alexander Simons, ditanya bagaimana buah hatinya bisa menjadi anak ajaib yang mampu belajar dengan cepat, mereka biasanya menjawab sambil bercanda, ”Saya makan terlalu banyak ikan saat hamil,” ujar Lydia.

Bakat Simons awalnya bukan diketahui orang tua, tapi justru oleh kakeknya. Lydia dan Alexander Simons bahkan menganggap kakek Simons Jr terlalu membesar-besarkan kemampuan cucunya. Selain kakeknya, para guru di sekolah sedari awal sudah menyadari hal tersebut. “Para guru menyatakan tentang sesuatu yang spesial tentang Laurent,” tutur Lydia.

Untuk membuktikan kemampuan Laurent, para guru memberikan ujian khusus dan pelajaran tambahan untuk memberdayakan kemampuannya. “Para guru mengatakan kepada kami bahwa dia seperti spons,” ujar Alexander. Ketika Laurent bisa belajar dengan cepat, orang tuanya juga sangat berhati-hati dalam mendidiknya.

Mereka terus mendorongnya untuk tetap bermain dan bersenang-senang. Mereka selalu mencari keseimbangan antara kehidupan anak-anak dengan bakatnya. “Kami tidak ingin dia (Laurent) terlalu serius. Dia bisa melakukan apa pun yang dia sukai,” ungkap Alexander.

Laurent mengaku sangat senang bermain bersama Sammy, anjingnya. Dia juga suka bermain gim di ponselnya seperti kebanyakan anak kecil lain. Selain itu, dia suka menghabiskan akhir pekan bersama kakeknya. Namun, Laurent justru tidak suka dengan makan malam. “Dia itu bocah keras kepala seperti anak berusia sembilan tahun lain yang tidak suka makan malam,” ujar Lydia.

Kendati kedua orang tua mendorongnya tetap bermain dengan teman-teman sebaya, kebiasaannya bergaul justru dengan mahasiswa. Hal itu membuat Laurent tidak suka berkemah atau pun berolahraga. Akibatnya, Laurent tidak tertarik bermain dengan kawan-kawan sesusianya. Dia pun tidak suka bermain boneka. Dia hanya tertarik bagaimana boneka itu bisa beroperasi.

Laurent mulai sekolah menengah pada usia enam tahun. Saat itu dia sudah memimpin proyek penelitian di Academic Medical Center (AMC) di Amsterdam. Kenapa? Alasannya dia mengaku bosan dengan begitu mudahnya pelajaran di sekolah. Saat usia tujuh tahun dia sudah lulus sekolah menengah.

Laurent, yang memiliki kecerdasan intelektual dengan skor 145, memang memiliki ketertarikan belajar matematika hingga kedokteran. Saat ini dia mulai tertarik belajar komputer. Dia juga punya memori fotografik yang bagus sehingga memudahkan dia mempelajari mata kuliah selama beberapa hari di mana mahasiswa biasa harus belajar selama beberapa pekan. Saat kuliah dia mengambil jurusan teknik listrik karena itu memang favoritnya.

Lantas apa cita-cita Laurent saat dewasa nanti? Dia masih mempertimbangkan menjadi dokter bedah atau astronot. Namun, ide tersebut bisa saja berubah. Saat wawancara dengan harian Het Laatste Niews, Laurent menyatakan ingin mengganti jantung orang yang berpenyakit dengan jantung baru.

“Tujuan saya sebagai ilmuwan adalah memperlama usia manusia. Kakek saya punya banyak pasien penyakit jantung dan saya ingin membantu mereka,” paparnya. Mengenai karier Laurent ke depan bukan menjadi masalah bagi orang tuanya. Ayahnya, Alexander, tak peduli bila Laurent ingin menjadi tukang kayu sekalipun. Itu tidak menjadi masalah bagi mereka. “Kebahagiaan Laurent adalah prioritas kami,” ungkapnya.

Dari pihak Kampus TUE, meskipun tidak lazim ada bocah yang mengambil kuliah dan menyelesaikan kuliah secara cepat, mereka berkeputusan mengizinkan Laurent mencapai hal tersebut. Sjoerd Hulshof, direktur pendidikan TUE di bidang teknik listrik, menyatakan mahasiswa yang spesial itu memiliki alasan baik untuk menyusun jadwal yang bisa disesuaikan.

“Dalam banyak cara kita membantu mahasiswa untuk bisa mencapai performa terbaik,” ungkapnya, “Laurent merupakan mahasiswa paling cepat lulus yang pernah belajar di sini (TUE). Bukan hanya hyper intelligent, tetapi dia adalah anak yang simpatik". Dosen Laurent di TUE, Peter Baltus, 59, awalnya mengaku aneh melihat anak kecil belajar bersama mahasiswa dewasa.

Dia pikir berkolaborasi dengan anak-anak merupakan hal sulit, tetapi Laurent justru lebih cerdas dibandingkan kawan-kawan lain di kampus. “Kadang saya lupa dia masih kecil, bocah sembilan tahun yang membuat chip dan selalu mencoba berulang kali,” katanya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7263 seconds (0.1#10.140)