PSL: Presiden Bolivia Dikudeta Militer yang Disponsori AS
A
A
A
WASHINGTON - The Party for Socialism and Liberation (PSL) atau Partai Sosialisme dan Pembebasan terang-terangan mengatakan Presiden Bolivia Evo Morales dikudeta oleh militer. Partai yang berbasis di Amerika Serikat (AS) ini juga menuding pemerintah Washington sebagai sponsor kudeta.
Morales sendiri berasal dari Movement for Socialism (MAS), partai sosialis di Bolivia. Dia sudah berkuasa sekitar 14 tahun setelah memenangkan kembali pemilihan presiden 20 Oktober. Hasil pemilihan presiden itu ditolak kubu oposisi yang menganggapnya sarat kecurangan. Sengketa hasil pemilihan tersebut telah memicu demo mematikan.
"Partai Sosialisme dan Pembebasan sangat mengutuk kudeta militer di Bolivia, dan memperluas solidaritas kami kepada rakyat Bolivia yang berjuang untuk mempertahankan perolehan besar yang dimenangkan di bawah kepemimpinan Presiden Evo Morales dalam menghadapi kontra-revolusi ini," bunyi pernyataan PSL yang dikutip SINDOnews.com dari situsnya, Senin (11/11/2019).
"Imperialisme AS jelas merupakan sponsor kudeta dan kami sangat marah atas kejahatan terhadap kedaulatan dan demokrasi Bolivia," lanjut pernyataan PSL. (Baca: Presiden Bolivia Evo Morales Mundur atas Tekanan Militer )
Menurut partai tersebut, tujuan kudeta adalah mengembalikan otoritas absolut para elite Bolivia yang memerintah sebagai klien Amerika Serikat. "Mereka membenci mayoritas penduduk asli negara itu dan ingin menghancurkan hak-hak kelas pekerja," imbuh PSL.
Presiden Evo Morales telah mengumumkan pengunduran dirinya pada hari Minggu setelah militer dan polisi negara itu menekan pemimpin itu untuk mundur di tengah-tengah protes mematikan di seluruh negeri.
Morales, dalam pidato pengunduran dirinya, menyatakan harapan bahwa kekacauan dan keresahan di seluruh Bolivia akan berhenti pada Minggu malam.
"Perjuangan saya akan terus berlanjut, tetapi saya memiliki kewajiban untuk mencoba mengamankan perdamaian," katanya.
"Sangat menyakitkan bahwa rakyat Bolivia bertikai satu sama lain dan itu menyakitkan bahwa komite sipil dan para pemimpin yang telah kehilangan (dalam pemilu) menggunakan kekerasan dan konfrontasi di antara (rakyat) Bolivia. Untuk alasan ini dan banyak alasan lainnya saya mengundurkan diri dan mengirim surat pengunduran diri saya ke Majelis Legislatif Plurinasional," lanjut dia.
Setelah pengunduran diri Morales, Wakil Presiden Bolivia Alvaro Marcelo García Linera juga mengajukan pengunduran dirinya.
"Saya telah memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai wakil presiden dan juga presiden (Majelis Legislatif Plurinasional)," kata Linera kepada wartawan, dikutip Sptuniknews, Senin (11/11/2019). Linera menyatakan akan segera mengirimkan surat pengunduran diri kepada dewan legislatif.
Sebelumnya pada hari Minggu, komandan angkatan bersenjata Bolivia, Williams Kaliman, mendesak Presiden Evo Morales untuk mengundurkan diri."Demi membawa perdamaian dan stabilitas untuk kepentingan Bolivia," katanya.
Tuntutan ini digemakan oleh Kepala Polisi Negara Vladimir Yuri Calderon, yang juga meminta presiden untuk meninggalkan jabatannya.
Di tengah kekacauan politik yang sedang berlangsung di negara itu sebagian didorong oleh tuntutan oposisi untuk penghitungan ulang dalam pemilihan presiden 20 Oktober lalu. Sebuah laporan yang beredar hari Minggu menyebutkan bahwa pesawat mantan presiden telah meminta rencana penerbangan ke Argentina. Namun, laporan itu belum dikonfirmasi pemerintah Bolivia.
Protes besar dan mematikan di negara itu pecah setelah Morales berkuasa kembali setelah memenangkan pemilihan presiden yang disengketakan. Demonstrasi damai dengan cepat berubah menjadi kerusuhan menyusul respons polisi dan insiden pembakaran serta penjarahan, termasuk kantor media milik negara.
Morales sendiri berasal dari Movement for Socialism (MAS), partai sosialis di Bolivia. Dia sudah berkuasa sekitar 14 tahun setelah memenangkan kembali pemilihan presiden 20 Oktober. Hasil pemilihan presiden itu ditolak kubu oposisi yang menganggapnya sarat kecurangan. Sengketa hasil pemilihan tersebut telah memicu demo mematikan.
"Partai Sosialisme dan Pembebasan sangat mengutuk kudeta militer di Bolivia, dan memperluas solidaritas kami kepada rakyat Bolivia yang berjuang untuk mempertahankan perolehan besar yang dimenangkan di bawah kepemimpinan Presiden Evo Morales dalam menghadapi kontra-revolusi ini," bunyi pernyataan PSL yang dikutip SINDOnews.com dari situsnya, Senin (11/11/2019).
"Imperialisme AS jelas merupakan sponsor kudeta dan kami sangat marah atas kejahatan terhadap kedaulatan dan demokrasi Bolivia," lanjut pernyataan PSL. (Baca: Presiden Bolivia Evo Morales Mundur atas Tekanan Militer )
Menurut partai tersebut, tujuan kudeta adalah mengembalikan otoritas absolut para elite Bolivia yang memerintah sebagai klien Amerika Serikat. "Mereka membenci mayoritas penduduk asli negara itu dan ingin menghancurkan hak-hak kelas pekerja," imbuh PSL.
Presiden Evo Morales telah mengumumkan pengunduran dirinya pada hari Minggu setelah militer dan polisi negara itu menekan pemimpin itu untuk mundur di tengah-tengah protes mematikan di seluruh negeri.
Morales, dalam pidato pengunduran dirinya, menyatakan harapan bahwa kekacauan dan keresahan di seluruh Bolivia akan berhenti pada Minggu malam.
"Perjuangan saya akan terus berlanjut, tetapi saya memiliki kewajiban untuk mencoba mengamankan perdamaian," katanya.
"Sangat menyakitkan bahwa rakyat Bolivia bertikai satu sama lain dan itu menyakitkan bahwa komite sipil dan para pemimpin yang telah kehilangan (dalam pemilu) menggunakan kekerasan dan konfrontasi di antara (rakyat) Bolivia. Untuk alasan ini dan banyak alasan lainnya saya mengundurkan diri dan mengirim surat pengunduran diri saya ke Majelis Legislatif Plurinasional," lanjut dia.
Setelah pengunduran diri Morales, Wakil Presiden Bolivia Alvaro Marcelo García Linera juga mengajukan pengunduran dirinya.
"Saya telah memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai wakil presiden dan juga presiden (Majelis Legislatif Plurinasional)," kata Linera kepada wartawan, dikutip Sptuniknews, Senin (11/11/2019). Linera menyatakan akan segera mengirimkan surat pengunduran diri kepada dewan legislatif.
Sebelumnya pada hari Minggu, komandan angkatan bersenjata Bolivia, Williams Kaliman, mendesak Presiden Evo Morales untuk mengundurkan diri."Demi membawa perdamaian dan stabilitas untuk kepentingan Bolivia," katanya.
Tuntutan ini digemakan oleh Kepala Polisi Negara Vladimir Yuri Calderon, yang juga meminta presiden untuk meninggalkan jabatannya.
Di tengah kekacauan politik yang sedang berlangsung di negara itu sebagian didorong oleh tuntutan oposisi untuk penghitungan ulang dalam pemilihan presiden 20 Oktober lalu. Sebuah laporan yang beredar hari Minggu menyebutkan bahwa pesawat mantan presiden telah meminta rencana penerbangan ke Argentina. Namun, laporan itu belum dikonfirmasi pemerintah Bolivia.
Protes besar dan mematikan di negara itu pecah setelah Morales berkuasa kembali setelah memenangkan pemilihan presiden yang disengketakan. Demonstrasi damai dengan cepat berubah menjadi kerusuhan menyusul respons polisi dan insiden pembakaran serta penjarahan, termasuk kantor media milik negara.
(mas)