Bolivia Sambut Hari Tengkorak sebagai Harapan Saat Protes Meluas
A
A
A
LA PAZ - Dengan Bolivia yang diguncang oleh kemarahan protes politik, warga di negara Amerika Selatan itu beralih ke tugas yang lebih berat yakni menghormati tengkorak. Tradisi kuno ini berakar pada keyakinan lokal yang bertujuan membawa nasib baik dan perlindungan.
Di La Paz pada Jumat (8/11), warga Bolivia memperingati Hari Tengkorak yang disebut "natitas" dengan mendekorasi dan berparade ke pemakaman sepekan setelah Hari Semua Santo. Beberapa tengkorak itu dihias dengan topi, bunga, kaca mata dan rokok.
Natitas menghabiskan sebagian bear tahun di dalam ruangan. Tradisi ini diyakini memiliki akar dalam budaya Urus Chipaya yang memisah-misahkan jasad orang yang mereka cintai pada setahun peringatan kematian mereka.
"Mereka (tengkorak) mengatakan pada saya mereka khawatir, tidak hanya Natitas, tapi semua santo di surga dan mereka melihat kita serta mereka berpikir Bolivia akan kembali normal lagi," ujar Delfina Condotiticona, penerus tradisi itu.
"Kami harap Presiden Evo Morales memiliki kebijaksanaan dan juga yakin di Pachamama (Bumi Pertiwi) dan pada semua santo. Saya pikir situasi ini akan lebih baik. Mereka mengatakan saya sangat segera, solusi sedang berjalan dan Bolivia akan kembali ke jalurnya," kata Condotiticona.
Negara itu telah mengalami krisis sejak pemilu bulan lalu yang memenangkan kembali pemimpin sayap kiri Evo Morales yang telah berkuasa sejak 2006. Meski demikian, voting diwarnai penghentian penghitungan dan meluasnya tuduhan kecurangan pemilu.
Pemimpin oposisi Bolivia Carlos Mesa menyerukan pemilu baru pada Jumat (8/11), meski Morales berulang kali membela kemenangannya dan menolak desakan untuk mundur.
"Kami selalu menyalakan lilin dan kami lihat lilin-lilin menangis karena mereka juga khawatir tentang situasi yang sedang dilalui Bolivia," tutur Sheyla Aguilar, warga Bolivia.
Berbagai tradisi dan budaya Aymara, Quechua dan kelompok pribumi lain masih tetap kuat di Bolivia. Warga pribumi masih mayoritas di negara jantung Amerika Selatan itu.
Di La Paz pada Jumat (8/11), warga Bolivia memperingati Hari Tengkorak yang disebut "natitas" dengan mendekorasi dan berparade ke pemakaman sepekan setelah Hari Semua Santo. Beberapa tengkorak itu dihias dengan topi, bunga, kaca mata dan rokok.
Natitas menghabiskan sebagian bear tahun di dalam ruangan. Tradisi ini diyakini memiliki akar dalam budaya Urus Chipaya yang memisah-misahkan jasad orang yang mereka cintai pada setahun peringatan kematian mereka.
"Mereka (tengkorak) mengatakan pada saya mereka khawatir, tidak hanya Natitas, tapi semua santo di surga dan mereka melihat kita serta mereka berpikir Bolivia akan kembali normal lagi," ujar Delfina Condotiticona, penerus tradisi itu.
"Kami harap Presiden Evo Morales memiliki kebijaksanaan dan juga yakin di Pachamama (Bumi Pertiwi) dan pada semua santo. Saya pikir situasi ini akan lebih baik. Mereka mengatakan saya sangat segera, solusi sedang berjalan dan Bolivia akan kembali ke jalurnya," kata Condotiticona.
Negara itu telah mengalami krisis sejak pemilu bulan lalu yang memenangkan kembali pemimpin sayap kiri Evo Morales yang telah berkuasa sejak 2006. Meski demikian, voting diwarnai penghentian penghitungan dan meluasnya tuduhan kecurangan pemilu.
Pemimpin oposisi Bolivia Carlos Mesa menyerukan pemilu baru pada Jumat (8/11), meski Morales berulang kali membela kemenangannya dan menolak desakan untuk mundur.
"Kami selalu menyalakan lilin dan kami lihat lilin-lilin menangis karena mereka juga khawatir tentang situasi yang sedang dilalui Bolivia," tutur Sheyla Aguilar, warga Bolivia.
Berbagai tradisi dan budaya Aymara, Quechua dan kelompok pribumi lain masih tetap kuat di Bolivia. Warga pribumi masih mayoritas di negara jantung Amerika Selatan itu.
(sfn)