Hari-hari Terakhir al-Baghdadi ISIS Dihantui Pengkhianatan

Rabu, 06 November 2019 - 16:26 WIB
Hari-hari Terakhir al-Baghdadi...
Hari-hari Terakhir al-Baghdadi ISIS Dihantui Pengkhianatan
A A A
BEIRUT - Pada bulan-bulan terakhirnya dalam pelarian, pemimpin kelompok Islamic State of Iraq and Levant/Syria (ISIL/ISIS) Abu Bakr al-Baghdadi gelisah, takut akan pengkhianatan. Ketakutan itu membuatnya kadang-kadang menyamar sebagai gembala, terkadang bersembunyi di bawah tanah, dan selalu bergantung pada lingkaran kepercayaan yang terus menyusut.

Rekanan melukiskan gambaran seorang pria yang terobsesi dengan keamanan dan kesejahteraannya dan berusaha mencari keselamatan di kota-kota dan gurun di Suriah timur dekat perbatasan Irak ketika domain para ekstremis hancur.

Pada akhirnya, pemimpin kelompok brutal itu meninggalkan bekas wilayah ISIS sepenuhnya, menyelinap ke wilayah musuh di provinsi Idlib, barat laut Suriah, yang dikendalikan kelompok rival terkait al-Qaida. Di sanalah, al-Baghdadi meledakkan dirinya pada 26 Oktober selama penyerbuan oleh pasukan khusus Amerika Serikat (AS) di rumah persembunyiannya yang dijaga ketat.

Hari-hari Terakhir al-Baghdadi ISIS Dihantui Pengkhianatan
Penampakan pemimpin ISIS di Mosul, Irak, 2014. Foto/REUTERS

Selama berbulan-bulan, dia menjadikan seorang gadis remaja Yazidi sebagai budak, dan remaja itu memberi tahu The Associated Press bagaimana al-Baghdadi membawanya saat dia bergerak, bepergian dengan kelompok inti sekitar tujuh rekan dekat. Beberapa bulan yang lalu, al-Baghdadi mendelegasikan sebagian besar kekuasaannya kepada seorang deputi senior yang kemungkinan orang itu diumumkan oleh kelompok ISIS sebagai penggantinya. (Baca: Kronologi Dramatis Tewasnya Bos ISIS al-Baghdadi dalam Operasi AS )

Gadis Yazidi, yang dibebaskan dalam serangan yang dipimpin pasukan AS pada Mei lalu, mengatakan al-Baghdadi pertama kali mencoba melarikan diri ke Idlib pada akhir 2017. Dia mengatakan suatu malam dia diangkut dalam konvoi tiga kendaraan yang di dalamnya termasuk pemimpin ISIS, istri al-Baghdadi dan rombongan keamanannya, menuju provinsi Idlib. Konvoi itu mencapai jalan utama tetapi kemudian berbalik. Menurut gadis Yazidi yang saat itu berusia 17 tahun, rombongan putar balik diduga karena takut akan diserang.

Selama sekitar satu minggu mereka tinggal di kota Hajin di tenggara Suriah, dekat perbatasan Irak. Kemudian mereka pindah ke utara ke Dashisha, kota perbatasan lain di Suriah yang masih dikuasai ISIS.

Di sana, remaja Yazidi tinggal selama empat bulan di rumah ayah mertua al-Baghdadi, yang juga seorang pembantu dekatnya yang bernama Abu Abdullah al-Zubaie. Menurut gadis itu, al-Baghdadi sering mengunjunginya di sana, memerkosanya dan terkadang memukulinya.
Hari-hari Terakhir al-Baghdadi ISIS Dihantui Pengkhianatan
Para pemuda Irak menonton televisi yang siarkan kematian al-Baghdadi. Foto/REUTERS

Al-Baghdadi, lanjut remaja itu, hanya akan bergerak pada malam hari, mengenakan sepatu kets dan menutupi wajahnya. Dia selalu bersama sekitar lima petugas keamanan yang memanggilnya "haji" atau "syekh". AP tidak mengidentifikasi remaja Yazidi korban kekerasan seksual oleh al-Baghdadi.

“Ketika saya menanyakan sesuatu kepadanya, dia tidak akan memberi saya jawaban karena alasan keamanan. Tidak semua orang tahu di mana dia berada," katanya. (Baca: Dikhianati Ajudan, Musabab Ajal Jemput Bos ISIS al-Baghdadi )

Pada musim semi 2018, remaja Yazidi itu diberikan kepada pria lain, yang membawanya keluar dari Dashisha. Itulah terakhir kali dia melihat al-Baghdadi, meskipun dia mengiriminya perhiasan sebagai hadiah.

Sejak itu, al-Baghdadi pindah dari satu tempat ke tempat di Suriah timur untuk tahun berikutnya ketika satu wilayah yang dikuasai ISIS satu jatuh ke pasukan pemberontak Suriah pimpinan Kurdi yang didukung AS, sebelum menuju ke Idlib suatu saat di musim semi.

Selama waktu itu, al-Baghdadi adalah sosok yang gugup, mondar-mandir dan mengeluh tentang pengkhianatan dan infiltrasi di antara "walis" atau gubernur dari provinsi kelompok ISIS. Kondisi ketakutan al-Baghdadi itu diungkap saudara iparnya, Mohamad Ali Sajit, dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi Al-Arabiya yang ditayangkan minggu lalu.

"Ini semua pengkhianatan," kata Sajit menirukan teriakan al-Baghdadi saat itu.

Sajit, seorang pria Irak yang menikah dengan anak perempuan al-Zubaie lainnya, ditangkap oleh otoritas Irak pada bulan Juni. Dia mengaku melihat al-Baghdadi beberapa kali selama 18 bulan, dimulai di Hajin pada akhir 2017. Sebelum ditangkap, Sajit mengaku terakhir kali melihat al-Baghdadi berada di daerah gurun di sepanjang perbatasan Suriah-Irak. Dia mengatakan al-Baghdadi mempercayakan kepadanya dengan mengirimkan pesan "flash drive" kepada letnan kelompok ISIS di Irak.
Hari-hari Terakhir al-Baghdadi ISIS Dihantui Pengkhianatan
Mohammad Ali Sajit, saudara ipar al-Baghdadi. Foto/Tangkapan layar video Al-Arabiya

Para pejabat Irak dan Kurdi Suriah mengatakan mereka secara terpisah mengolah informasi para sumber yang mengarah pada jejak pemimpin ISIS, dan Sajit diyakini sebagai salah satu dari para sumber itu. Seorang pejabat AS mengatakan Kurdi Suriah berhasil mendapatkan "tamu" di dalam lingkaran internal al-Baghdadi yang informasinya adalah kunci dalam perburuan. (Baca: Pemimpin ISIS al-Baghdadi Diidentifikasi dari Celana Dalamnya )

Sajit mengatakan gerakan al-Baghdadi sangat dibatasi, terlebih karena wilayah ISIS sebagian besar besar hilang. Dia berjalan berkeliling dengan sabuk bom bunuh diri, bahkan tidur dengan sabuk tersebut di dekatnya, dan membuat para pembantunya juga membawa ikat pinggang serupa. Menurut Sajit, dia tidak pernah menggunakan ponsel; hanya ajudannya, Abu Hassan al-Muhajer, yang menggunakan Galaxy 7.

Tak Puasa Ramadan

Stres memperburuk diabetes yang diderita pemimpin ISIS tersebut, dan dia harus terus memantau gula darahnya dan mengambil insulin. Menurut Sajit, al-Baghdadi tidak berpuasa selama bulan suci Ramadan dan memaksa para pembantunya untuk tidak berpuasa juga.

Sajit lebih lanjut bercerita bahwa terkadang al-Baghdadi disamarkan sebagai gembala. Ketika kepala keamanan al-Baghdadi, Abu Sabah, mendapat kabar soal kemungkinan serangan di padang pasir wilayah perbatasan Suriah-Irak di mana mereka bersembunyi, mereka menurunkan tenda mereka dan menyembunyikan al-Baghdadi dan al-Muhajer di dalam lubang yang ditutupi dengan kotoran.

Mereka, sambung Sajit, membiarkan domba berkeliaran di atas lubang untuk menyamarkannya lebih lanjut. Setelah ancaman serangan itu berakhir, mereka kembali dan memasang tenda. (Baca: ISIS Bayar Musuh Hampir Rp1 Miliar untuk Lindungi al-Baghdadi )

Al-Baghdadi bergerak dengan lingkaran internalnya yang terdiri dari lima hingga tujuh orang, termasuk al-Muhajer, al-Zubaie dan Abu Sabah; serta mantan gubernur kelompok itu untuk Irak, yang dikenal sebagai Tayseer atau Abu al-Hakim.

Al-Muhajer terbunuh pada hari yang sama dengan al-Baghdadi, dalam operasi militer terpisah yang dipimpin AS, di Jarablus, Suriah barat laut. Al-Zubaie terbunuh dalam serangan pada bulan Maret. Pada hari Senin, para pejabat Turki mengatakan bahwa mereka menangkap kakak perempuan al-Baghdadi di Azaz, wilayah barat laut Suriah.

Masih menurut Sajit, pemimpin ISIS juga menghubungi deputi puncaknya, Hajji Abdullah. Para pejabat Irak mengatakan al-Baghdadi menugaskannya untuk menangani sebagian besar urusan administrasi dan keuangan kelompok itu. Sajit yakin Hajji Abdullah sebenarnya adalah pria yang ISIS sebut sebagai penerus al-Baghdadi sebelum pembunuhannya, yang diidentifikasi sebagai Abu Ibrahim al-Hashemi Al-Qurayshi.
Hari-hari Terakhir al-Baghdadi ISIS Dihantui Pengkhianatan
Kompleks persembunyian al-Baghdadi yang diserang pasukan khusus AS. Foto/Twitter @CENTCOM

Para pejabat AS mengaku tidak tahu kapan al-Baghdadi tiba di Idlib, tetapi mereka mengatakan bahwa dia memilih lokasi Idlib karena itu adalah wilayah terakhir di luar kendali pemerintah Suriah. Pejabat Kurdi Suriah yang bersekutu dengan AS mengatakan bahwa mereka menghentikan pergerakan al-Baghdadi pada Mei, tetapi curiga dia pergi ke Idlib setelah jatuhnya wilayah terakhir ISIS pada akhir Maret. (Baca: Al-Baghdadi, Teroris Paling Dicari Dunia Ini Menyamar Jadi Orang Kaya )

Di sana, dia bersembunyi di sebuah kompleks di desa Barisha, sekitar 5 km dari perbatasan Suriah dengan Turki. Seperti banyak kota perbatasan Idlib, kota itu dipenuhi dengan orang-orang telantar dari seluruh Suriah dan dikelola oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), sebuah kelompok militan yang berafiliasi dengan al-Qaida dan merupakan rival ISIS.

Menurut beberapa warga setempat kepada AP, kompleks bangunan itu milik seorang pria bernama Abu Mohammed al-Halabi, yang adalah pedagang domba tetapi memiliki sedikit kontak dengan tetangganya. Mereka berbicara dengan syarat anonim karena khawatir mereka akan terancam dibunuh karena membicarakan situs tersebut. Para pejabat Irak mengatakan "teknisi" al-Baghdadi, yakni seorang pria yang mengurus logistiknya, tewas bersamanya dalam serangan itu.

Seorang penduduk mengatakan bahwa hampir selusin helikopter terbang di atas desa mereka sebelum pukul 23.00 malam pada malam serangan 26 Oktober yang dipimpin AS. (Baca juga: Bos ISIS al-Baghdadi Dikubur di Laut seperti Osama bin Laden )

“Kami pergi ke balkon untuk melihat dan mereka mulai menembak, dengan senapan otomatis. Jadi kami masuk dan bersembunyi," kata warga tersebut. Kemudian ada operasi udara di sebelah barat desa, ke arah rumah al-Halabi. Kemudian, orang-orang Amerika memperingatkan penduduk untuk pindah dari rumah karena mereka akan meledakkannya.

"Tidak ada yang benar-benar berharap al-Baghdadi ada di sini," kata seorang warga lainnya.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1903 seconds (0.1#10.140)