Ini 3 Tokoh Peneliti Kemiskinan Peraih Nobel Ekonomi
A
A
A
STOCKHOLM - Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia (Royal Swedish Academy of Science/RSAS) telah menyerahkan penghargaan Nobel Ekonomi kepada Abhijit Banerjee, Esther Duflo, dan Michael Kremer atas kontribusi mereka menyadarkan warga internasional terkait kondisi kemiskinan global, kemarin.
Nobel Ekonomi tidak diciptakan Alfred Nobel. Penghargaan itu dibuat bank sentral Swedia, Riksbanken, pada 1968. Peraih pertama Nobel Ekonomi ialah Ragnar Frisch (Norwegia) dan Jan Tinbergen (Belanda) atas keberhasilan mereka mengembangkan dan menerapkan model dinamika untuk menganalisis proses ekonomi.
Seperti dilansir The Guardian, Kremer bekerja di Universitas Harvard. Semenatra itu, Duflo, istri Banerjee yang sama-sama bekerja di Institut Teknologi Massachusetts (MIT) California, Amerika Serikat (AS), mengatakan timnya fokus meneliti dan memahami akar kemiskinan yang terkubur begitu dalam dan terkoneksi.
Menurut Duflo, para pembuat kebijakan terlalu sering mengeneralisasi rakyat miskin sebagai orang yang malas, putus asa, dan tidak mau berpikir panjang. Duflo, Banerjee, dan Kremer melakukan pendekatan yang lebih mendalam. Mereka membedah permasalahan satu per satu dan menganalisisnya seilmiah mungkin.
“Kami mengakui hasil kerja mereka memberikan dampak yang besar dan luas,” ungkap RSAS. “Meski dunia mengalami kemajuan dramatis, salah satu isu paling mendesak yang perlu kita selesaikan bersama ialah pengurangan kemiskinan global. Saat ini, lebih dari 700 juta orang tergolong ke dalam orang fakir miskin,”
Pernyataan RSAS bukan tanpa alasan. Setiap tahun, sekitar lima juta anak di bawah lima tahun meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah atau diobati, tapi tidak dapat dipenuhi akibat krisis ekonomi. Sekitar setengah dari jumlah anak-anak di dunia putus sekolah tanpa bisa menghitung atau membaca.
RSAS menyatakan Duflo, Banerjee, dan Kremer memperkenalkan pendekatan baru dalam mengatasi kemiskinan global, mulai dari peningkatan pendidikan hingga kesehatan anak-anak. Duflo dkk telah menggunakan pendekatan ini pada pertengahan 1990-an. Saat itu, dia melakukan penelitian di sekolah Kenya.
Selain meraih Nobel, RSAS juga akan memberikan hadiah uang SEK9 juta (Rp12,9 miliar), sebuah medali emas, dan gelar selama acara perayaan di Stockholm pada 10 Desember mendatang. “Ini merupakan sebuah pengumuman yang mengharukan. Kami merasa tidak percaya akan meraih penghargaan ini,” ujar Duflo.
Duflo merupakan perempuan kedua yang meraih penghargaan Nobel Ekonomi setelah Elinor Ostrom asal AS yang menganalisis tata kelola ekonomi, khususnya ekonomi bersama. Dia berharap dapat mewakili imej perempuan dan mendorong kaum perempuan untuk lebih banyak bergelut di bidang ekonomi.
“Saya berharap dapat menjadi inspirasi bagi banyak perempuan di dunia untuk tetap bekerja dan laki-laki untuk menghormati kaum perempuan karena kami adalah manusia. Lingkungan di bidang profesi ekonomi memang memerlukan peningkatan agar menjadi lebih baik, terutama bagi perempuan,” ujar Duflo.
Nobel Ekonomi tidak diciptakan Alfred Nobel. Penghargaan itu dibuat bank sentral Swedia, Riksbanken, pada 1968. Peraih pertama Nobel Ekonomi ialah Ragnar Frisch (Norwegia) dan Jan Tinbergen (Belanda) atas keberhasilan mereka mengembangkan dan menerapkan model dinamika untuk menganalisis proses ekonomi.
Seperti dilansir The Guardian, Kremer bekerja di Universitas Harvard. Semenatra itu, Duflo, istri Banerjee yang sama-sama bekerja di Institut Teknologi Massachusetts (MIT) California, Amerika Serikat (AS), mengatakan timnya fokus meneliti dan memahami akar kemiskinan yang terkubur begitu dalam dan terkoneksi.
Menurut Duflo, para pembuat kebijakan terlalu sering mengeneralisasi rakyat miskin sebagai orang yang malas, putus asa, dan tidak mau berpikir panjang. Duflo, Banerjee, dan Kremer melakukan pendekatan yang lebih mendalam. Mereka membedah permasalahan satu per satu dan menganalisisnya seilmiah mungkin.
“Kami mengakui hasil kerja mereka memberikan dampak yang besar dan luas,” ungkap RSAS. “Meski dunia mengalami kemajuan dramatis, salah satu isu paling mendesak yang perlu kita selesaikan bersama ialah pengurangan kemiskinan global. Saat ini, lebih dari 700 juta orang tergolong ke dalam orang fakir miskin,”
Pernyataan RSAS bukan tanpa alasan. Setiap tahun, sekitar lima juta anak di bawah lima tahun meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah atau diobati, tapi tidak dapat dipenuhi akibat krisis ekonomi. Sekitar setengah dari jumlah anak-anak di dunia putus sekolah tanpa bisa menghitung atau membaca.
RSAS menyatakan Duflo, Banerjee, dan Kremer memperkenalkan pendekatan baru dalam mengatasi kemiskinan global, mulai dari peningkatan pendidikan hingga kesehatan anak-anak. Duflo dkk telah menggunakan pendekatan ini pada pertengahan 1990-an. Saat itu, dia melakukan penelitian di sekolah Kenya.
Selain meraih Nobel, RSAS juga akan memberikan hadiah uang SEK9 juta (Rp12,9 miliar), sebuah medali emas, dan gelar selama acara perayaan di Stockholm pada 10 Desember mendatang. “Ini merupakan sebuah pengumuman yang mengharukan. Kami merasa tidak percaya akan meraih penghargaan ini,” ujar Duflo.
Duflo merupakan perempuan kedua yang meraih penghargaan Nobel Ekonomi setelah Elinor Ostrom asal AS yang menganalisis tata kelola ekonomi, khususnya ekonomi bersama. Dia berharap dapat mewakili imej perempuan dan mendorong kaum perempuan untuk lebih banyak bergelut di bidang ekonomi.
“Saya berharap dapat menjadi inspirasi bagi banyak perempuan di dunia untuk tetap bekerja dan laki-laki untuk menghormati kaum perempuan karena kami adalah manusia. Lingkungan di bidang profesi ekonomi memang memerlukan peningkatan agar menjadi lebih baik, terutama bagi perempuan,” ujar Duflo.
(don)