Konjen New York Bakal Rintis Smart Consulate Office
A
A
A
JAKARTA - Konjen RI New York yang baru telah ditunjuk Kementerian Luar Negeri (Kemlu) beberapa waktu lalu. Konjen RI New York yang baru, Arifi Saiman akan memulai tugasnya dengan merintis Smart Consulate Office (SCO). Dengan SCO ini diharapkan mempermudah warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri menerima pelayanan dari KJRI New York.
Arifi yang sebelumnya merupakan Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) itu akan mulai bertugas Oktober ini. “Kan ini zamannya smartphone, saya punya obsesi untuk membangun Smart Consulate Office. Saya ingin ada layanan itu, sehingga memudahkan orang,” katanya saat audiensi dengan tim redaksi KORAN SINDO dan SINDOnews di Kantor Kemenlu, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, SCO merupakan hal baru karena belum pernah diterapkan di KJRI manapun. Namun begitu, di tataran kedutaan sudah dimulai oleh KBRI Singapura dengan Smart Embassy. “KBRI Singapura sudah ada Smart Embassy. Kalau di Konsulat belum ada. Tentunya ini program jangka panjang. Kita kan bangun sistem dari awal,” ungkapnya.
Dalam tahap awal tugasnya, Arifi akan melihat terlebih dahulu seberapa responsif staf KJRI New York dalam memberikan pelayanan kepada WNI. Dengan begitu ia akan mengetahui langkah apa yang akan diambil untuk meningkatkan layanan.
“Saya ingin coba saat mendarat mau telepon staf di sana. Mau lihat bagaimana responnya. Kalau tidak responsif ya harus saya buat responsif,” tuturnya.
KJRI New York membawahi 15 negara bagian. Dia menyebutkan bahwa WNI di New York berjumlah kurang lebih dari 17.000 orang.
“Saya akan tekankan pada setiap staf untuk merespon WNI dengan baik selama 24 jam. Karena kalau yang mengalami kesusahan di negara lain kita atau saudara kita terus minta bantuan KJRI tidak direspon pasti jengkel. Nanti hotline KJRI akan kami sebar. Kita akan berikan yang terbaik,” paparnya.
Lebih lanjut Arifi juga akan fokus pada diplomasi ekonomi. Menurutnya hal ini menjadi prioritas seluruh perwakilan Kemlu di luar negeri.
“KJRI New York ini memang membawahi wilayah yang tidak begitu besar. Tapi jantungnya di sini. Seperti pusat kapital kan di New York. Jadi tentu kita akan gali terus potensi ekonominya,” ujar alumnus Universitas Negeri Jember (Unej) ini.
Ia mengatakan bahwa perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) saat ini surplus. Di tengah perang dagang AS-China, Indonesia masih tetap bisa mengambil potensi ekonomi yang ada.
“Potensi itu pasti ada. Kita akan lihat mana China yang tidak masuk, tapi kita bisa masuk. Ini bisa jadi peluang kita. Sebenarnya serumit apapun sebuah negara pasti ada potensinya. Seperti Somalia kan failed state tapi duitnya buatan Solo. Peluang-peluang ini yang akan kita cari,” ujarnya.
Arifi pun berniat bekerja sama dengan startup milik Indonesia, seperti Traveloka dan Bukalapak. Menurutnya potensi pasar di luar negeri sangatlah besar. “Kita kerja samakan dengan mitra setempat. Saya masih lakukan pertemuan dengan start up-start up tersebut,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur Konten, Regional dan Sirkulasi SINDO Media Pung Purwanto menilai pelayanan KJRI ke depan memang dituntut untuk lebih responsif. Ia mengaku pernah mengalami random check di Bandara Internasional John F Kennedy, New York.“(Layanan) itu harus 24 jam karena waktu setiap orang berbeda-beda. Karena memang di negara orang pasti panik jika terjadi sesuatu,” katanya. Pada kesempatan itu Pung mengatakan bahwa SINDO Media siap bekerja sama terkait dengan informasi WNI di luar negeri, khususnya New York.
Arifi yang sebelumnya merupakan Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) itu akan mulai bertugas Oktober ini. “Kan ini zamannya smartphone, saya punya obsesi untuk membangun Smart Consulate Office. Saya ingin ada layanan itu, sehingga memudahkan orang,” katanya saat audiensi dengan tim redaksi KORAN SINDO dan SINDOnews di Kantor Kemenlu, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan, SCO merupakan hal baru karena belum pernah diterapkan di KJRI manapun. Namun begitu, di tataran kedutaan sudah dimulai oleh KBRI Singapura dengan Smart Embassy. “KBRI Singapura sudah ada Smart Embassy. Kalau di Konsulat belum ada. Tentunya ini program jangka panjang. Kita kan bangun sistem dari awal,” ungkapnya.
Dalam tahap awal tugasnya, Arifi akan melihat terlebih dahulu seberapa responsif staf KJRI New York dalam memberikan pelayanan kepada WNI. Dengan begitu ia akan mengetahui langkah apa yang akan diambil untuk meningkatkan layanan.
“Saya ingin coba saat mendarat mau telepon staf di sana. Mau lihat bagaimana responnya. Kalau tidak responsif ya harus saya buat responsif,” tuturnya.
KJRI New York membawahi 15 negara bagian. Dia menyebutkan bahwa WNI di New York berjumlah kurang lebih dari 17.000 orang.
“Saya akan tekankan pada setiap staf untuk merespon WNI dengan baik selama 24 jam. Karena kalau yang mengalami kesusahan di negara lain kita atau saudara kita terus minta bantuan KJRI tidak direspon pasti jengkel. Nanti hotline KJRI akan kami sebar. Kita akan berikan yang terbaik,” paparnya.
Lebih lanjut Arifi juga akan fokus pada diplomasi ekonomi. Menurutnya hal ini menjadi prioritas seluruh perwakilan Kemlu di luar negeri.
“KJRI New York ini memang membawahi wilayah yang tidak begitu besar. Tapi jantungnya di sini. Seperti pusat kapital kan di New York. Jadi tentu kita akan gali terus potensi ekonominya,” ujar alumnus Universitas Negeri Jember (Unej) ini.
Ia mengatakan bahwa perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) saat ini surplus. Di tengah perang dagang AS-China, Indonesia masih tetap bisa mengambil potensi ekonomi yang ada.
“Potensi itu pasti ada. Kita akan lihat mana China yang tidak masuk, tapi kita bisa masuk. Ini bisa jadi peluang kita. Sebenarnya serumit apapun sebuah negara pasti ada potensinya. Seperti Somalia kan failed state tapi duitnya buatan Solo. Peluang-peluang ini yang akan kita cari,” ujarnya.
Arifi pun berniat bekerja sama dengan startup milik Indonesia, seperti Traveloka dan Bukalapak. Menurutnya potensi pasar di luar negeri sangatlah besar. “Kita kerja samakan dengan mitra setempat. Saya masih lakukan pertemuan dengan start up-start up tersebut,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur Konten, Regional dan Sirkulasi SINDO Media Pung Purwanto menilai pelayanan KJRI ke depan memang dituntut untuk lebih responsif. Ia mengaku pernah mengalami random check di Bandara Internasional John F Kennedy, New York.“(Layanan) itu harus 24 jam karena waktu setiap orang berbeda-beda. Karena memang di negara orang pasti panik jika terjadi sesuatu,” katanya. Pada kesempatan itu Pung mengatakan bahwa SINDO Media siap bekerja sama terkait dengan informasi WNI di luar negeri, khususnya New York.
(poe)