Musk-Zuckerberg Kembangkan Simbiosis AI-Otak Manusia

Kamis, 10 Oktober 2019 - 07:10 WIB
Musk-Zuckerberg Kembangkan Simbiosis AI-Otak Manusia
Musk-Zuckerberg Kembangkan Simbiosis AI-Otak Manusia
A A A
LONDON - Bisakah otak manusia dipadupadankan dengan kecerdasan buatan atau artificial intelligence(AI)? Dalam kacamata miliarder Elon Musk, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Dia bahkan sudah memulai langkah untuk mewujudkannya.

Melalui perusahaan teknologi yang didirikannya pada 2016, Musk fokus mengembangkan chip di otak manusia. Teknologi itu bertujuan menciptakan simbiosis hibrida antara manusia dan AI. Chip itu juga bisa merekam aktivitas otak dan melakukan simulasi.

Ternyata langkah serupa dipikirkan pendiri Facebook Mark Zuckerberg. Dia juga telah mendiskusikan upaya interface otak dan komputer yang akan diintegrasikan dengan produk virtual reality (VR) dan augmented reality (AR) milik Facebook. Musk menunjukkan keseriusannya untuk mewujudkan visi tersebut.

Itu menjadi ambisi besar Musk setelah dia sukses dengan mobil Tesla, perusahaan eksplorasi antariksa SpaceX hingga sistem transportasi bawah tanah. Dia berharap mampu mewujudkannya dengan tujuan teknologi tersebut bisa digunakan orang yang mengalami gangguan syaraf.

Teknologi itu juga bisa menjadikan manusia bersimbiosis dengan AI. “Alat tersebut bisa merawat kondisi orang yang mengalami parkinson,” katanya seperti dilansir Business Insider. Selain itu teknologi tersebut diharapkan bisa menolong orang lumpuh untuk berkomunikasi dengan bantuan komputer. “Itu menjadi simbiosis antara manusia dan AI,” sebutnya.

Neuralink yang didirikan Musk pada 2016 memang baru diketahui publik pada 2017 ketika Wall Street Journal mengungkapnya ke publik. Saat itu dia mengatakan ingin mendirikan perusahaan yang mampu menggabungkan otak manusia dan komputer. Pada Juli lalu para eksekutif Neuralink dan Musk memberikan presentasi tentang perkembangan perusahaan dan temuannya.

Mereka mengungkapkan perihal microchip yang bisa dipasang di belakang telinga dan mengandung elektroda yang terkoneksi ke otak. Para ilmuwan juga menciptakan alat yang mampu menginterpretasikan aktivitas otak dan menstimulasi syaraf di otak.

Demonstrasi yang dilakukan teknologi itu adalah ketika seorang pasien yang lumpuh mampu menggerakkan lengan robot. Neuralink akan memulai uji coba pada manusia sebelum akhir tahun depan. Setelah uji coba sukses, alat tersebut bisa diproduksi massal. Namun kapan alat itu ditargetkan bisa diluncurkan, Musk tidak mengungkapkannya.

Asisten profesor neurobiologi di Universitas California, Andrew Hires, mengakui ide Musk itu memang terkesan bombastis. Namun itu memiliki aspek yang realistis. Dia menunjuk upaya koneksi ke otak dengan kabel yang memiliki ukuran lebih kecil daripada rambut sehingga tidak menimbulkan kerusakan otak. “Mereka (Neuralink) mengutamakan inovasi untuk menarik minat pelanggan,” ujarnya.

Dia juga tidak memungkiri kemungkinan chip Neuralink bisa menginterpretasikan aktivitas otak yang diperoleh dari elektroda. Permasalahannya adalah sinyal listrik yang keluar dari otak karena bentuknya yang sangat kecil. Sinyal itu bisa terdistorsi oleh suara. “Jika kamu ingin mendigitalisasi sinyal, perlu sumber yang sedekat mungkin,” ujar Hires.

Karena itu Hire yakin inovasi Neuralink memang bisa digunakan untuk membantu pasien parkinson dan alzeimer. Namun mengenai upaya Neuralink untuk menguasai kesadaran manusia dengan AI, Hire mengaku sangat skeptis atas hal itu. “Saya kira Musk telah masuk ke dunia fantasi ketika mengintegrasikan kesadaran manusia dengan AI. Sangat sulit untuk memprediksi bagaimana teknologi bisa berubah dalam 20 tahun mendatang,” ujarnya.

Sementara itu ide Zuckerberg untuk menyimbiosiskan antara AI dan manusia memang mengekor kepada Musk. Hal itu berawal dari pertemuan pada Juli lalu ketika Zuckerberg ditanya oleh pegawai Facebook tentang kemungkinan ide bisnis pengembangan simbiosis AI dan produk Facebook lainnya.

Zuckerberg menegaskan bahwa perusahaan mungkin akan mengintegrasikan teknologi serupa yang dikembangkan Musk. “Saya pikir AR dan VR akan terkoneksi langsung dengan otak. Tapi kita tidak akan menggunakan pendekatan besar-besaran, melainkan akan sangat senang dengan kemajuan riset tentang hal itu yang telah kita lakukan,” paparnya.

Kapan targetnya? “Kita akan mencoba membuat AR dan VR menjadi hal besar dalam 5–10 tahun mendatang,” ujarnya. Dia mengungkapkan ketika Facebook melakukan operasi bedah otak, dirinya tidak ingin dipanggil anggota Kongres Amerika Serikat lagi. Dia tidak ingin penelitian simbiosis otak dan AI akan menjadi polemik.

Sebagai langkah pendukung, Facebook mengakuisisi CTRL Labs, sebuah startup yang mengembangkan wristband yang mampu membaca sinyal listrik. Hal itu bisa dikembangkan menjadi sistem bagi VR dan pelacakan sidik jari berdasarkan kamera. CTRL Labs mungkin akan mengembankan teknologi berbasis AI lainnya dengan basis interaksi.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3071 seconds (0.1#10.140)