Aktivis Remaja Juga Bisa Mengguncang Dunia

Kamis, 03 Oktober 2019 - 08:54 WIB
Aktivis Remaja Juga Bisa Mengguncang Dunia
Aktivis Remaja Juga Bisa Mengguncang Dunia
A A A
NEW YORK - Aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg, menjadi nominasi kuat untuk meraih Nobel Perdamaian yang akan diumumkan pada pertengahan atau akhir bulan ini. Perjuangannya mampu menjadi magnet gerakan untuk mempengaruhi kepedulian publik dan menekan pemimpin pemerintahan di seluruh dunia tentang perubahan iklim.

Gadis berusia 16 tahun itu jika diumumkan menjadi peraih Nobel Perdamaian, maka dia akan menjadi peraih Nobel termuda. Dia dianggap sebagai aktivis remaja yang berani mengkritik para pemimpin dunia, termasuk Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Dia mengkritik banyak pemimpin dunia tidak mendukung program perang melawan perubahan iklim. Seruan Thunberg pun menjadi kritikan tajam yang mengingatkan publik.

Dukungan bagi Thunberg untuk meraih Nobel Perdamaian juga diserukan Leymah Gbowee, peraih Nobel Perdamaian tahun lalu. "Anak muda sekarang bergerak untuk mengubah dunia untuk kebaikan," kata Gbowee. Dia mengungkapkan, isu global saat ini sudah menjadi hal yang personal. "Jika kamu menjelaskan dampak personal tentang isu, masyarakat akan bangkit an kemudian perubahan akan terjadi," katanya.

Namun, banyak kritik mengarah kepadanya kalau Thunberg dibayar oleh orang tertentu untuk gerakannya. Namun, dia menegaskan dirinya tidak dibayar oleh siapapun. "Tidak ada orang di belakang saya, kecuali saya sendiri. Orang tua saya juga bukan aktivis lingkungan," katanya dilansir dari akun Facebook-nya.

Sebenarnya, aktivis remaja yang menyuarakan kepedulian terhadpa perubahan iklim bukan Thunberg sendirian. Di Brasil, Artemisa Zakriaba, 19, pemimpin pemuda Amazon juga menjadi anggota aliansi yang melindungi 600 juta hektar hutan. Dia berkampanye tentang dampak perubahan iklim di Amazon.

Wu Guanzhou, 17, dari China, juga menjadi pejuang yang membantu masyarakat melaporkan kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan pabrik. Dia membangun kesadaran tentang dampak perubahan iklim di negera yang otoriter. Dia pun mendapatkan perlawanan saat demonstrasi dari aparat keamanan. Namun, dia tidak gentar. Kemudian, Dari Rusia, Margarita Naumenko, 15, merupakan aktivis remaja yang sangat populer. Dia memimpin demonstrasi yang sebenarnya dilarang oleh pemerintah.

Aktivisme remaja memang dibingkai media untuk mendorong semangat anak muda. Namun, gerakan tersebut umumnya dijalankan para profesional dan aktivis senior untuk menggunakan anak-anak sebagai alat untuk menyukseskan agenda mereka.

"Thuberg menjadi alat bagi aktivis profesional," pengamat Pusat Hukum Universitas Georgetown, William Stuart, dilansir Wall Street Journal. Dia mengungkapkan, popularitas Thunberg juga didukung karena dia menderita sindrom Asperger dan kisah hitamnya yang terus dieksploitasi.

Pandangan berbeda datang dari Alan Taylor, pakar lingkungan dari Universitas Commonwealth Virginia. Dia mengungkapkan, Thunberg memiliki keunikan karena aksinya sebagai orang biasa dan mampu menggerakkan banyak orang di seluruh dunia. "Jika Thunberg dan kawan-kawannya terus mambangun momentum untuk perjuangannya, para pemimpin dunia mungkin akan menuruti keinginan mereka," jelasnya.

Kepopuleran Thunberg juga mendapatkan simpati komunitas internasional ketika banyak media tidak memberikan perhatian terhadap aktivis dewasa dan berpendidikan. "Kepopuleran Thunberg menunjukkan pemerintah tidak mampu bekerja dengan baik mengatasi perubahan iklim," papar Jake Selikovitz dari Santa Monica Community College.

Selain Thunberg, banyak juga aktivis lingkungan hidup lain yang populer, di antaranya Jamie Margolin, 17. Margolin mulai menggelar aksi demonstrasi massal dan melobi organisasi pada usia 14 tahun di kotanya, Seattle, Washington. Dia semakin frustasi setelah ternyata minim sekali kepedulian terhadap perubahan iklim. Dia pun mendirikan Zero Hour, sebuah gerakan perubahan iklim anak muda untuk menekankan pentingnya pemahaman dampak perubahan iklim ke seluruh komunitas di seluruh dunia.

Selain itu, Isra Hirsi, 16,merupakan putrid tertua anggota parlemen Amerika Serikat (AS) asal Minnesota, Ilhan Omar. Namun, Hirsi membangun reputasinya sendiri sebagai aktivis perubahan iklim. Suaranya tentang agenda perubahan iklim didengar oleh anggota parlemen lokal dan nasional. Dia mendirikan US Youth Climate Strike pada Januari lalu. Dia mampu menjadi pemain kunci mengembangkan organisasi dengan anggota 1,6 juta siswa di 120 negara.

Kemudian, Mari Copeny, 11 , atau dikenal dengan “Little Miss Flint” dikenla publik saat berusia delapan tahun pada Maret 2016. Saat itu, dia mengirim surat kepada Presiden Barack Obama tentang krisis air di Flint, Michigan. Setelah membaca surat itu, Obama terbang ke Flint dan isu tersebut menjadi perhatian nasional. Setelah itu, dia sering tampil dalam berbagai gerakan seperti Peoples Climate March dan kampanye tentang air bersih. (Andika H Mustaqim)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6333 seconds (0.1#10.140)