Polisi Irak Tembaki Demonstran, 10 Tewas dan 200 Lebih Terluka
A
A
A
BAGHDAD - Pasukan keamanan Irak dilaporkan menembaki demonstran di Baghdad tengah. Beberapa saksi mengatakan lebih dari 10 orang tewas dan sekitar 286 lainnya terluka.
Polisi anti huru hara melepaskan berondongan peluru dan granat setrum serta peluru karet untuk menghentikan para demonstran menyeberangi jembatan di atas Sungai Tigris ke Zona Hijau dari Tahrir Square. Para demonstran memprotes pengangguran, korupsi pemerintah, dan kurangnya listrik dan air.
Untuk diketahui banyak menteri, pejabat senior, dan pemerintah berlokasi di Zona Hijau.
Ketika para demonstran berkumpul di lapangan meneriakkan slogan-slogan anti pemerintah, polisi anti huru hara mencoba untuk membubarkan mereka, mengacaukan sebagian besar pemrotes pria muda yang beberapa di antaranya menutup wajah dengan syal. Para pengunjuk rasa lainnya menanggapi dengan melemparkan batu ke pasukan keamanan dan melambaikan bendera Irak di atas mobil meriam air. Para pria muda terlihat di bawa pergi, beberapa di antaranya berdarah.
Seorang dokter di Medical City, sebuah kompleks rumah sakit terdekat, mengatakan ia telah melihat empat mayat, tetapi jumlah total orang yang meninggal yang dirawat di rumah sakitnya paling sedikit 10. Angka ini dikonfirmasi dari catatan malam itu oleh penasihat pemerintah, mengutip sistem berita rahasia yang digunakan oleh pejabat pemerintah yang ia akses seperti dikutip dari Independent, Selasa (2/10/2019).
Suara tembakan senapan mesin terdengar di seluruh kota setelah kegelapan malam turun, dengan jalan-jalan utama ditutup oleh dinas keamanan. Pada pukul 22.30 waktu setempat tembakan tidak lagi terdengar dan lalu lintas jarang terdengar.
Itu adalah kekerasan sipil terburuk yang pernah terjadi selama bertahun-tahun di Ibu Kota Irak, meskipun telah terbiasa dengan ledakan bom yang telah mereda sejak 2016.
Tahun ini juga terjadi sejumlah aksi protes massa terhadap kurangnya pasokan listrik dan kurangnya lahan pekerjaan yang memuncak pada tahun lalu di Basra di mana para pengunjuk rasa mengambil alih kota.
Aksi demonstrasi yang terjadi di Baghdad masuk dalam skala kecil menurut standar keamanan Irak - sekitar 3.000 orang - tetapi reaksi berlebihan pihak keamanan dapat menyebabkan gelombang demonstrasi baru dalam beberapa hari ke depan. Mungkin saja pemerintah meminimalkan jumlah korban untuk menghindari reaksi yang populer.
Dalam sebuah tweet, ulama nasionalis populis Syiah Muqtada al-Sadr meminta para pemimpin pemerintah untuk meluncurkan penyelidikan dalam bentrokan tersebut. Di masa lalu puluhan ribu pengikutnya telah bergabung dengan protes anti-korupsi, sehingga tidak mungkin bagi pemerintah untuk menekan mereka.
Sebuah pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh kementerian dalam negeri dan kesehatan Irak mengatakan dua orang tewas dan 200 lainnya luka-luka, termasuk 40 anggota pasukan keamanan di Baghdad dan kota-kota lain. Dikatakan pemerintah Irak "menyesali" terjadinya kekerasan yang menyertai aksi protes di Baghdad dan beberapa provinsi lainnya. Pemerintah Irak menyalahkan "sekelompok perusuh", sambil menyerukan agar tenang dan menahan diri.
Aksi penembakan terhadap demonstran ini dapat memicu krisis bagi perdana menteri irak Adel Abdul-Mahdi, yang telah bertahan lebih lama dari yang diperkirakan. Mahdi telah berada di bawah tekanan karena memecat komandan tentara yang populer dan kepala Dinas Anti Teror, Letnan Jenderal Abdul-Wahab al-Saadi.
Saadi dianggap oleh banyak warga Irak sebagai pahlawan militer setelah mengalahkan ISIS dalam pengepungan selama sembilan bulan di Mosul yang berakhir pada 2017.
Perdana Menteri Irak sebelumnya, Haider al-Abadi, jatuh karena ketidakmampuannya untuk mengatasi protes massa di Basra.
Polisi anti huru hara melepaskan berondongan peluru dan granat setrum serta peluru karet untuk menghentikan para demonstran menyeberangi jembatan di atas Sungai Tigris ke Zona Hijau dari Tahrir Square. Para demonstran memprotes pengangguran, korupsi pemerintah, dan kurangnya listrik dan air.
Untuk diketahui banyak menteri, pejabat senior, dan pemerintah berlokasi di Zona Hijau.
Ketika para demonstran berkumpul di lapangan meneriakkan slogan-slogan anti pemerintah, polisi anti huru hara mencoba untuk membubarkan mereka, mengacaukan sebagian besar pemrotes pria muda yang beberapa di antaranya menutup wajah dengan syal. Para pengunjuk rasa lainnya menanggapi dengan melemparkan batu ke pasukan keamanan dan melambaikan bendera Irak di atas mobil meriam air. Para pria muda terlihat di bawa pergi, beberapa di antaranya berdarah.
Seorang dokter di Medical City, sebuah kompleks rumah sakit terdekat, mengatakan ia telah melihat empat mayat, tetapi jumlah total orang yang meninggal yang dirawat di rumah sakitnya paling sedikit 10. Angka ini dikonfirmasi dari catatan malam itu oleh penasihat pemerintah, mengutip sistem berita rahasia yang digunakan oleh pejabat pemerintah yang ia akses seperti dikutip dari Independent, Selasa (2/10/2019).
Suara tembakan senapan mesin terdengar di seluruh kota setelah kegelapan malam turun, dengan jalan-jalan utama ditutup oleh dinas keamanan. Pada pukul 22.30 waktu setempat tembakan tidak lagi terdengar dan lalu lintas jarang terdengar.
Itu adalah kekerasan sipil terburuk yang pernah terjadi selama bertahun-tahun di Ibu Kota Irak, meskipun telah terbiasa dengan ledakan bom yang telah mereda sejak 2016.
Tahun ini juga terjadi sejumlah aksi protes massa terhadap kurangnya pasokan listrik dan kurangnya lahan pekerjaan yang memuncak pada tahun lalu di Basra di mana para pengunjuk rasa mengambil alih kota.
Aksi demonstrasi yang terjadi di Baghdad masuk dalam skala kecil menurut standar keamanan Irak - sekitar 3.000 orang - tetapi reaksi berlebihan pihak keamanan dapat menyebabkan gelombang demonstrasi baru dalam beberapa hari ke depan. Mungkin saja pemerintah meminimalkan jumlah korban untuk menghindari reaksi yang populer.
Dalam sebuah tweet, ulama nasionalis populis Syiah Muqtada al-Sadr meminta para pemimpin pemerintah untuk meluncurkan penyelidikan dalam bentrokan tersebut. Di masa lalu puluhan ribu pengikutnya telah bergabung dengan protes anti-korupsi, sehingga tidak mungkin bagi pemerintah untuk menekan mereka.
Sebuah pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh kementerian dalam negeri dan kesehatan Irak mengatakan dua orang tewas dan 200 lainnya luka-luka, termasuk 40 anggota pasukan keamanan di Baghdad dan kota-kota lain. Dikatakan pemerintah Irak "menyesali" terjadinya kekerasan yang menyertai aksi protes di Baghdad dan beberapa provinsi lainnya. Pemerintah Irak menyalahkan "sekelompok perusuh", sambil menyerukan agar tenang dan menahan diri.
Aksi penembakan terhadap demonstran ini dapat memicu krisis bagi perdana menteri irak Adel Abdul-Mahdi, yang telah bertahan lebih lama dari yang diperkirakan. Mahdi telah berada di bawah tekanan karena memecat komandan tentara yang populer dan kepala Dinas Anti Teror, Letnan Jenderal Abdul-Wahab al-Saadi.
Saadi dianggap oleh banyak warga Irak sebagai pahlawan militer setelah mengalahkan ISIS dalam pengepungan selama sembilan bulan di Mosul yang berakhir pada 2017.
Perdana Menteri Irak sebelumnya, Haider al-Abadi, jatuh karena ketidakmampuannya untuk mengatasi protes massa di Basra.
(ian)