PTRI Jenewa Sayangkan Pembelaan 5 Pakar HAM PBB pada Veronica Koman
A
A
A
JAKARTA - Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) Jenewa menyayangkan sikap lima Pelapor Khusus HAM PBB yang terkesan membela pengacara dan aktivis HAM Veronica Koman. Veronica yang mengadvokasi para mahasiswa Papua sedang dikejar Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur dengan berbagai tuduhan itu dan kini berada di Sydney, Australia.
Pada hari Senin lima pakar HAM PBB menerbitkan news release (NR) yang berisi seruan kepada pemerintah Indonesia untuk melindungi hak-hak Veronica Koman dan aktivis lainnya yang mengadvokasi demonstran Papua Barat.
"Kami menyerukan langkah-langkah segera untuk memastikan perlindungan kebebasan berekspresi dan mengatasi tindakan pelecehan, intimidasi, campur tangan, pembatasan yang tidak semestinya, dan ancaman terhadap mereka yang melaporkan protes," kata para pakar HAM PBB.
PTRI menyayangkan NR tersebut dengan berbagai alasan. "NR tersebut dipandang tidak berimbang, tidak akurat dan hanya fokus pada satu aspek HAM," kata PTRI Jenewa dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews.com, Selasa (17/9/2019).
Menurut PTRI Jenewa, NR tersebut tidak mencerminkan secara menyeluruh upaya Indonesia untuk terus menjamin hak konstitusional warga negara Indonesia terkait kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka publik secara damai dan kesetaraan di hadapan hukum. (Baca: Surati Jokowi, Firma Hukum Asing Intervensi Kasus Veronica Koman )
"Upaya penegakan hukum yang tengah berlangsung tidak ditujukan kepada status VK yang mengaku sebagai pembela HAM/Human Right Defender," lanjut PTRI Jenewa. Menurut PTRI Jenewa, VK diproses hukum oleh polisi Indonesia karena menyebarkan berita bohong atas hoaks terkait masalah Papua Barat.
Meskipun demikian, PTRI Jenewa menyambut baik adanya pengakuan dari 5 (lima) Pelapor Khusus terhadap sejumlah upaya Pemerintah Indonesia menghadapi persoalan tersebut, termasuk dalam menangani tindak rasisme dan kebijakan pembatasan internet sebagaimana juga tercantum NR tersebut.
Terkait pandangan lima Pelapor Khusus PBB, PTRI Jenewa telah menjelaskan langsung setelah diketahui bahwa akan diterbitkannya NR. Penjelasan itu mencakup berbagai perkembangan penanganan, termasuk kebijakan pencabutan pembatasan Internet yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia seiring dengan telah kondusifnya situasi di Papua. Penjelasan itu disampaikan kepada Kantor Divisi Prosedur Khusus HAM KTHAM sebagai penghubung kerja SPMH dan Pelapor Khusus HAM PBB. (Baca juga: RI Ancam Verconica Koman dengan Red Notice Interpol, Ini Respons Australia )
"PTRI Jenewa tegaskan bahwa insiden terbatas tindak rasisme yang terjadi di Malang dan Surabaya sangat disesalkan karena telah menimbulkan keresahan kepada seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah dan semua elemen masyarakat, baik di tingkat pusat dan lokal, terus melakukan upaya untuk membuat situasi kembali kondusif, terutama di Papua dan Papua Barat," imbuh PTRI Jenewa.
Polda Jawa Timur juga menyesalkan sikap lima pakar HAM PBB yang membela Veronica Koman dengan dalih perempuan tersebut aktivis HAM. Menurut polisi, sikap para ahli HAM PBB merupakan intervensi terhadap proses hukum yang sedang ditegakkan polisi.
Pada hari Senin lima pakar HAM PBB menerbitkan news release (NR) yang berisi seruan kepada pemerintah Indonesia untuk melindungi hak-hak Veronica Koman dan aktivis lainnya yang mengadvokasi demonstran Papua Barat.
"Kami menyerukan langkah-langkah segera untuk memastikan perlindungan kebebasan berekspresi dan mengatasi tindakan pelecehan, intimidasi, campur tangan, pembatasan yang tidak semestinya, dan ancaman terhadap mereka yang melaporkan protes," kata para pakar HAM PBB.
PTRI menyayangkan NR tersebut dengan berbagai alasan. "NR tersebut dipandang tidak berimbang, tidak akurat dan hanya fokus pada satu aspek HAM," kata PTRI Jenewa dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews.com, Selasa (17/9/2019).
Menurut PTRI Jenewa, NR tersebut tidak mencerminkan secara menyeluruh upaya Indonesia untuk terus menjamin hak konstitusional warga negara Indonesia terkait kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka publik secara damai dan kesetaraan di hadapan hukum. (Baca: Surati Jokowi, Firma Hukum Asing Intervensi Kasus Veronica Koman )
"Upaya penegakan hukum yang tengah berlangsung tidak ditujukan kepada status VK yang mengaku sebagai pembela HAM/Human Right Defender," lanjut PTRI Jenewa. Menurut PTRI Jenewa, VK diproses hukum oleh polisi Indonesia karena menyebarkan berita bohong atas hoaks terkait masalah Papua Barat.
Meskipun demikian, PTRI Jenewa menyambut baik adanya pengakuan dari 5 (lima) Pelapor Khusus terhadap sejumlah upaya Pemerintah Indonesia menghadapi persoalan tersebut, termasuk dalam menangani tindak rasisme dan kebijakan pembatasan internet sebagaimana juga tercantum NR tersebut.
Terkait pandangan lima Pelapor Khusus PBB, PTRI Jenewa telah menjelaskan langsung setelah diketahui bahwa akan diterbitkannya NR. Penjelasan itu mencakup berbagai perkembangan penanganan, termasuk kebijakan pencabutan pembatasan Internet yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia seiring dengan telah kondusifnya situasi di Papua. Penjelasan itu disampaikan kepada Kantor Divisi Prosedur Khusus HAM KTHAM sebagai penghubung kerja SPMH dan Pelapor Khusus HAM PBB. (Baca juga: RI Ancam Verconica Koman dengan Red Notice Interpol, Ini Respons Australia )
"PTRI Jenewa tegaskan bahwa insiden terbatas tindak rasisme yang terjadi di Malang dan Surabaya sangat disesalkan karena telah menimbulkan keresahan kepada seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah dan semua elemen masyarakat, baik di tingkat pusat dan lokal, terus melakukan upaya untuk membuat situasi kembali kondusif, terutama di Papua dan Papua Barat," imbuh PTRI Jenewa.
Polda Jawa Timur juga menyesalkan sikap lima pakar HAM PBB yang membela Veronica Koman dengan dalih perempuan tersebut aktivis HAM. Menurut polisi, sikap para ahli HAM PBB merupakan intervensi terhadap proses hukum yang sedang ditegakkan polisi.
(mas)