Pakistan Peringatkan Genosida di Kashmir

Rabu, 11 September 2019 - 12:32 WIB
Pakistan Peringatkan Genosida di Kashmir
Pakistan Peringatkan Genosida di Kashmir
A A A
JENEWA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Pakistan Shah Mehmood Qureshi mengatakan di forum Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa pendudukan militer ilegal India di Kashmir memicu ancaman genosida.

India mencabut otonomi Kashmir yang dikontrolnya pada 5 Agustus. Kashmir yang dihuni 8 juta jiwa itu menjadi pusat konflik antara India dan Pakistan.

“Kesedihan dan trauma yang dialami kota, pegunungan, dataran dan lembah Jammu serta Kashmir yang diduduki India bergema hari ini, dengan ingatan sedih Rwanda, Srebrenica, Rohingya dan Gujarat,” ungkap Qureshi saat pertemuan Dewan HAM PBB di Jenewa, kemarin, dilansir Reuters.

Dia menambahkan, “Warga Jammu dan Kashmir yang diduduki India memahami yang terburuk. Saya ngeri menyebut kata genosida di sini, tapi saya harus, rakyat Kashmir di wilayah pendudukan, sebagai bangsa, etnik, ras dan kelompok relijius, menghadapi ancaman mengerikan pada nyawa mereka, cara hidup dan mata pencarian mereka dari rezim pembunuh, misoginistik dan xenophobik.”

Belum ada komentar India terhadap pernyataan menlu Pakistan tersebut di Dewan HAM PBB. India dan Pakistan masing-masing mengontrol sebagian wilayah Kashmir meski mengklaim seluruh daerah itu. Kedua negara telah berperang dua kali terkait Kashmir. Pasukan kedua negara juga sering baku tembak di perbatasan sepanjang 740 km.

India mengerahkan lebih banyak tentara ke Kashmir. India juga membatasi pergerakan warga dan memutus jalur komunikasi saat Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi mencabut hak otonom Kashmir pada 5 Agustus. Jaringan telepon seluler dan internet masih diputus hingga sekarang. Qureshi menambahkan, “Saya tidak melihat pada kondisi sekarang kemungkinan apapun perundingan bilateral dengan India.”

Dia mendesak Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Dewan Keamanan PBB membantu meredam ketegangan. “Saat ini 8 juta orang berada di penjara, terkekang kebebasan sipil dan politiknya. Dunia tidak bisa tetap diam dan dunia harus tidak diam. Jika mereka melakukannya, merkea akan menjadi bagian dari kejahatan kelalaian ini,” tegas Qureshi.

India menuduh Pakistan mendukung para militan di Kashmir. Pakistan menyangkal tuduhan itu.

Suasana semakin mencekam di Kashmir sejak India mencabut status istimewa wilayah konflik tersebut. Beberapa saat setelah pencabutan status otonom Kashmir, otoritas India menahan para pemimpin Kashmir, termasuk dua mantan kepala menteri Jammu dan Kashmir.

Keputusan India itu segera mendapat kecaman dari banyak pihak. Ketua Partai Gerakan Rakyat Jammu dan Kashmir Shah Faesal menganggap tindakan India melanggar kepercayaan. “Kita mungkin melihat letusan saat penjagaan melemah. Rakyat menganggap ini sebagai aksi penghinaan,” kata Faesal dilansir Reuters.

“Ini akan sulit, sulit bagi rakyat, sulit bagi partai-partai politik,” kata Rafi Ahmed Mir, juru bicara Partai Demokratik Rakyat, bagian koalisi BJP yang berkuasa di Kashmir hingga tahun lalu.

Personel kepolisian bersenjata berpatroli dalam jarak setiap beberapa ratus meter. Otoritas juga melarang perkumpulan publik lebih dari empat orang. Pasukan keamanan menembakkan gas air mata untuk merespons unjuk rasa yang terjadi di sejumlah wilayah Kashmir. (Syarifudin)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4011 seconds (0.1#10.140)