Menlu Wu: PBB yang Inklusif Perlu Mengikutsertakan Taiwan
A
A
A
NEW YORK - Menteri Luar Negeri (Menlu) Taiwan Jaushieh Joseph Wu menyerukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membuka pintu bagi Taiwan untuk berpartisipasi di organisasi dunia itu. Taiwan ingin bersama mitra global membantu tercapainya Sustainable Development Goals (SDGS).
Seruan Menlu Wu itu disampaikan dalam artikelnya menjelang pertemuan PBB ke-74 di New York, Amerika Serikat (AS), bulan ini. Menlu Wu menyatakan, SDGs merumuskan perencanaan untuk masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan, yang bertujuan membimbing dunia menyusuri jalan yang berke lanjutan dan tangguh dengan prinsip “tidak mengesamping kan.”
Juli lalu Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengingatkan semua negara tentang “pentingnya inklusi imperatif” karena “pembangunan tidak akan berkelanjutan jika tidak adil dan tidak inklusif.” “Prinsip-prinsip inklusif dan tidak mengesampingkan adalah kunci untuk mewujudkan SDGs. Namun, PBB tidak inklusif terhadap Taiwan dan mengesampingkan Taiwan,” kata Wu dalam keterangan tertulisnya.
Menlu Wu menyebutkan, Taiwan mampu dan bersedia berbagi kisah sukses serta berkontribusi lebih lanjut pada upaya kolektif mencapai SDGs PBB. Taiwan telah membuat langkah besar dalam mengurangi kemiskinan dan mencapai tingkat nol kelaparan. Persentase rumah tangga berpenghasilan rendah di Taiwan telah berkurang menjadi 1,6% pada 1993. Negara itu sudah melaksanakan program Asuransi Kesehatan Nasional yang kini mencakup 99,8% penduduk.
“Pada 2018 tingkat daur ulang limbah kami mencapai 55,69%, tingkat literasi 98,8%, dan tingkat kematian bayi 4,2 per 1.000. Angka-angka ini jauh melampaui standar SDGs,” paparnya. Diplomat top Taiwan ini juga mengatakan, dasar hukum yang sering digunakan untuk mengabaikan Taiwan dari PBB adalah Resolusi 2758 (XXVI) yang diadopsi Majelis Umum PBB pada 1971.
Resolusi tersebut tidak menyelesaikan masalah hak perwakilan Taiwan di PBB, serta tidak menyatakan Taiwan bagian dari Republik Rakyat China (RRC). Faktanya, kata Wu, Taiwan bukan bagian dari RRC. “Hanya Pemerintah Taiwan yang terpilih secara demokratis yang dapat mewakili 23 juta penduduknya. Sayangnya, PBB terus menyalahgunakan dan salah mengartikan reso lusi ini untuk menge samping kan dan mengisolasi Taiwan,” katanya.
Menlu Wu mengatakan, PBB yang inklusif seharusnya tidak akan meninggalkan siapa pun. Namun, pemegang paspor Republic of China (Taiwan) di tolak untuk mengunjungi PBB atau menghadiri pertemuan PBB. Wartawan media Taiwan juga tidak bisa mendapatkan kartu pers PBB untuk ikut serta dalam pertemuan tersebut.
“Tindakan ini tidak adil dan diskriminatif, juga bertentangan dengan prinsip universal yang menjadi dasar pendirian PBB. PBB harusnya segera meng ambil tindakan untuk memperbaiki pengecualian ter hadap Taiwan ini,” ucapnya. Wu menyebutkan, situasi yang buruk di masa lalu dan ke depan tidak akan membuat Tai wan menyerah.
Menurutnya, Taiwan telah mengantisipasi dan bersedia serta mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat interna sional. “Jika PBB terus menyerah pada paksaan China, menolak partisipasi Taiwan, itu hanya akan semakin mendorong Beijing bertindak semena-mena,” paparnya.
“Juga akan merusak nilai upaya untuk memenuhi tujuan kerja sama internasional dalam menyelesaikan masalah internasional yang bersifat ekonomi, sosial, budaya, dan kesejahteraan manusia, serta memajukan dan mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan mendasar bagi semua orang sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Piagam PBB,” tuturnya.
Menurutnya, jika PBB serius dalam mengembangkan inklusivitas dan membuat pembangunan berkelanjutan bagi semua orang, maka seharusnya membuka pintu bagi Taiwan.
Seruan Menlu Wu itu disampaikan dalam artikelnya menjelang pertemuan PBB ke-74 di New York, Amerika Serikat (AS), bulan ini. Menlu Wu menyatakan, SDGs merumuskan perencanaan untuk masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan, yang bertujuan membimbing dunia menyusuri jalan yang berke lanjutan dan tangguh dengan prinsip “tidak mengesamping kan.”
Juli lalu Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengingatkan semua negara tentang “pentingnya inklusi imperatif” karena “pembangunan tidak akan berkelanjutan jika tidak adil dan tidak inklusif.” “Prinsip-prinsip inklusif dan tidak mengesampingkan adalah kunci untuk mewujudkan SDGs. Namun, PBB tidak inklusif terhadap Taiwan dan mengesampingkan Taiwan,” kata Wu dalam keterangan tertulisnya.
Menlu Wu menyebutkan, Taiwan mampu dan bersedia berbagi kisah sukses serta berkontribusi lebih lanjut pada upaya kolektif mencapai SDGs PBB. Taiwan telah membuat langkah besar dalam mengurangi kemiskinan dan mencapai tingkat nol kelaparan. Persentase rumah tangga berpenghasilan rendah di Taiwan telah berkurang menjadi 1,6% pada 1993. Negara itu sudah melaksanakan program Asuransi Kesehatan Nasional yang kini mencakup 99,8% penduduk.
“Pada 2018 tingkat daur ulang limbah kami mencapai 55,69%, tingkat literasi 98,8%, dan tingkat kematian bayi 4,2 per 1.000. Angka-angka ini jauh melampaui standar SDGs,” paparnya. Diplomat top Taiwan ini juga mengatakan, dasar hukum yang sering digunakan untuk mengabaikan Taiwan dari PBB adalah Resolusi 2758 (XXVI) yang diadopsi Majelis Umum PBB pada 1971.
Resolusi tersebut tidak menyelesaikan masalah hak perwakilan Taiwan di PBB, serta tidak menyatakan Taiwan bagian dari Republik Rakyat China (RRC). Faktanya, kata Wu, Taiwan bukan bagian dari RRC. “Hanya Pemerintah Taiwan yang terpilih secara demokratis yang dapat mewakili 23 juta penduduknya. Sayangnya, PBB terus menyalahgunakan dan salah mengartikan reso lusi ini untuk menge samping kan dan mengisolasi Taiwan,” katanya.
Menlu Wu mengatakan, PBB yang inklusif seharusnya tidak akan meninggalkan siapa pun. Namun, pemegang paspor Republic of China (Taiwan) di tolak untuk mengunjungi PBB atau menghadiri pertemuan PBB. Wartawan media Taiwan juga tidak bisa mendapatkan kartu pers PBB untuk ikut serta dalam pertemuan tersebut.
“Tindakan ini tidak adil dan diskriminatif, juga bertentangan dengan prinsip universal yang menjadi dasar pendirian PBB. PBB harusnya segera meng ambil tindakan untuk memperbaiki pengecualian ter hadap Taiwan ini,” ucapnya. Wu menyebutkan, situasi yang buruk di masa lalu dan ke depan tidak akan membuat Tai wan menyerah.
Menurutnya, Taiwan telah mengantisipasi dan bersedia serta mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat interna sional. “Jika PBB terus menyerah pada paksaan China, menolak partisipasi Taiwan, itu hanya akan semakin mendorong Beijing bertindak semena-mena,” paparnya.
“Juga akan merusak nilai upaya untuk memenuhi tujuan kerja sama internasional dalam menyelesaikan masalah internasional yang bersifat ekonomi, sosial, budaya, dan kesejahteraan manusia, serta memajukan dan mendorong penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan mendasar bagi semua orang sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 Piagam PBB,” tuturnya.
Menurutnya, jika PBB serius dalam mengembangkan inklusivitas dan membuat pembangunan berkelanjutan bagi semua orang, maka seharusnya membuka pintu bagi Taiwan.
(poe,afs)