Demo Rusuh Anti-Orang Asing Pecah di Afrika Selatan, 5 Tewas
A
A
A
CAPE TOWN - Demonstrasi anti-orang asing berakhir dengan kerusuhan mematikan di Afrika Selatan (Afsel), hari Selasa. Lima orang tewas dalam serangan xenophobia tersebut.
Presiden Cyril Ramaphosa bersumpah akan menindak apa yang dia sebut sebagai "tindakan kekerasan sewenang-wenang". Demo anti-orang asing itu membuat Uni Afrika dan Nigeria mengeluarkan peringatan.
Polisi menembakkan peluru karet dan menangkap 189 orang di kota Alexandra pada hari Selasa, sehari setelah bentrok dengan penjarah. Media lokal melaporkan, sasaran penjarahan adalah bisnis milik asing di beberapa bagian kota.
Menurut polisi setempat, sebagian besar yang tewas adalah warga Afrika Selatan.
"Saya bertemu para menteri di gugus keamanan hari ini untuk memastikan bahwa kami mengawasi tindakan kekerasan sewenang-wenang ini dan menemukan cara untuk menghentikan mereka," kata Presiden Ramaphosa dalam sebuah posting di Twitter.
"Tidak ada pembenaran bagi Afrika Selatan untuk menyerang orang dari negara lain," katanya lagi, dikutip Al Jazeera, Rabu (4/9/2019).
Batu, batu bata dan peluru karet memenuhi jalan-jalan kosong Alexandra. Menurut laporan jurnalis Al Jazeera di tempat kejadian polisi menembakkan peluru karet ke kerumunan sekitar 50 orang yang melemparkan batu.
Sekitar dua lusin toko, yang dimiliki oleh orang asing dan penduduk setempat, dirusak dan dijarah.
"Mereka membakar segalanya," kata pemilik toko asal Bangladesh, Kamrul Hasan kepada kantor berita AFP di Alexandra. Menurutnya, tokonya diserang setiap tiga hingga enam bulan.
"Semua uang saya hilang. Jika pemerintah (Afrika Selatan) membayar tiket pesawat saya, saya akan kembali ke Bangladesh," kata pria 27 tahun itu.
Juru bicara kepolisian Afrika Selatan Lungelo Dlamini mengatakan motif di balik kerusuhan pada Selasa tidak jelas.
"Mereka hanyalah penjahat yang menjarah dan mengambil keuntungan dari situasi ini," katanya kepada Al Jazeera.
Sebelumnya, pada hari Senin, polisi menangkap lebih dari 91 orang setelah pengunjuk rasa membakar mobil dan menjarah lusinan toko.
Presiden Cyril Ramaphosa bersumpah akan menindak apa yang dia sebut sebagai "tindakan kekerasan sewenang-wenang". Demo anti-orang asing itu membuat Uni Afrika dan Nigeria mengeluarkan peringatan.
Polisi menembakkan peluru karet dan menangkap 189 orang di kota Alexandra pada hari Selasa, sehari setelah bentrok dengan penjarah. Media lokal melaporkan, sasaran penjarahan adalah bisnis milik asing di beberapa bagian kota.
Menurut polisi setempat, sebagian besar yang tewas adalah warga Afrika Selatan.
"Saya bertemu para menteri di gugus keamanan hari ini untuk memastikan bahwa kami mengawasi tindakan kekerasan sewenang-wenang ini dan menemukan cara untuk menghentikan mereka," kata Presiden Ramaphosa dalam sebuah posting di Twitter.
"Tidak ada pembenaran bagi Afrika Selatan untuk menyerang orang dari negara lain," katanya lagi, dikutip Al Jazeera, Rabu (4/9/2019).
Batu, batu bata dan peluru karet memenuhi jalan-jalan kosong Alexandra. Menurut laporan jurnalis Al Jazeera di tempat kejadian polisi menembakkan peluru karet ke kerumunan sekitar 50 orang yang melemparkan batu.
Sekitar dua lusin toko, yang dimiliki oleh orang asing dan penduduk setempat, dirusak dan dijarah.
"Mereka membakar segalanya," kata pemilik toko asal Bangladesh, Kamrul Hasan kepada kantor berita AFP di Alexandra. Menurutnya, tokonya diserang setiap tiga hingga enam bulan.
"Semua uang saya hilang. Jika pemerintah (Afrika Selatan) membayar tiket pesawat saya, saya akan kembali ke Bangladesh," kata pria 27 tahun itu.
Juru bicara kepolisian Afrika Selatan Lungelo Dlamini mengatakan motif di balik kerusuhan pada Selasa tidak jelas.
"Mereka hanyalah penjahat yang menjarah dan mengambil keuntungan dari situasi ini," katanya kepada Al Jazeera.
Sebelumnya, pada hari Senin, polisi menangkap lebih dari 91 orang setelah pengunjuk rasa membakar mobil dan menjarah lusinan toko.
(mas)