Para Perempuan Arab Saudi Ingin Jadi Tentara dan Polisi
A
A
A
RIYADH - Salah satu poin Visi 2030 yang dicanangkan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) adalah memperkuat peran perempuan dalam masyarakat. Kini, para perempuan di negara Islam itu ingin melayani negara dengan menjadi tentara dan polisi meski profesi seperti itu dekat dengan bahaya.
Alaa az-Zahrani, seorang perempuan lulusan sebuah universitas asal Riyadh, mengatakan kepada Sputniknews bahwa keinginan para perempuan Saudi tak lepas dari upaya pemerintah untuk memperkuat peran perempuan dalam masyarakat berdasarkan program pengembangan Visi 2030.
Banyak yang telah dilakukan pemerintah untuk mewujudkan visi tersebut. Misalnya, pada tahun 2009, seorang perempuan diangkat menjadi wakil menteri, dan pada tahun 2013, perempun bergabung dengan Majlis al-Shura (Dewan Penasihat atau badan legislatif).
Pada tahun 2019, untuk pertama kalinya dalam sejarah kerajaan, seorang perempuan diangkat menjadi duta besar. Putri Reema binti Bandar bin Sultan bin Abdulaziz al-Saud dingkat menjadi kepala misi diplomatik di Amerika Serikat. Di masa depan, peluang bagi perempuan di Arab Saudi akan terus tumbuh.
"Perempuan dan anak perempuan ingin melayani di kepolisian dan tentara agar bermanfaat bagi Tanah Air mereka," kata Zahrani, kepada Sputniknews, yang dikutip Rabu (4/9/2019).
"Selain itu, peraturan lalu lintas dan polisi membutuhkan karyawan perempuan. Saya juga ingin melayani negara saya, orang-orang saya, dan keluarga saya. Pemerintah mendukung saya; mereka memungkinkan saya untuk belajar di universitas terbaik dunia. Sekarang giliran saya untuk membayar utang," ujar Zahrani.
“Saya ingin mengabdi di tentara atau polisi sejak saya masih kecil. Banyak perempuan dan gadis bermimpi melayani Tanah Air mereka tanpa pamrih. Saya berharap bahwa dalam waktu dekat impian mereka akan terwujud. Hari ini, berbicara tentang pekerjaan mereka di lembaga negara, perempuan dapat mengatakan bahwa mereka adalah 'anggota layanan'; tetapi pada kenyataannya, belum ada yang bergabung dengan tentara," imbuh Leen al-Fadel, seorang mahasiswi di Universitas Elektronik Saudi, kepada Sputniknews.
“Saya sangat suka perubahan di masyarakat kita. Saat ini seorang perempuan dapat menjawab untuk dirinya sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Semua penghuni kerajaan bangga akan hal itu," ujar al-Fadel.
Pada awal 2018, Administrasi Keamanan Negara Arab Saudi mengumumkan dimulainya penerimaan perempuan dalam dinas militer di tujuh wilayah negara itu. Perempuan dengan pendidikan menengah dan tinggi dapat bergabung dengan militer sebagai tentara.
Usia rekrutan harus dari 25 hingga 35 tahun; tingginya harus lebih dari 155 cm, dan beratnya harus rata-rata atau ideal. Dalam pengumuman itu, perempuan tidak boleh bekerja untuk lembaga publik, atau menikah dengan orang asing. Seorang perempuan harus memiliki perumahan dan wali di area yang sama di mana dia bermaksud untuk mengabdi.
Alaa az-Zahrani, seorang perempuan lulusan sebuah universitas asal Riyadh, mengatakan kepada Sputniknews bahwa keinginan para perempuan Saudi tak lepas dari upaya pemerintah untuk memperkuat peran perempuan dalam masyarakat berdasarkan program pengembangan Visi 2030.
Banyak yang telah dilakukan pemerintah untuk mewujudkan visi tersebut. Misalnya, pada tahun 2009, seorang perempuan diangkat menjadi wakil menteri, dan pada tahun 2013, perempun bergabung dengan Majlis al-Shura (Dewan Penasihat atau badan legislatif).
Pada tahun 2019, untuk pertama kalinya dalam sejarah kerajaan, seorang perempuan diangkat menjadi duta besar. Putri Reema binti Bandar bin Sultan bin Abdulaziz al-Saud dingkat menjadi kepala misi diplomatik di Amerika Serikat. Di masa depan, peluang bagi perempuan di Arab Saudi akan terus tumbuh.
"Perempuan dan anak perempuan ingin melayani di kepolisian dan tentara agar bermanfaat bagi Tanah Air mereka," kata Zahrani, kepada Sputniknews, yang dikutip Rabu (4/9/2019).
"Selain itu, peraturan lalu lintas dan polisi membutuhkan karyawan perempuan. Saya juga ingin melayani negara saya, orang-orang saya, dan keluarga saya. Pemerintah mendukung saya; mereka memungkinkan saya untuk belajar di universitas terbaik dunia. Sekarang giliran saya untuk membayar utang," ujar Zahrani.
“Saya ingin mengabdi di tentara atau polisi sejak saya masih kecil. Banyak perempuan dan gadis bermimpi melayani Tanah Air mereka tanpa pamrih. Saya berharap bahwa dalam waktu dekat impian mereka akan terwujud. Hari ini, berbicara tentang pekerjaan mereka di lembaga negara, perempuan dapat mengatakan bahwa mereka adalah 'anggota layanan'; tetapi pada kenyataannya, belum ada yang bergabung dengan tentara," imbuh Leen al-Fadel, seorang mahasiswi di Universitas Elektronik Saudi, kepada Sputniknews.
“Saya sangat suka perubahan di masyarakat kita. Saat ini seorang perempuan dapat menjawab untuk dirinya sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Semua penghuni kerajaan bangga akan hal itu," ujar al-Fadel.
Pada awal 2018, Administrasi Keamanan Negara Arab Saudi mengumumkan dimulainya penerimaan perempuan dalam dinas militer di tujuh wilayah negara itu. Perempuan dengan pendidikan menengah dan tinggi dapat bergabung dengan militer sebagai tentara.
Usia rekrutan harus dari 25 hingga 35 tahun; tingginya harus lebih dari 155 cm, dan beratnya harus rata-rata atau ideal. Dalam pengumuman itu, perempuan tidak boleh bekerja untuk lembaga publik, atau menikah dengan orang asing. Seorang perempuan harus memiliki perumahan dan wali di area yang sama di mana dia bermaksud untuk mengabdi.
(mas)