Putin Bikin 'Senjata Kiamat' Tak Tercegat, Pakar Sebut Mimpi Buruk
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Vladimir Putin mengklaim Rusia sedang mengembangkan sejumlah senjata termasuk rudal jelajah bertenaga nuklir yang tak tak bisa dicegat oleh sistem pertahanan mana pun. Para pakar menilai senjata yang digambarkan media-media Barat sebagai "senjata kiamat" itu sebagai mimpi buruk dan berbahaya.
Amerika Serikat (AS) sudah lama mengetahui proyek itu dan menganggapnya sebagai teknologi yang terlalu mahal, terlalu rumit, terlalu berhaya dan tidak perlu dikejar. Senjata semacam ini pernah jadi tujuan Amerika dan Uni Soviet selama Perang Dingin, namun kedua pihak meninggalkan proyek tersebut setelah Perang Dingin berakhir.
"Selama Perang Dingin, baik AS dan Uni Soviet sedang melihat setiap ide yang mungkin untuk bagaimana menyelesaikan masalah kerusakan yang dipastikan ini," kata John Pike, pendiri GlobalSecurity.org, kepada Business Insider, yang dikutip Kamis (29/8/2019).
Menurut Pike, kedua pihak mengejar ide-ide itu, namun secara teoritis terkadang gagal untuk menutup celah penting antara yang mungkin dan yang bermanfaat secara militer.
Pakar nonproliferasi Jeffrey Lewis menyatakan, dalam masa kompetisi kekuatan besar yang diperbarui, AS dan Rusia—penerus Soviet—bergerak menuju perlombaan senjata baru. "Entah karena nostalgia yang aneh atau karena tidak ada yang bisa memikirkan hal lain yang lebih baik untuk dilakukan," katanya.
Proyek "senjata kiamat" Rusia itu sejatinya sudah diungkap Putin sejak tahun lalu. Beberapa senjata yang dikembangkan itu adalah rudal jelajah bertenaga nuklir Burevestnik, yang oleh NATO disebut SSC-X-9 Skyfall.
Presiden Putin blakblakan mengatakan tujuan pembuatan misil seperti itu untuk mengalahkan sistem pertahanan rudal Amerika.
"Sebuah rudal jelajah bertenaga nuklir adalah ide yang keterlaluan, salah satunya yang dianggap dan ditolak oleh Amerika Serikat sebagai mimpi buruk teknis, strategis, dan lingkungan," kata Lewis, direktur Program Nonproliferasi Asia Timur untuk James Martin Center for Nonproliferation Studies di Institut Studi Internasional Middlebury di Monterey.
AS bukannya tidak membuat senjata semacam itu. Pada 1960-an, Washington mengembangkan rudal jelajah bertenaga nuklir versinya sendiri yang dikenal sebagai Pluto Project. Namun, proyek itu diklaim telah ditinggalkan. "Itu ide yang buruk," kata Pike, yang merupakan pakar terkemuka di bidang pertahanan, antariksa dan kebijakan intelijen.
"Itu ide yang bodoh," katanya lagi. Dia kemudian membandingkan dengan proyek pengembangan rudal balistik antarbenua (ICBM) tradisional AS seperti Minuteman. "Itu jauh lebih sederhana, jauh lebih murah, dan jauh lebih efektif untuk membakar musuh," ujarnya.
Pike, yang sangat skeptis dengan klaim Rusia, mencirikan rudal jelajah bertenaga nuklir rezim Putin itu sebagai "tindakan putus asa".
Hans Kristensen, direktur Proyek Informasi Nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika, mengatakan kepada Task & Purpose baru-baru ini bahwa AS menyerah pada pengembangan rudal jelajah bertenaga nuklir. "Karena itu terlalu sulit, terlalu berbahaya, dan terlalu mahal," ujarnya.
Amerika Serikat (AS) sudah lama mengetahui proyek itu dan menganggapnya sebagai teknologi yang terlalu mahal, terlalu rumit, terlalu berhaya dan tidak perlu dikejar. Senjata semacam ini pernah jadi tujuan Amerika dan Uni Soviet selama Perang Dingin, namun kedua pihak meninggalkan proyek tersebut setelah Perang Dingin berakhir.
"Selama Perang Dingin, baik AS dan Uni Soviet sedang melihat setiap ide yang mungkin untuk bagaimana menyelesaikan masalah kerusakan yang dipastikan ini," kata John Pike, pendiri GlobalSecurity.org, kepada Business Insider, yang dikutip Kamis (29/8/2019).
Menurut Pike, kedua pihak mengejar ide-ide itu, namun secara teoritis terkadang gagal untuk menutup celah penting antara yang mungkin dan yang bermanfaat secara militer.
Pakar nonproliferasi Jeffrey Lewis menyatakan, dalam masa kompetisi kekuatan besar yang diperbarui, AS dan Rusia—penerus Soviet—bergerak menuju perlombaan senjata baru. "Entah karena nostalgia yang aneh atau karena tidak ada yang bisa memikirkan hal lain yang lebih baik untuk dilakukan," katanya.
Proyek "senjata kiamat" Rusia itu sejatinya sudah diungkap Putin sejak tahun lalu. Beberapa senjata yang dikembangkan itu adalah rudal jelajah bertenaga nuklir Burevestnik, yang oleh NATO disebut SSC-X-9 Skyfall.
Presiden Putin blakblakan mengatakan tujuan pembuatan misil seperti itu untuk mengalahkan sistem pertahanan rudal Amerika.
"Sebuah rudal jelajah bertenaga nuklir adalah ide yang keterlaluan, salah satunya yang dianggap dan ditolak oleh Amerika Serikat sebagai mimpi buruk teknis, strategis, dan lingkungan," kata Lewis, direktur Program Nonproliferasi Asia Timur untuk James Martin Center for Nonproliferation Studies di Institut Studi Internasional Middlebury di Monterey.
AS bukannya tidak membuat senjata semacam itu. Pada 1960-an, Washington mengembangkan rudal jelajah bertenaga nuklir versinya sendiri yang dikenal sebagai Pluto Project. Namun, proyek itu diklaim telah ditinggalkan. "Itu ide yang buruk," kata Pike, yang merupakan pakar terkemuka di bidang pertahanan, antariksa dan kebijakan intelijen.
"Itu ide yang bodoh," katanya lagi. Dia kemudian membandingkan dengan proyek pengembangan rudal balistik antarbenua (ICBM) tradisional AS seperti Minuteman. "Itu jauh lebih sederhana, jauh lebih murah, dan jauh lebih efektif untuk membakar musuh," ujarnya.
Pike, yang sangat skeptis dengan klaim Rusia, mencirikan rudal jelajah bertenaga nuklir rezim Putin itu sebagai "tindakan putus asa".
Hans Kristensen, direktur Proyek Informasi Nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika, mengatakan kepada Task & Purpose baru-baru ini bahwa AS menyerah pada pengembangan rudal jelajah bertenaga nuklir. "Karena itu terlalu sulit, terlalu berbahaya, dan terlalu mahal," ujarnya.
(mas)