Trump: Rashida Tlaib Benci Israel, Saya Tidak Membeli Air Matanya
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Donald John Trump mengatakan bahwa ia tidak tersentuh tangisan anggota Kongres Amerika Serikat (AS) Rashida Tlaib yang menceritakan pembatalan kunjungannya ke Israel dan Tepi Barat. Menurut presiden, politikus Demokrat itu sosok yang benci Israel dan semua orang Yahudi.
Dalam jumpa pers hari Selasa (20/8/2019), Tlaib dan rekannya sesama politikus Demokrat Ilhan Omar menggelar jumpa pers yang membahas pembatalan kunjungan mereka ke Israel dan Tepi Barat. Dalam jumpa pers tersebut, Tlaib menangis ketika bercerita tentang kunjungannya ke keluarganya di Palestina ketika dia masih anak-anak.
"Maaf, saya tidak membeli air mata (anggota) Perwakilan (Rashida) Tlaib," tulis Trump di Twitter.
"Saya telah menyaksikan kekerasan, kegilaannya dan, yang paling penting, kata-kata, terlalu lama. Sekarang menangis? Dia membenci Israel dan semua orang Yahudi. Dia anti-Semit. Dia dan ketiga temannya adalah wajah baru Partai Demokrat. Jalani saja!," lanjut tweet presiden yang dikutip dari akun Twitter-nya, @realDonaldTrump.
Tlaib, seorang politikus Demokrat dari Michigan, tidak memiliki catatan melakukan kekerasan dan tidak jelas apa yang dimaksud Trump dengan referensi tersebut. Dia selama ini gencar mengkritik Trump bersama rekan-rekannya dari Partai Demokrat; Ilhan Omar, Alexandria Ocasio-Cortez, dan Ayanna Pressley.
Omar dan Tlaib—dua wanita Muslim pertama yang terpilih menjadi anggota Kongres AS—adalah pengkritik keras pendudukan Israel terhadap Palestina dan pendukung vokal gerakan BDS (Boikot, Divestasi, Sanksi) terhadap rezim Zionis. Mereka dijadwalkan berkunjung ke Israel dan Tepi Barat pada hari Minggu dalam perjalanan yang awalnya disetujui oleh pemerintah Israel.
Tetapi minggu lalu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, di bawah tekanan dari Trump, mengumumkan bahwa Israel telah membatalkan persetujuannya. Alasannya, undang-undang negara itu mengizinkan pemerintah untuk mencegah warga negara asing yang mendukung boikot terhadap Israel.
Tak lama setelah membatalkan persetujuannya, pemerintah Israel kemudian mengabulkan permintaan Tlaib untuk kunjungan "kemanusiaan" ke neneknya di Tepi Barat, Palestina. Namun, politikus Demokrat itu memilih mengurungkan kunjungannya dan menuduh pemerintah Israel menggunakan keluarganya sebagai pembungkam terhadap dirinya.
"Pemerintah Israel menggunakan cinta dan keinginan saya untuk melihat nenek saya guna membungkam saya dan membuat kemampuan saya untuk melakukan hal itu bergantung pada saya menandatangani surat—mencerminkan betapa tidak demokratis dan takutnya mereka akan kebenaran yang akan diungkapkan oleh perjalanan saya," katanya dalam sebuah pernyataan.
"Mengunjungi nenek saya di bawah kondisi yang menekan ini dimaksudkan untuk mempermalukan saya untuk menghancurkan hati nenek saya. Membungkam saya dengan perlakuan untuk membuat saya merasa kurang dari apa yang dia inginkan untuk saya—itu akan membunuh saya yang selalu menentang rasisme dan ketidakadilan," lanjut Tlaib.
Pada konferensi pers, kedua politikus Demokrat itu bergabung dengan konstituen Yahudi di distrik Minnesota dan perwakilan dari organisasi Yahudi progresif yang mengatakan bahwa mereka mendukung kedua perempuan anggota Kongres tersebut.
Tlaib menjadi emosional ketika dia menggambarkan reaksi neneknya terhadap keputusannya untuk membatalkan kunjungannya.
"Dia bilang saya mimpinya yang terwujud," kata Tlaib. "Saya burung bebasnya. Jadi mengapa saya kembali dan dikurung dan sujud?," tutur Tlaib.
Ketika Trump dan beberapa politikus Republik menuduh Tlaib sebagai sosok anti-Semit, IfNotNow, sebuah kelompok Yahudi progresif justru mendukung Tlaib. Kelompok itu melihat presiden sebagai satu-satunya tokoh yang menyebarkan kebencian.
"Yahudi Amerika melihat kebohongan Trump," kata Emily Mayer, juru bicara IfNotNow, dalam sebuah pernyataan kepada Yahoo News.
"Kami menyaksikan kampanye 2016-nya secara teratur menggunakan kiasan anti-Semit dan mengilhami kebangkitan nasionalisme kulit putih. Kami masih menonton saat ia mengeluarkan retorika anti-Semit dan anti-imigran dari Oval Office, menginspirasi kekerasan massa—dan menempatkan begitu banyak orang Amerika, termasuk komunitas kami, dalam bahaya nyata," lanjut pernyataan tersebut.
"Rashida telah menjadi salah satu sekutu terkuat orang-orang Yahudi," imbuh Mayer. "Trump sekali lagi secara sinis mempersenjatai rasa sakit komunitas kami untuk mengesampingkan kritik yang sah atas pelanggaran HAM Israel."
Dalam jumpa pers hari Selasa (20/8/2019), Tlaib dan rekannya sesama politikus Demokrat Ilhan Omar menggelar jumpa pers yang membahas pembatalan kunjungan mereka ke Israel dan Tepi Barat. Dalam jumpa pers tersebut, Tlaib menangis ketika bercerita tentang kunjungannya ke keluarganya di Palestina ketika dia masih anak-anak.
"Maaf, saya tidak membeli air mata (anggota) Perwakilan (Rashida) Tlaib," tulis Trump di Twitter.
"Saya telah menyaksikan kekerasan, kegilaannya dan, yang paling penting, kata-kata, terlalu lama. Sekarang menangis? Dia membenci Israel dan semua orang Yahudi. Dia anti-Semit. Dia dan ketiga temannya adalah wajah baru Partai Demokrat. Jalani saja!," lanjut tweet presiden yang dikutip dari akun Twitter-nya, @realDonaldTrump.
Tlaib, seorang politikus Demokrat dari Michigan, tidak memiliki catatan melakukan kekerasan dan tidak jelas apa yang dimaksud Trump dengan referensi tersebut. Dia selama ini gencar mengkritik Trump bersama rekan-rekannya dari Partai Demokrat; Ilhan Omar, Alexandria Ocasio-Cortez, dan Ayanna Pressley.
Omar dan Tlaib—dua wanita Muslim pertama yang terpilih menjadi anggota Kongres AS—adalah pengkritik keras pendudukan Israel terhadap Palestina dan pendukung vokal gerakan BDS (Boikot, Divestasi, Sanksi) terhadap rezim Zionis. Mereka dijadwalkan berkunjung ke Israel dan Tepi Barat pada hari Minggu dalam perjalanan yang awalnya disetujui oleh pemerintah Israel.
Tetapi minggu lalu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, di bawah tekanan dari Trump, mengumumkan bahwa Israel telah membatalkan persetujuannya. Alasannya, undang-undang negara itu mengizinkan pemerintah untuk mencegah warga negara asing yang mendukung boikot terhadap Israel.
Tak lama setelah membatalkan persetujuannya, pemerintah Israel kemudian mengabulkan permintaan Tlaib untuk kunjungan "kemanusiaan" ke neneknya di Tepi Barat, Palestina. Namun, politikus Demokrat itu memilih mengurungkan kunjungannya dan menuduh pemerintah Israel menggunakan keluarganya sebagai pembungkam terhadap dirinya.
"Pemerintah Israel menggunakan cinta dan keinginan saya untuk melihat nenek saya guna membungkam saya dan membuat kemampuan saya untuk melakukan hal itu bergantung pada saya menandatangani surat—mencerminkan betapa tidak demokratis dan takutnya mereka akan kebenaran yang akan diungkapkan oleh perjalanan saya," katanya dalam sebuah pernyataan.
"Mengunjungi nenek saya di bawah kondisi yang menekan ini dimaksudkan untuk mempermalukan saya untuk menghancurkan hati nenek saya. Membungkam saya dengan perlakuan untuk membuat saya merasa kurang dari apa yang dia inginkan untuk saya—itu akan membunuh saya yang selalu menentang rasisme dan ketidakadilan," lanjut Tlaib.
Pada konferensi pers, kedua politikus Demokrat itu bergabung dengan konstituen Yahudi di distrik Minnesota dan perwakilan dari organisasi Yahudi progresif yang mengatakan bahwa mereka mendukung kedua perempuan anggota Kongres tersebut.
Tlaib menjadi emosional ketika dia menggambarkan reaksi neneknya terhadap keputusannya untuk membatalkan kunjungannya.
"Dia bilang saya mimpinya yang terwujud," kata Tlaib. "Saya burung bebasnya. Jadi mengapa saya kembali dan dikurung dan sujud?," tutur Tlaib.
Ketika Trump dan beberapa politikus Republik menuduh Tlaib sebagai sosok anti-Semit, IfNotNow, sebuah kelompok Yahudi progresif justru mendukung Tlaib. Kelompok itu melihat presiden sebagai satu-satunya tokoh yang menyebarkan kebencian.
"Yahudi Amerika melihat kebohongan Trump," kata Emily Mayer, juru bicara IfNotNow, dalam sebuah pernyataan kepada Yahoo News.
"Kami menyaksikan kampanye 2016-nya secara teratur menggunakan kiasan anti-Semit dan mengilhami kebangkitan nasionalisme kulit putih. Kami masih menonton saat ia mengeluarkan retorika anti-Semit dan anti-imigran dari Oval Office, menginspirasi kekerasan massa—dan menempatkan begitu banyak orang Amerika, termasuk komunitas kami, dalam bahaya nyata," lanjut pernyataan tersebut.
"Rashida telah menjadi salah satu sekutu terkuat orang-orang Yahudi," imbuh Mayer. "Trump sekali lagi secara sinis mempersenjatai rasa sakit komunitas kami untuk mengesampingkan kritik yang sah atas pelanggaran HAM Israel."
(mas)