Palestina: AS Bunuh Proses Perdamaian
A
A
A
YERUSALEM - Amerika Serikat (AS) telah menghancurkan semua harapan untuk perdamaian di Timur Tengah. Hal itu diungkapkan oleh negosiator Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erekat.
Erekat menyatakan bahwa Otoritas Palestina dan Presiden Mahmoud Abbas telah mematuhi hukum internasional dan legitimasi internasional dalam tuntutan mereka untuk mendirikan negara Palestina sesuai dengan perbatasan 1967.
Dalam sebuah wawancara dengan Radio Sputnik, Erekat mengatakan bahwa kebijakan Amerika bertanggung jawab atas kegagalan proses perdamaian. Ia juga menyebutkan penghentian bantuan AS untuk UNRWA dan bias "buta" pemerintah dalam mendukung Israel, yang melanjutkan kebijakan penyelesaian.
Menurutnya, situasi saat ini mengarah pada runtuhnya prinsip solusi dua negara dan menggantinya dengan solusi satu negara yang mengimplementasikan dua rezim serta melanjutkan pendudukan.
Ketika ditanya tentang pemilu Israel yang akan datang, Erekat mengatakan itu adalah masalah internal Israel dan orang-orang di Israel yang menginginkan perdamaian tahu bahwa akhir pendudukan, pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem timur sebagai ibukotanya, penyelesaian status permanen masalah, dan pembebasan tahanan (keamanan) harus diselesaikan seperti dikutip dari Israel National News, Minggu (14/7/2019).
Pemerintah Palestina memboikot dan menolak melakukan pembicaraan damai yang diinisasi oleh AS. Kebijakan ini dilakukan setelah AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel yang dilanjutkan dengan merelokasi kedubesnya ke kota tersebut.
Dengan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, Palestina menilai AS sudah tidak lagi netral dan bias terhadap Negara Zionis itu. Palestina juga menolak rencana perdamaian Timur Tengah yang digagas oleh AS yang disebut sebagai Kesepakatan Abad Ini.
Erekat menyatakan bahwa Otoritas Palestina dan Presiden Mahmoud Abbas telah mematuhi hukum internasional dan legitimasi internasional dalam tuntutan mereka untuk mendirikan negara Palestina sesuai dengan perbatasan 1967.
Dalam sebuah wawancara dengan Radio Sputnik, Erekat mengatakan bahwa kebijakan Amerika bertanggung jawab atas kegagalan proses perdamaian. Ia juga menyebutkan penghentian bantuan AS untuk UNRWA dan bias "buta" pemerintah dalam mendukung Israel, yang melanjutkan kebijakan penyelesaian.
Menurutnya, situasi saat ini mengarah pada runtuhnya prinsip solusi dua negara dan menggantinya dengan solusi satu negara yang mengimplementasikan dua rezim serta melanjutkan pendudukan.
Ketika ditanya tentang pemilu Israel yang akan datang, Erekat mengatakan itu adalah masalah internal Israel dan orang-orang di Israel yang menginginkan perdamaian tahu bahwa akhir pendudukan, pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem timur sebagai ibukotanya, penyelesaian status permanen masalah, dan pembebasan tahanan (keamanan) harus diselesaikan seperti dikutip dari Israel National News, Minggu (14/7/2019).
Pemerintah Palestina memboikot dan menolak melakukan pembicaraan damai yang diinisasi oleh AS. Kebijakan ini dilakukan setelah AS mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel yang dilanjutkan dengan merelokasi kedubesnya ke kota tersebut.
Dengan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, Palestina menilai AS sudah tidak lagi netral dan bias terhadap Negara Zionis itu. Palestina juga menolak rencana perdamaian Timur Tengah yang digagas oleh AS yang disebut sebagai Kesepakatan Abad Ini.
(ian)