PBB Selidiki Korban Tewas Perang Anti Narkoba Filipina
A
A
A
NEW YORK - Dewan Hak Asasi Manusia PBB meluncurkan penyelidikan terhadap dugaan pembunuhan puluhan ribu orang Filipina selama perang terhadap narkoba. Presiden Filipina Rodrigo Duterte meluncurkan perang terhadap narkoba setelah ia terpiliha sebagai orang nomor satu di negara itu.
Usulan penyelidikan yang diajukan oleh Islandia disetujui 18 negara anggota, berbanding 14. Penyelidikan ini mengutip pembunuhan di luar hukum, penangkapan sewenang-wenang dan penghilangan di tangan polisi sejak Presiden Rodrigo Duterte meluncurkan kampanye anti-narkotika pada tahun 2016.
Duta Besar Filipina di Jenewa, Evan Garcia, segera menegur langkah PBB tersebut. "Itu tidak mewakili kemenangan hak asasi manusia, tetapi sebuah parodi," ujarnya seperti dikutip dari VOA, Jumat (12/7/2019).
Aktivis HAM Filipina mengklaim bahwa sekitar 27.000 orang telah tewas ketika polisi meneror masyarakat miskin, menggunakan "daftar pantauan" obat terlarang untuk mengidentifikasi pengguna atau pedagang. Pemerintah Filipina membalas bahwa sekitar 6.600 orang telah dibunuh oleh polisi dalam baku tembak dengan pengedar narkoba.
Resolusi itu disambut oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia.
"Hasil voting ini memberikan harapan bagi ribuan keluarga yang berduka di Filipina," kata Amnesty International dalam sebuah pernyataan.
"Ini langkah penting menuju keadilan dan akuntabilitas," tukas lembaga HAM internasional itu.
Usulan penyelidikan yang diajukan oleh Islandia disetujui 18 negara anggota, berbanding 14. Penyelidikan ini mengutip pembunuhan di luar hukum, penangkapan sewenang-wenang dan penghilangan di tangan polisi sejak Presiden Rodrigo Duterte meluncurkan kampanye anti-narkotika pada tahun 2016.
Duta Besar Filipina di Jenewa, Evan Garcia, segera menegur langkah PBB tersebut. "Itu tidak mewakili kemenangan hak asasi manusia, tetapi sebuah parodi," ujarnya seperti dikutip dari VOA, Jumat (12/7/2019).
Aktivis HAM Filipina mengklaim bahwa sekitar 27.000 orang telah tewas ketika polisi meneror masyarakat miskin, menggunakan "daftar pantauan" obat terlarang untuk mengidentifikasi pengguna atau pedagang. Pemerintah Filipina membalas bahwa sekitar 6.600 orang telah dibunuh oleh polisi dalam baku tembak dengan pengedar narkoba.
Resolusi itu disambut oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia.
"Hasil voting ini memberikan harapan bagi ribuan keluarga yang berduka di Filipina," kata Amnesty International dalam sebuah pernyataan.
"Ini langkah penting menuju keadilan dan akuntabilitas," tukas lembaga HAM internasional itu.
(ian)