Korut Tahan dan Usir WN Australia karena Lakukan Aksi Spionase

Sabtu, 06 Juli 2019 - 22:51 WIB
Korut Tahan dan Usir...
Korut Tahan dan Usir WN Australia karena Lakukan Aksi Spionase
A A A
SEOUL - Korea Utara (Korut) mengatakan seorang mahasiswa asal Australia, Alek Sigley, ditahan selama sepekan karena menyebarkan propaganda anti Pyongyang. Sigley juga terlibat dalam kegiatan mata-mata dengan memberikan foto-foto dan sejumlah materi lain ke outlet-oulet berita dengan pandangan kritis terhadap Korut.

Kantor berita resmi Korut, KCNA, mengatakan bahwa Korut telah mendeportasi Sigley pada Kamis setelah ia memohon pengampunan atas kegiatannya yang dianggap melanggar kedaulatan negara.

Sigley (29) tiba di Tokyo pada hari Kamis lalu setelah mengatakan kepada wartawan bahwa dia dalam kondisi "sangat baik", tanpa mengatakan apa yang terjadi padanya.

Baca Juga: Rezim Kim Jong-un Korut Bebaskan Mahasiswa Australia Alek Sigley

Ia diketahui sedang belajar di universitas Pyongyang dan menjadi tur guide di Ibu Kota Korut sebelum menghilang dari kontak media sosial dengan keluarga dan teman.

KCNA mengatakan Sigley, yang ditangkap setelah melakukan tindakan ilegal oleh institusi terkait di Korut pada 25 Juni lalu, telah menyalahgunakan statusnya sebagai seorang mahasiswa dengan "menyisir" Pyongyang dan memberikan foto serta informasi lainnya ke situs-situs berita seperti NK News dan media anti-Korut lainnya.

Kantor berita itu mengatakan Korut Sigley diusir setelah mendapatkan maaf atas dasar kemanusiaan.

"Dia jujur ​​mengakui tindakan mata-matanya mengumpulkan dan menawarkan data secara sistematis tentang situasi domestik DPRK dan berulang kali meminta pengampunan, meminta maaf karena melanggar batas atas kedaulatan DPRK," kata KCNA seperti dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (6/7/2019).

Sigley dibebaskan oleh Korut setelah intervensi oleh diplomat Swedia. Setelah kedatangan Sigley di Beijing, ia pergi ke Tokyo untuk bersatu kembali dengan istrinya yang asal Jepang, yang ia nikahi di Pyongyang tahun lalu.

Selama berada di Korut, Sigley sering berbagi kehidupannya di Pyongyang melalui media sosial dan situs web agen perjalanannya, Tur Tongil. Ia sering kali menantang persepsi negatif dari luar tentang Korut dan, kadang-kadang, membual tentang kebebasan luar biasa yang ia miliki sebagai salah satu dari sedikit siswa asing yang tinggal di sana.

Dia juga menulis opini dan esai yang muncul di media Barat, termasuk NK News, meskipun tidak satu pun dari tulisannya yang tampak kritis terhadap pemerintah dan sistem politik Korut.

Dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di situsnya, CEO NK News Chad O'Carroll mengatakan akan menjadi "penyajian yang keliru" bagi Korut dengan menggambarkan artikel yang ditulis Sigley bagi outlet tersebut sebagai anti-negara.

"Kolom Sigley yang banyak dibaca menyajikan pandangan apolitis dan wawasan tentang kehidupan di Pyongyang yang kami terbitkan dalam upaya untuk menunjukkan sketsa kehidupan sehari-hari biasa di Ibu Kota kepada pembaca kami," jelas O'Carroll.

"Enam artikel yang diterbitkan Alek mewakili sepenuhnya karyanya bersama kami dan gagasan bahwa kolom-kolom itu, yang diterbitkan secara transparan di bawah namanya antara Januari dan April 2019, adalah 'anti-negara' dalam arti sebenarnya adalah penyajian yang keliru yang kami tolak," katanya.

Di masa lalu, Korut telah dituduh menahan warga Barat dan menggunakannya sebagai pion politik untuk mendapatkan konsesi. Ayah Sigley, Gary Sigley, seorang profesor studi Asia di University of Western Australia, mengatakan putranya dirawat dengan baik di Korut.

Itu adalah hasil yang jauh lebih bahagia daripada kasus mahasiswa Amerika Serikat (AS), Otto Warmbier, yang dihukum karena berusaha mencuri poster propaganda dan dipenjara di Korut. Warmbier meninggal tak lama setelah dipulangkan ke AS dalam keadaan koma pada Juni 2017.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3316 seconds (0.1#10.140)