Kena Sanksi, Kim Jong-un Masih Bisa Impor Mobil Limusin hingga Vodka
A
A
A
WASHINGTON - Korea Utara memang sedang dijatuhi sanksi ekonomi global oleh PBB. Namun, secara mengejutkan pemimpin negara itu, Kim Jong-un, muncul di tengah publik dengan mobil limusin mewah Rolls-Royce Phantom warna hitam.
Mobil mewah impor itu terungkap ketika Kim menaikinya saat dalam perjalanan ke sebuah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Michael Pompeo di Pyongyang Oktober 2018 lalu.
Sanksi PBB melarang Korea Utara membeli barang-barang mewah tertentu, seperti perhiasan, kapal pesiar dan mobil limusin. Sanksi global ini dijatuhkan terkait pengembangan rudal dan senjata nuklir rezim Pyongyang.
Hugh Griffiths, koordinator panel Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mendedikasikan diri untuk mendokumentasikan pembelian dan penjualan barang terlarang Korea Utara, mencatat bahwa Kim Jong-un juga mengimpor vodka yang diduga dari Belarusia.
Foto-foto Kim yang keluar dari mobil limusin Rolls-Royce membuka jalur penyelidikan baru bagi Griffiths dan timnya di PBB, yang menjanjikan dan sekaligus menyusahkan.
Bukti foto-foto itu dianggap mengganggu, karena jika Kim Jong-un dapat menghindari jaringan sanksi global untuk menyelundupkan barang mewah sebesar mobil limusin, Korea Utara hampir pasti juga bisa menyelundupkan barang-barang yang berbahaya.
"Itulah yang sedang terjadi dalam pikiran saya," kata Griffiths seperti dikutip The Sydney Morning Herald, Selasa (2/7/2019).
Masa jabatan Griffiths di PBB berakhir pada musim panas tahun ini. Dia adalah seorang ahli dalam perdagangan transportasi dan ekonomi politik klandestin yang sebelumnya bekerja untuk pemerintah lain dan organisasi penelitian di Eropa Timur.
"Jika Anda dapat menyelundupkan limusin mewah ke Korea Utara, yang dilakukan dengan pengiriman kontainer, itu berarti Anda dapat menyelundupkan barang-barang penggunaan ganda untuk program rudal balistik dan nuklir dalam komponen yang lebih kecil. Itu hal yang sangat mengkhawatirkan," katanya.
Pemerintahan Donald Trump yang berkuasa di AS telah mendorong pengetatan sanksi PBB terhadap Korea Utara, di mana pada 2017 PBB melarang negara komunis itu mengekspor batubara dan barang lainnya.
Nikki Haley, yang saat itu menjabat Duta Besar AS untuk PBB, menyebut langkah-langkah itu adalah satu set sanksi paling keras terhadap sebuah negara dalam satu generasi.
Trump telah menggembar-gemborkan kampanye "tekanan maksimum" sebagai faktor kunci dalam keputusan Kim Jong-un untuk bernegosiasi tentang arsenal nuklir Korea Utara. Dua pertemuan puncak Trump dan Kim Jong-un sebelumnya—pertama di Singapura tahun lalu dan kemudian di Hanoi, Vietnam, tahun ini—belum menghasilkan langkah konkret dari Korea Utara untuk melucuti senjata nuklirnya.
Menurut para penyelidik PBB, Korea Utara telah menemukan banyak cara untuk menutupi kampanye "tekanan maksimum" itu.
"Negara itu terus menentang resolusi Dewan Keamanan (PBB) melalui peningkatan besar-besaran transfer kapal ke kapal ilegal untuk produk minyak bumi dan batu bara," bunyi laporan penyelidikan PBB pada Maret lalu, yang merupakan laporan terakhir sebelum masa jabatan Griffiths berakhir.
"Pelanggaran-pelanggaran ini membuat sanksi terbaru PBB tidak efektif dengan mengabaikan batas atas impor produk minyak bumi dan minyak mentah."
Sung-Yoon Lee, seorang profesor Studi Korea di Fletcher School Tufts University, mengatakan Kim Jong-un menghabiskan USD650 juta hingga USD700 juta per tahun untuk mengimpor barang-barang mewah, dari minuman keras terkenal hingga jet ski. Angka itu merupakan data dari laporan intelijen Korea Selatan.
"Itu adalah pola pemborosan yang konsisten," katanya. China selama ini dianggap sebagai "penyebab terbesar" dalam memungkinkan Korea Utara untuk menghindari sanksi.
"Tapi ketika menyangkut ketidakpatuhan dan non-penegakan (sanksi), banyak negara di dunia, termasuk AS, yang harus disalahkan juga," ujar Lee. "Tidak ada yang senang melakukan kerja keras dalam penegakan sanksi. Tapi itu adalah panah diplomatik yang tidak mematikan, sah, dan efektif dalam getaran AS."
Pada hari Minggu, Trump bertemu dengan Kim di perbatasan yang memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan di tengah negosiasi nuklir Pyongyang yang telah buntu. Kedua pemimpin sepakat untuk mengirim tim negosiasi kembali ke meja perundingan, meskipun tidak ada rincian yang diumumkan.
Griffiths mengatakan keputusan Kim untuk memamerkan mobil limusin barunya selama pertemuan dengan Pompeo adalah sinyal yang disengaja untuk AS dan seluruh masyarakat internasional bahwa ia dapat menunjukkan hidungnya meski Korea Utara terkena sanksi global.
"Sangat penting untuk mengidentifikasi bagaimana (mobil) Rolls-Royce ini sampai di sana karena Kim jelas berusaha mengirim pesan bahwa dia menerima sanksi dengan sedikit garam," katanya. "Dan sanksi itu merupakan satu-satunya ancaman nyata bagi lingkaran Kim saat ini."
Seorang juru bicara Rolls-Royce menolak untuk menjawab pertanyaan, termasuk berapa banyak kendaraan yang diproduksi pada periode tertentu dan mengapa tidak dapat memberikan informasi pengidentifikasian lebih lanjut.
"Kami telah menanggapi sepenuhnya semua pertanyaan yang diajukan kepada kami oleh pihak berwenang di PBB dan tidak memiliki komentar lebih lanjut," kata Andrew Ball, juru bicara perusahaan itu, dalam sebuah email.
Griffiths mengatakan jawaban itu jauh berbeda dari yang dia dapat dari Mercedes-Benz ketika panel penyelidik PBB mencoba melacak beberapa limusin dari produsen mobil itu pada 2015 hingga 2016.
"Mercedes-Benz bekerja ekstra untuk melihat ke dalam database mereka dan melalui proses eliminasi, mengidentifikasi limusin yang dimaksud," katanya.
Hal itu memungkinkan para penyelidik PBB untuk menemukan perusahaan terakhir yang memiliki limusin Mercedes sebelum produk itu berakhir di Korea Utara. Menurut laporan PBB, produsen mobil itu menentukan bahwa limusin diangkut melalui kontainer pengiriman dari pelabuhan Long Beach, California, ke Dalian, China, atas arahan George Ma, seorang pengusaha China.
Mobil mewah impor itu terungkap ketika Kim menaikinya saat dalam perjalanan ke sebuah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Michael Pompeo di Pyongyang Oktober 2018 lalu.
Sanksi PBB melarang Korea Utara membeli barang-barang mewah tertentu, seperti perhiasan, kapal pesiar dan mobil limusin. Sanksi global ini dijatuhkan terkait pengembangan rudal dan senjata nuklir rezim Pyongyang.
Hugh Griffiths, koordinator panel Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mendedikasikan diri untuk mendokumentasikan pembelian dan penjualan barang terlarang Korea Utara, mencatat bahwa Kim Jong-un juga mengimpor vodka yang diduga dari Belarusia.
Foto-foto Kim yang keluar dari mobil limusin Rolls-Royce membuka jalur penyelidikan baru bagi Griffiths dan timnya di PBB, yang menjanjikan dan sekaligus menyusahkan.
Bukti foto-foto itu dianggap mengganggu, karena jika Kim Jong-un dapat menghindari jaringan sanksi global untuk menyelundupkan barang mewah sebesar mobil limusin, Korea Utara hampir pasti juga bisa menyelundupkan barang-barang yang berbahaya.
"Itulah yang sedang terjadi dalam pikiran saya," kata Griffiths seperti dikutip The Sydney Morning Herald, Selasa (2/7/2019).
Masa jabatan Griffiths di PBB berakhir pada musim panas tahun ini. Dia adalah seorang ahli dalam perdagangan transportasi dan ekonomi politik klandestin yang sebelumnya bekerja untuk pemerintah lain dan organisasi penelitian di Eropa Timur.
"Jika Anda dapat menyelundupkan limusin mewah ke Korea Utara, yang dilakukan dengan pengiriman kontainer, itu berarti Anda dapat menyelundupkan barang-barang penggunaan ganda untuk program rudal balistik dan nuklir dalam komponen yang lebih kecil. Itu hal yang sangat mengkhawatirkan," katanya.
Pemerintahan Donald Trump yang berkuasa di AS telah mendorong pengetatan sanksi PBB terhadap Korea Utara, di mana pada 2017 PBB melarang negara komunis itu mengekspor batubara dan barang lainnya.
Nikki Haley, yang saat itu menjabat Duta Besar AS untuk PBB, menyebut langkah-langkah itu adalah satu set sanksi paling keras terhadap sebuah negara dalam satu generasi.
Trump telah menggembar-gemborkan kampanye "tekanan maksimum" sebagai faktor kunci dalam keputusan Kim Jong-un untuk bernegosiasi tentang arsenal nuklir Korea Utara. Dua pertemuan puncak Trump dan Kim Jong-un sebelumnya—pertama di Singapura tahun lalu dan kemudian di Hanoi, Vietnam, tahun ini—belum menghasilkan langkah konkret dari Korea Utara untuk melucuti senjata nuklirnya.
Menurut para penyelidik PBB, Korea Utara telah menemukan banyak cara untuk menutupi kampanye "tekanan maksimum" itu.
"Negara itu terus menentang resolusi Dewan Keamanan (PBB) melalui peningkatan besar-besaran transfer kapal ke kapal ilegal untuk produk minyak bumi dan batu bara," bunyi laporan penyelidikan PBB pada Maret lalu, yang merupakan laporan terakhir sebelum masa jabatan Griffiths berakhir.
"Pelanggaran-pelanggaran ini membuat sanksi terbaru PBB tidak efektif dengan mengabaikan batas atas impor produk minyak bumi dan minyak mentah."
Sung-Yoon Lee, seorang profesor Studi Korea di Fletcher School Tufts University, mengatakan Kim Jong-un menghabiskan USD650 juta hingga USD700 juta per tahun untuk mengimpor barang-barang mewah, dari minuman keras terkenal hingga jet ski. Angka itu merupakan data dari laporan intelijen Korea Selatan.
"Itu adalah pola pemborosan yang konsisten," katanya. China selama ini dianggap sebagai "penyebab terbesar" dalam memungkinkan Korea Utara untuk menghindari sanksi.
"Tapi ketika menyangkut ketidakpatuhan dan non-penegakan (sanksi), banyak negara di dunia, termasuk AS, yang harus disalahkan juga," ujar Lee. "Tidak ada yang senang melakukan kerja keras dalam penegakan sanksi. Tapi itu adalah panah diplomatik yang tidak mematikan, sah, dan efektif dalam getaran AS."
Pada hari Minggu, Trump bertemu dengan Kim di perbatasan yang memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan di tengah negosiasi nuklir Pyongyang yang telah buntu. Kedua pemimpin sepakat untuk mengirim tim negosiasi kembali ke meja perundingan, meskipun tidak ada rincian yang diumumkan.
Griffiths mengatakan keputusan Kim untuk memamerkan mobil limusin barunya selama pertemuan dengan Pompeo adalah sinyal yang disengaja untuk AS dan seluruh masyarakat internasional bahwa ia dapat menunjukkan hidungnya meski Korea Utara terkena sanksi global.
"Sangat penting untuk mengidentifikasi bagaimana (mobil) Rolls-Royce ini sampai di sana karena Kim jelas berusaha mengirim pesan bahwa dia menerima sanksi dengan sedikit garam," katanya. "Dan sanksi itu merupakan satu-satunya ancaman nyata bagi lingkaran Kim saat ini."
Seorang juru bicara Rolls-Royce menolak untuk menjawab pertanyaan, termasuk berapa banyak kendaraan yang diproduksi pada periode tertentu dan mengapa tidak dapat memberikan informasi pengidentifikasian lebih lanjut.
"Kami telah menanggapi sepenuhnya semua pertanyaan yang diajukan kepada kami oleh pihak berwenang di PBB dan tidak memiliki komentar lebih lanjut," kata Andrew Ball, juru bicara perusahaan itu, dalam sebuah email.
Griffiths mengatakan jawaban itu jauh berbeda dari yang dia dapat dari Mercedes-Benz ketika panel penyelidik PBB mencoba melacak beberapa limusin dari produsen mobil itu pada 2015 hingga 2016.
"Mercedes-Benz bekerja ekstra untuk melihat ke dalam database mereka dan melalui proses eliminasi, mengidentifikasi limusin yang dimaksud," katanya.
Hal itu memungkinkan para penyelidik PBB untuk menemukan perusahaan terakhir yang memiliki limusin Mercedes sebelum produk itu berakhir di Korea Utara. Menurut laporan PBB, produsen mobil itu menentukan bahwa limusin diangkut melalui kontainer pengiriman dari pelabuhan Long Beach, California, ke Dalian, China, atas arahan George Ma, seorang pengusaha China.
(mas)