Proyek Ekonomi Dapat Dorong Perundingan Korea Utara-AS
A
A
A
SEOUL - Proyek komersial antar-Korea yang menghasilkan jutaan dolar per tahun bagi Pyongyang dapat digunakan untuk mendorong perundingan mengakhiri program nuklir Korea Utara (Korut). Menteri Unifikasi Korea Selatan (Korsel) Kim Yeon-chul menyatakan, meski Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong-un memiliki keyakinan tinggi, masih ada ketidakpercayaan antara dua pihak yang menghalangi kemajuan dialog.
Kim dan Trump telah bertemu dua kali dalam konferensi tingkat tinggi (KTT), tapi gagal membuat kemajuan saat pertemuan kedua di Hanoi pada Februari untuk menghentikan program nuklir Korut dengan imbalan pencabutan sanksi internasional. “Kita dapat menggunakan itu sebagai pengungkit dalam negosiasi dengan Korut,” kata Kim Yeon-chul kepada para jurnalis asing merujuk pada kompleks industri Kaesong dan tur Gunung Kumgang yang masih dihentikan operasionalnya.
Dia menambahkan, “Saat kita menciptakan paket negosiasi untuk meyakinkan Korut bahwa mereka harus mengambil inisiatif untuk denuklirisasi, kita dapat menggunakan Kaesong dan proyek Gunung Kumgang sebagai langkah untuk Korut sehingga kita dapat mengambil lebih banyak langkah.” Korsel menghentikan proyek industri Kaesong pada 2016 dan tur ke Gunung Kumgang pada 2008 yang keduanya menjadi simbol kerja sama menciptakan perdamaian antara dua Korea.
Saat ini dua Korea secara teknis masih terlibat perang karena konflik Korea 1950-1953 hanya berakhir dengan gencatan senjata, bukan traktat perdamaian. Menghidupkan kembali dua proyek itu menjadi visi ekonomi damai Presiden Korsel Moon Jae-in untuk mendorong rekonsiliasi dengan Korut dan merevitalisasi ekonomi Korsel yang mengalami tingkat pengangguran tertinggi dalam satu dekade.
Kim Yeon-chul ditunjuk pada April setelah pendahulunya dikritik karena tidak berbuat banyak untuk inisiatif perdamaian. Moon menjelaskan, Korut dan AS sedang berdialog untuk kemungkinan KTT ketiga dan AS mengusulkan negosiasi level kerja untuk program persenjataan. Kim Yeon-chul menjelaskan, kunci menciptakan kemajuan adalah KTT ketiga antara Trump dan Kim.
Menurut dia, China memiliki peran penting untuk dimainkan. Kerja sama antara AS dan China menjadi kunci bagi keberhasilan denuklirisasi Korut. “Satu pelajaran dari KTT Hanoi adalah seharusnya tidak ada kegagalan kedua dalam negosiasi AS dan Korut,” papar Kim Yeon-chul.
Kim Yeon-chul menyatakan penting untuk mengakui pentingnya Yongbyon bagi program nuklir Korut karena lokasinya di antara pengembangan nuklir berbasis plutonium dan fasilitas pengayaan uranium terbaru. “Yongbyon memiliki kontribusi tertinggi bagi program senjata nuklir Korut. Jadi saat kita melucuti fasilitas Yongbyon, tidak hanya akan menghentikan Korut memproduksi plutonium, tapi akan menghentikan mereka melakukan pengayaan uranium,” papar dia.
Sebelumnya dilaporkan, AS menggelar pembicaraan dengan Korut untuk kemungkinan KTT ketiga antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong-un. Perkembangan itu diungkapkan Presiden Korsel Moon Jae-in. Moon dalam jawaban tertulis menjelaskan, tidak ada alasan bahwa perundingan itu terhenti karena tak ada dialog resmi untuk denuklirisasi Korut.
Trump dan Kim menggelar KTT kedua di ibu kota Vietnam, Hanoi, pada Februari, tapi gagal mencapai kesepakatan lantaran perbedaan antara AS yang menginginkan denuklirisasi dan Korut meminta pencabutan sanksi terlebih dulu. “Kedua pihak terlibat dialog terkait KTT ketiga. Ini catatan berharga bahwa perundingan di balik layar telah dilakukan dengan saling memahami posisi masing-masing setelah KTT Hanoi,” tutur Moon, dilansir Reuters.
Menurut Moon, AS telah membuat proposal untuk perundingan level kerja yang mendorong Korut kembali ke meja negosiasi sesegera mungkin. Korut memiliki program nuklir dan rudal meski melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) serta terkena sanksi PBB dan AS. Moon terus mendorong upaya mengakhiri konfrontasi dan berjanji menjadi mediator perundingan.
Gagalnya KTT Hanoi menjadi pukulan bagi Moon yang beberapa hari sebelum KTT menawarkan konsesi pada Korut melalui inisiatif ekonomi antar-Korea yang hendak dihidupkan lagi. Moon tidak menjelaskan kapan dan bagaimana proposal AS dibuat. Namun, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Mike Pompeo menyatakan pertukaran surat terbaru antara Kim dan Trump mendorong harapan untuk memulai lagi perundingan. “Ini kemungkinan sangat nyata,” ucap Pompeo.
Kim dan Trump telah bertemu dua kali dalam konferensi tingkat tinggi (KTT), tapi gagal membuat kemajuan saat pertemuan kedua di Hanoi pada Februari untuk menghentikan program nuklir Korut dengan imbalan pencabutan sanksi internasional. “Kita dapat menggunakan itu sebagai pengungkit dalam negosiasi dengan Korut,” kata Kim Yeon-chul kepada para jurnalis asing merujuk pada kompleks industri Kaesong dan tur Gunung Kumgang yang masih dihentikan operasionalnya.
Dia menambahkan, “Saat kita menciptakan paket negosiasi untuk meyakinkan Korut bahwa mereka harus mengambil inisiatif untuk denuklirisasi, kita dapat menggunakan Kaesong dan proyek Gunung Kumgang sebagai langkah untuk Korut sehingga kita dapat mengambil lebih banyak langkah.” Korsel menghentikan proyek industri Kaesong pada 2016 dan tur ke Gunung Kumgang pada 2008 yang keduanya menjadi simbol kerja sama menciptakan perdamaian antara dua Korea.
Saat ini dua Korea secara teknis masih terlibat perang karena konflik Korea 1950-1953 hanya berakhir dengan gencatan senjata, bukan traktat perdamaian. Menghidupkan kembali dua proyek itu menjadi visi ekonomi damai Presiden Korsel Moon Jae-in untuk mendorong rekonsiliasi dengan Korut dan merevitalisasi ekonomi Korsel yang mengalami tingkat pengangguran tertinggi dalam satu dekade.
Kim Yeon-chul ditunjuk pada April setelah pendahulunya dikritik karena tidak berbuat banyak untuk inisiatif perdamaian. Moon menjelaskan, Korut dan AS sedang berdialog untuk kemungkinan KTT ketiga dan AS mengusulkan negosiasi level kerja untuk program persenjataan. Kim Yeon-chul menjelaskan, kunci menciptakan kemajuan adalah KTT ketiga antara Trump dan Kim.
Menurut dia, China memiliki peran penting untuk dimainkan. Kerja sama antara AS dan China menjadi kunci bagi keberhasilan denuklirisasi Korut. “Satu pelajaran dari KTT Hanoi adalah seharusnya tidak ada kegagalan kedua dalam negosiasi AS dan Korut,” papar Kim Yeon-chul.
Kim Yeon-chul menyatakan penting untuk mengakui pentingnya Yongbyon bagi program nuklir Korut karena lokasinya di antara pengembangan nuklir berbasis plutonium dan fasilitas pengayaan uranium terbaru. “Yongbyon memiliki kontribusi tertinggi bagi program senjata nuklir Korut. Jadi saat kita melucuti fasilitas Yongbyon, tidak hanya akan menghentikan Korut memproduksi plutonium, tapi akan menghentikan mereka melakukan pengayaan uranium,” papar dia.
Sebelumnya dilaporkan, AS menggelar pembicaraan dengan Korut untuk kemungkinan KTT ketiga antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong-un. Perkembangan itu diungkapkan Presiden Korsel Moon Jae-in. Moon dalam jawaban tertulis menjelaskan, tidak ada alasan bahwa perundingan itu terhenti karena tak ada dialog resmi untuk denuklirisasi Korut.
Trump dan Kim menggelar KTT kedua di ibu kota Vietnam, Hanoi, pada Februari, tapi gagal mencapai kesepakatan lantaran perbedaan antara AS yang menginginkan denuklirisasi dan Korut meminta pencabutan sanksi terlebih dulu. “Kedua pihak terlibat dialog terkait KTT ketiga. Ini catatan berharga bahwa perundingan di balik layar telah dilakukan dengan saling memahami posisi masing-masing setelah KTT Hanoi,” tutur Moon, dilansir Reuters.
Menurut Moon, AS telah membuat proposal untuk perundingan level kerja yang mendorong Korut kembali ke meja negosiasi sesegera mungkin. Korut memiliki program nuklir dan rudal meski melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) serta terkena sanksi PBB dan AS. Moon terus mendorong upaya mengakhiri konfrontasi dan berjanji menjadi mediator perundingan.
Gagalnya KTT Hanoi menjadi pukulan bagi Moon yang beberapa hari sebelum KTT menawarkan konsesi pada Korut melalui inisiatif ekonomi antar-Korea yang hendak dihidupkan lagi. Moon tidak menjelaskan kapan dan bagaimana proposal AS dibuat. Namun, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Mike Pompeo menyatakan pertukaran surat terbaru antara Kim dan Trump mendorong harapan untuk memulai lagi perundingan. “Ini kemungkinan sangat nyata,” ucap Pompeo.
(don)