Sikap Duterte soal Kapal China Tenggelamkan Kapal Nelayan Filipina
A
A
A
MANILA - Presiden Rodrigo Duterte pada Sabtu (22/6/2019) memutuskan untuk menerima usulan China untuk melakukan investigasi bersama terkait aksi kapal Beijing menabrak dan menenggelamkan kapal nelayan Filipina di Laut China Selatan.
Duterte sebelumnya menuai kritik di dalam negeri karena dianggap mengikuti langkah Beijing ketimbang membela kedaulatan negara dan hak-hak nelayannya.
Kapal yang tenggelam itu ditinggalkan 22 nelayan Filipina.
Meski menerima usulan Beijing, Duterte ingin negara ketiga dimasukkan dalam komite investigasi bersama yang akan dibentuk untuk menentukan apa yang sebenarnya terjadi di Reed Bank, Laut China Selatan. Keputusan Duterte itu disampaikan juru bicaranya, Salvador Panelo.
"Kami sama sekali tidak melepaskan satu inci pun dari hak kedaulatan kami, atau mengorbankan hak 22 nelayan kami. Kami menuntut keadilan bagi warga negara kami, dan kami menggunakan semua cara hukum untuk mencapai tujuan itu," kata Panelo dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters.
Duterte awalnya meremehkan insiden itu dengan menganggapnya sebagai "kecelakaan kecil". Sikap itu menuai kririk karena Duterte dinilai lebih mengikuti langkah Beijing daripada membela nelayan negaranya.
Menteri pertahanan, kepala angkatan laut dan juru bicara Duterte secara terbuka mengecam kru China.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin telah mengajukan protes ke Beijing dan dalam sebuah tweet pada hari Jumat, di mana dia menolak gagasan penyelidikan bersama.
Insiden penabrakan kapal nelayan Filipina hingga tenggelam oleh kapal China itu terjadi pada 9 Juni di dekat Reed Bank, tempat cadangan gas di kawasan Laut China Selatan. Menurut putusan pengadilan arbitrase internasional pada 2016, Filipina sebagai pihak yang berdaulat untuk mengeksploitasi wilayah itu. Namun, Beijing menolak putusan pengadilan tersebut.
Kedutaan besar China di Manila mengatakan kru Beijing sebenarnya berusaha menyelamatkan para nelayan Filipina, tetapi terpaksa melarikan diri setelah tiba-tiba dikepung oleh tujuh hingga delapan kapal nelayan Filipina.
"Sebuah penyelidikan bersama dan tidak memihak tidak hanya akan mempromosikan penyelesaian masalah yang bijaksana, itu juga akan sesuai dengan hukum internasional...yang menempatkan penekanan utama pada penggunaan cara damai untuk menyelesaikan sengketa internasional," kata Panelo.
Duterte sebelumnya menuai kritik di dalam negeri karena dianggap mengikuti langkah Beijing ketimbang membela kedaulatan negara dan hak-hak nelayannya.
Kapal yang tenggelam itu ditinggalkan 22 nelayan Filipina.
Meski menerima usulan Beijing, Duterte ingin negara ketiga dimasukkan dalam komite investigasi bersama yang akan dibentuk untuk menentukan apa yang sebenarnya terjadi di Reed Bank, Laut China Selatan. Keputusan Duterte itu disampaikan juru bicaranya, Salvador Panelo.
"Kami sama sekali tidak melepaskan satu inci pun dari hak kedaulatan kami, atau mengorbankan hak 22 nelayan kami. Kami menuntut keadilan bagi warga negara kami, dan kami menggunakan semua cara hukum untuk mencapai tujuan itu," kata Panelo dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters.
Duterte awalnya meremehkan insiden itu dengan menganggapnya sebagai "kecelakaan kecil". Sikap itu menuai kririk karena Duterte dinilai lebih mengikuti langkah Beijing daripada membela nelayan negaranya.
Menteri pertahanan, kepala angkatan laut dan juru bicara Duterte secara terbuka mengecam kru China.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin telah mengajukan protes ke Beijing dan dalam sebuah tweet pada hari Jumat, di mana dia menolak gagasan penyelidikan bersama.
Insiden penabrakan kapal nelayan Filipina hingga tenggelam oleh kapal China itu terjadi pada 9 Juni di dekat Reed Bank, tempat cadangan gas di kawasan Laut China Selatan. Menurut putusan pengadilan arbitrase internasional pada 2016, Filipina sebagai pihak yang berdaulat untuk mengeksploitasi wilayah itu. Namun, Beijing menolak putusan pengadilan tersebut.
Kedutaan besar China di Manila mengatakan kru Beijing sebenarnya berusaha menyelamatkan para nelayan Filipina, tetapi terpaksa melarikan diri setelah tiba-tiba dikepung oleh tujuh hingga delapan kapal nelayan Filipina.
"Sebuah penyelidikan bersama dan tidak memihak tidak hanya akan mempromosikan penyelesaian masalah yang bijaksana, itu juga akan sesuai dengan hukum internasional...yang menempatkan penekanan utama pada penggunaan cara damai untuk menyelesaikan sengketa internasional," kata Panelo.
(mas)