PBB Desak Akses Bantuan ke Rakhine

Kamis, 16 Mei 2019 - 12:27 WIB
PBB Desak Akses Bantuan...
PBB Desak Akses Bantuan ke Rakhine
A A A
YANGON - Pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak Myanmar memberi akses ke Rakhine kepada para pekerja bantuan.

Saat ini Rakhine menjadi lokasi pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak hingga memaksa hampir 33.000 orang mengungsi sejak akhir tahun lalu.

Kurangnya bantuan ke wilayah itu mengakibatkan banyak korban jiwa. Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk Masalah Kemanusiaan Ursula Mueller menyatakan otoritas telah menolak permintaannya untuk bertemu para pengungsi akibat konflik di wilayah itu.

”Kita memerlukan akses yang dapat diprediksi akses berkelanjutan untuk mencapai orang yang membutuhkan,” tutur Mueller di akhir kunjungan enam hari di Myanmar.

”Jika bantuan, termasuk klinik bergerak, tidak dapat mencapai warga, mereka tidak mendapat layanan dan kebutuhan mereka tak terpenuhi serta beberapa orang mati,” ungkap Mueller.

Rakhine menjadi sorotan dunia sejak 2017 setelah sekitar 730.000 warga Rohingya melarikan diri dari operasi militer Myanmar. Ratusan ribu warga Rohingya itu mengungsi ke Bangladesh.

Investigator PBB mendesak para pejabat militer senior diadili atas tuduhan pembunuhan massal, pemerkosaan, dan pembakaran desa. Militer Myanmar menyangkal semua tuduhan itu.

Dalam beberapa waktu terakhir, warga sipil terjebak dalam konflik antara militer dan Laskar Arakan, kelompok pemberontak yang merekrut etnik Buddha Rakhine dan berjuang untuk mendapat otonomi lebih luas di Rakhine.

Saat kunjungannya, Mueller bertemu para pejabat senior di ibu kota Naypyitaw, termasuk penasihat negara Aung San Suu Kyi. Suu Kyi menjelaskan dia bekerja menuju pembangunan dan kohesi sosial di Rakhine.

”Saya menyoroti kebutuhan kemanusiaan yang harus segera dipenuhi,” tutur Mueller. Mueller juga mengunjungi kamp-kamp di luar Sittwe, tempat ribuan warga Rohingya dibatasi geraknya sejak kekerasan pada 2012.

Sebagian besar warga Rohingya tidak mendapat kewarga negaraan dan dibatasi pergerakan dan akses pada layanan pokok. Myanmar telah bekerja sama dengan PBB untuk strategi menutup kamp-kamp itu.

Namun, strategi itu lebih bertujuan membangun rumah baru dan permanen di kamp yang sama dibandingkan mengizinkan warga Rohingya kembali ke wilayah yang telah mereka tinggalkan.

Mueller yang juga deputi koordinator untuk pemulihan darurat menjelaskan, dia membahas strategi itu dengan para pejabat.

”Tidak cukup untuk membangun gedung-gedung di lokasi sama, sementara penyebabnya tidak diatasi. Warga tidak bebas bergerak. Mereka kehilangan harapan setelah tujuh tahun di kamp ini,” ucapnya.

Isu kekerasan yang dialami warga Rohingya semakin menjadi sorotan dunia saat dua jurnalis Reuters divonis penjara dan akhirnya dibebaskan awal bulan ini.

Dua jurnalis Reuters yang dipenjara di Myanmar setelah didakwa melanggar Undang-Undang Rahasia Negara berjalan bebas dari penjara pada 7 Mei lalu setelah lebih dari 500 hari ditahan.

Wa Lone, 33, dan Kyaw Soe Oo, 29, divonis pada September dan dihukum penjara tujuh tahun dalam pengadilan yang banyak dikritik dunia internasional. Pembebasan dua jurnalis itu sebagai bagian dari amnesti kepresidenan yang diberikan pada 6.520 tahanan.

Presiden Myanmar Win Myint mengampuni ribuan narapidana lain dalam amnesti massal sejak bulan lalu. Sudah kebiasaan di Myanmar bahwa otoritas membebaskan para narapidana saat Tahun Baru tradisional yang dimulai pada 17 April.

Reuters menyatakan dua pria itu tidak melakukan kejahatan apa pun dan menyerukan pembebasannya. Dua jurnalis itu disambut media dan para pendukungnya saat berjalan keluar dari Penjara Insein di pinggiran Yangon.

Wa Lone mengangkat jempolnya dan menyatakan dia senang dengan upaya internasional menyerukan pembebasan mereka.
”Saya benar-benar bahagia dan senang melihat keluarga saya dan teman-teman saya. Saya tak dapat menunggu untuk pergi ke ruang berita saya,” tutur Kyaw Soe Oo sambil tersenyum dan melambaikan tangan pada para jurnalis.

Dua jurnalis itu kemudian dibawa oleh teman-temannya dari Reuters dan berkumpul kembali dengan istri dan anak mereka. Wajah bahagia tampak pada dua jurnalis itu. (Syarifudin)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0836 seconds (0.1#10.140)