Raja Yordania Dilaporkan Pecat Kepala Intelijen dan Pejabat Senior
A
A
A
AMMAN - Raja Yordania, Abdullah II, dilaporkan memecat beberapa pejabat senior termasuk kepala intelijen selama sepekan terakhir.
Raja Yordania menggantikan direktur Departemen Intelijen Umum, Jenderal Adnan al-Jundi, yang memegang salah satu posisi paling berpengaruh di negara itu. Istana mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa raja telah memutuskan untuk memesiunkan Jundi dan menggantikannya dengan Jenderal Ahmed Husni, yang telah bertugas di beberapa pos intelijen senior.
Raja mengatakan dalam pernyataan yang dikutip oleh Haaretz, bahwa langkah itu dipicu oleh keluhan kekurangan dalam pengelolaan sistem intelijen dan menemukan bahwa beberapa orang menggunakan status dan posisi mereka untuk memajukan kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan kerajaan.
Sebelum Jundi, raja juga menggantikan beberapa pejabat di biro, termasuk kepala kebijakan dan informasi seperti dikutip dari Sputnik, Jumat (3/5/2019).
Media Yordania melaporkan bahwa perubahan juga telah dilakukan dalam pembentukan pertahanan dan kepolisian, dengan komandan baru ditunjuk untuk beberapa daerah. Menurut pejabat Yordania, perubahan tambahan diperkirakan akan terjadi di istana dan di posisi terkait pertahanan.
Pemecatan sejumlah pejabat senior ini dilakukan di tengah munculnya kabar rencana untuk menggoyang kekuasaan kerajaan.
Kantor berita Kuwait Al-Qabas menurunkan laporan bahwa sejumlah tokoh senior dan berpengaruh di Yordania telah berkonspirasi untuk mengadakan protes massal di luar istana kerajaan di Amman. Aksi itu untuk menunjukkan kurangnya kepercayaan publik pada Perdana Menteri Yordania Omar Razzaz dan dengan demikian menciptakan ketidakstabilan di kerajaan.
Kantor berita Israel Haaretz juga mencatat bahwa para pejabat Yordania khawatir tentang dampak dari proposal perdamaian Timur Tengah yang sedang disiapkan oleh pemerintahan Trump. Kekhawatirannya adalah bahwa rencana itu dapat membuat kestabilan kerajaan dan merusak hubungannya dengan Otoritas Palestina, Arab Saudi, Negara-negara Teluk dan negara-negara Arab lainnya.
Raja Yordania sebelumnya mengatakan bahwa ia telah mendapat tekanan besar dalam persiapan untuk perilisan rencana tersebut."Yordania tidak akan berkompromi pada masalah prinsip seperti hak Palestina untuk mendirikan negara merdeka berdasarkan perbatasan 1967, serta masalah pengungsi Yerusalem dan Palestina," tegasnya.
Para pejabat Yordania dengan tegas membantah laporan bahwa kerajaan itu akan memberikan kewarganegaraan kepada lebih dari satu juta pengungsi Palestina dengan imbalan bantuan ekonomi, diperkirakan mencapai puluhan miliar dolar, sebagai bagian dari rencana perdamaian.
Seorang pejabat senior Yordania mengatakan kepada Haaretz pada hari Kamis bahwa Raja Abdullah telah menetapkan garis merah yang jelas dan tidak akan menyerah untuk mendikte yang melanggar hak-hak dasar Palestina.
"Yordania tidak akan menjadi alternatif bagi negara Palestina," tambah pejabat itu.
Raja Yordania menggantikan direktur Departemen Intelijen Umum, Jenderal Adnan al-Jundi, yang memegang salah satu posisi paling berpengaruh di negara itu. Istana mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa raja telah memutuskan untuk memesiunkan Jundi dan menggantikannya dengan Jenderal Ahmed Husni, yang telah bertugas di beberapa pos intelijen senior.
Raja mengatakan dalam pernyataan yang dikutip oleh Haaretz, bahwa langkah itu dipicu oleh keluhan kekurangan dalam pengelolaan sistem intelijen dan menemukan bahwa beberapa orang menggunakan status dan posisi mereka untuk memajukan kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan kerajaan.
Sebelum Jundi, raja juga menggantikan beberapa pejabat di biro, termasuk kepala kebijakan dan informasi seperti dikutip dari Sputnik, Jumat (3/5/2019).
Media Yordania melaporkan bahwa perubahan juga telah dilakukan dalam pembentukan pertahanan dan kepolisian, dengan komandan baru ditunjuk untuk beberapa daerah. Menurut pejabat Yordania, perubahan tambahan diperkirakan akan terjadi di istana dan di posisi terkait pertahanan.
Pemecatan sejumlah pejabat senior ini dilakukan di tengah munculnya kabar rencana untuk menggoyang kekuasaan kerajaan.
Kantor berita Kuwait Al-Qabas menurunkan laporan bahwa sejumlah tokoh senior dan berpengaruh di Yordania telah berkonspirasi untuk mengadakan protes massal di luar istana kerajaan di Amman. Aksi itu untuk menunjukkan kurangnya kepercayaan publik pada Perdana Menteri Yordania Omar Razzaz dan dengan demikian menciptakan ketidakstabilan di kerajaan.
Kantor berita Israel Haaretz juga mencatat bahwa para pejabat Yordania khawatir tentang dampak dari proposal perdamaian Timur Tengah yang sedang disiapkan oleh pemerintahan Trump. Kekhawatirannya adalah bahwa rencana itu dapat membuat kestabilan kerajaan dan merusak hubungannya dengan Otoritas Palestina, Arab Saudi, Negara-negara Teluk dan negara-negara Arab lainnya.
Raja Yordania sebelumnya mengatakan bahwa ia telah mendapat tekanan besar dalam persiapan untuk perilisan rencana tersebut."Yordania tidak akan berkompromi pada masalah prinsip seperti hak Palestina untuk mendirikan negara merdeka berdasarkan perbatasan 1967, serta masalah pengungsi Yerusalem dan Palestina," tegasnya.
Para pejabat Yordania dengan tegas membantah laporan bahwa kerajaan itu akan memberikan kewarganegaraan kepada lebih dari satu juta pengungsi Palestina dengan imbalan bantuan ekonomi, diperkirakan mencapai puluhan miliar dolar, sebagai bagian dari rencana perdamaian.
Seorang pejabat senior Yordania mengatakan kepada Haaretz pada hari Kamis bahwa Raja Abdullah telah menetapkan garis merah yang jelas dan tidak akan menyerah untuk mendikte yang melanggar hak-hak dasar Palestina.
"Yordania tidak akan menjadi alternatif bagi negara Palestina," tambah pejabat itu.
(ian)