Khamenei Desak Irak Memastikan Pasukan AS Hengkang Cepat

Minggu, 07 April 2019 - 03:06 WIB
Khamenei Desak Irak...
Khamenei Desak Irak Memastikan Pasukan AS Hengkang Cepat
A A A
TEHERAN - Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mendesak Baghdad untuk memastikan pasukan Amerika Serikat (AS) hengkang secapat mungkin dari Irak. Menurutnya, mengusir pasukan Amerika akan menjadi sulit jika sudah terlalu lama di negara orang.

Desakan itu disampaikan Khamenei saat bertemu dengan pejabat tinggi Irak. "Anda harus memastikan bahwa Amerika menarik pasukannya dari Irak sesegera mungkin karena mengusir mereka menjadi sulit setiap kali mereka memiliki kehadiran militer yang lama di suatu negara," katanya, yang dipublikasikan di situs Khamenei seperti dikutip Sputnik, Minggu (7/4/2019).

"Pemerintah Irak, parlemen dan aktivis politik saat ini di negara itu tidak diinginkan oleh Amerika...dan mereka berencana untuk mendepak mereka dari politik Irak," kata Khamenei.

Pernyataan itu muncul di tengah laporan tentang rencana Gedung Putih untuk mengumumkan Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) sebagai organisasi teroris asing (FTO). Pengumuman akan disampaikan pada 8 April.

Sebelumnya, majalah Foreign Policy yang mengutip para pejabat AS melaporkan bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk memangkas jumlah personel diplomatik di Afghanistan dan Irak paling cepat tahun ini atau tahun berikutnya.

Pada tanggal 26 Maret, Amerika Serikat memperkenalkan babak baru sanksi terhadap Iran dengan menambahkan 16 entitas dan sembilan individu ke daftar sanksi atas dugaan dukungan keuangan terhadap IRGC dan unit-unit lain dari Angkatan Bersenjata Iran.

Ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran telah meningkat sejak Washington menarik diri dari perjanjian nuklir Iran tahun lalu dan menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran.

Perjanjian nuklir yang ditekan Iran dan enam kekuatan dunia—AS, Rusia, Inggris, Prancis, Jerman dan China—tahun 2015. Dalam perjanjian itu, Iran bersedia mengekang program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional. Namun, AS yang diperintah Presiden Donald Trump "mengkhianati" perjanjian itu dan memberlakukan kembali sanksi yang telah dicabut di era Presiden Barack Obama.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1613 seconds (0.1#10.140)