Iran Bersumpah Akan Balas Dendam Jika AS Jatuhkan Sanksi
loading...
A
A
A
TEHERAN - Iran berjanji akan segera menekan balik Amerika Serikat (AS) jika pemerintahan Trump mengambil kebijakan memicu kembali sanksi yang dihapuskan perjanjiannuklir 2015 . Iran menyebut tindakan tersebut ilegal sejak AS menarik diri dari perjanjian itu pada 2018.
AS mengancam untuk memicu mekanisme "snapback" yang terdapat dalam perjanjian nuklir Iran 2015. Mekanisme itu memungkinkan salah satu pihak dalam perjanjian untuk memulai pemulihan semua sanksi PBB terhadap Iran.
Ancaman ini muncul setelah pemerintahan Trump mendapat pukulan telah pada pertemuan Dewan Keamanan PBB, karena tidak ada sekutunya yang mendukung resolusi yang diperjuangkan Washington untuk memperpanjang embargo senjata 13 tahun terhadap Teheran.(Baca: AS Ingin Hidupkan Sanksi Berdasar Perjanjian Nuklir, Iran: Itu Klaim Bodoh! )
China dan Rusia, yang secara vokal menentang perpanjangan tersebut, memberikan suara menentang, sementara sekutu AS di Eropa, Prancis dan Inggris, memilih untuk abstain dalam pemungutan suara. Hanya satu anggota dari 15 negara, Republik Dominika, yang mendukung draf yang disponsori AS, sementara sisanya juga abstain.
Merasa kecewa, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengecam perilaku seperti itu sebagai "tidak dapat dimaafkan," sementara Duta Besar AS untuk PBB Kelly Craft bersumpah untuk melakukan yang terbaik untuk memberlakukan embargo.
"Dalam beberapa hari mendatang, Amerika Serikat akan menindaklanjuti janji itu untuk tidak berhenti memperpanjang embargo senjata," katanya.
Ia menambahkan bahwa AS "berhak" untuk memberlakukan apa yang disebut "mekanisme snapback" di bawah perjanjian nuklir Iran 2015 dan yang dapat diberlakukan jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut menganggap Iran melanggar perjanjian tersebut.
Sehari sebelum pemungutan suara, AS dilaporkan mengirim memo kepada anggota DK PBB, mencoba membujuk mereka bahwa meskipun AS meninggalkan kesepakatan secara sepihak pada 2018, AS masih tetap menjadi peserta perjanjian nuklir, yang berulang kali dilabeli oleh Presiden AS Donald Trump sebagai "Kesepakatan terburuk yang pernah ada."(Baca: AS Ingin Hidupkan Sanksi Iran Berdasar Perjanjian Nuklir, Rusia: Itu Konyol! )
Iran berpendapat bahwa sanksi semacam itu akan ilegal, menunjukkan bahwa hasil pemungutan suara di DK PBB telah mengungkapkan Washington terisolasi.
“AS harus belajar dari bencana ini. Upaya untuk menjatuhkan sanksi 'snapback' adalah ilegal, dan ditolak oleh komunitas [internasional], seperti yang terbukti hari ini,” tweet Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht Ravanchi seperti dikutip dari Russia Today, Sabtu (15/8/2020).
AS mengancam untuk memicu mekanisme "snapback" yang terdapat dalam perjanjian nuklir Iran 2015. Mekanisme itu memungkinkan salah satu pihak dalam perjanjian untuk memulai pemulihan semua sanksi PBB terhadap Iran.
Ancaman ini muncul setelah pemerintahan Trump mendapat pukulan telah pada pertemuan Dewan Keamanan PBB, karena tidak ada sekutunya yang mendukung resolusi yang diperjuangkan Washington untuk memperpanjang embargo senjata 13 tahun terhadap Teheran.(Baca: AS Ingin Hidupkan Sanksi Berdasar Perjanjian Nuklir, Iran: Itu Klaim Bodoh! )
China dan Rusia, yang secara vokal menentang perpanjangan tersebut, memberikan suara menentang, sementara sekutu AS di Eropa, Prancis dan Inggris, memilih untuk abstain dalam pemungutan suara. Hanya satu anggota dari 15 negara, Republik Dominika, yang mendukung draf yang disponsori AS, sementara sisanya juga abstain.
Merasa kecewa, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengecam perilaku seperti itu sebagai "tidak dapat dimaafkan," sementara Duta Besar AS untuk PBB Kelly Craft bersumpah untuk melakukan yang terbaik untuk memberlakukan embargo.
"Dalam beberapa hari mendatang, Amerika Serikat akan menindaklanjuti janji itu untuk tidak berhenti memperpanjang embargo senjata," katanya.
Ia menambahkan bahwa AS "berhak" untuk memberlakukan apa yang disebut "mekanisme snapback" di bawah perjanjian nuklir Iran 2015 dan yang dapat diberlakukan jika salah satu pihak dalam perjanjian tersebut menganggap Iran melanggar perjanjian tersebut.
Sehari sebelum pemungutan suara, AS dilaporkan mengirim memo kepada anggota DK PBB, mencoba membujuk mereka bahwa meskipun AS meninggalkan kesepakatan secara sepihak pada 2018, AS masih tetap menjadi peserta perjanjian nuklir, yang berulang kali dilabeli oleh Presiden AS Donald Trump sebagai "Kesepakatan terburuk yang pernah ada."(Baca: AS Ingin Hidupkan Sanksi Iran Berdasar Perjanjian Nuklir, Rusia: Itu Konyol! )
Iran berpendapat bahwa sanksi semacam itu akan ilegal, menunjukkan bahwa hasil pemungutan suara di DK PBB telah mengungkapkan Washington terisolasi.
“AS harus belajar dari bencana ini. Upaya untuk menjatuhkan sanksi 'snapback' adalah ilegal, dan ditolak oleh komunitas [internasional], seperti yang terbukti hari ini,” tweet Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht Ravanchi seperti dikutip dari Russia Today, Sabtu (15/8/2020).