Citra Satelit Tunjukkan Pembangunan Reaktor Nuklir Pertama Saudi
A
A
A
RIYADH - Sebuah citra satelit menunjukkan proyek pembangunan reaktor nuklir pertama di Arab Saudi. Pakar nuklir yang mengidentifikasi gambar satelit Google itu mengatakan konstruksi sejauh ini terlihat sangat kecil dan dimaksudkan untuk tujuan penelitian dan pelatihan.
Robert Kelley, seorang veteran dari Departemen Energi Amerika Serikat (AS) dan mantan direktur inspeksi nuklir di Badan Energi Atom DUnia (IAEA), memprediksi konstruksi reaktor nuklir di Saudi itu rampung sekitar satu tahun lagi.
Kelley merupakan pakar yang pertama kali mengidentifikasi gambar-gambar situs reaktor nuklir di King Abdulaziz City of Science and Technology (KACST), di Riyadh.
Kelley mengatakan sebelum kerajaan tersebut dapat memasukkan bahan bakar nuklir ke dalam reaktor, negara itu harus mematuhi perjanjian yang membutuhkan inspeksi oleh pengawas nuklir PBB, IAEA. Pihak Kementerian Energi maupun KACST belum bisa dihubungi untuk memberikan komentar.
Kelley mengatakan citra satelit itu telah mengejutkan dirinya karena betapa tidak transparannya Kerajaan Arab dalam proses membangun reaktor nuklir. "Bagaimana mereka tampak sangat angkuh tentang memodifikasi pengaturan mereka dengan IAEA," katanya.
Kelley merujuk pada perjanjian yang telah ditandatangani kerajaan. Kerajaan itu menyetujui Perjanjian Nonproliferasi Nuklir tiga dekade lalu. Pada tahun 2005, negara itu menandatangani perjanjian dengan IAEA yang dikenal sebagai "small quantities protocol". Perjanjian itu memungkinkan negara-negara dengan program nuklir dapat diabaikan dibebaskan dari inspeksi rutin atau pemantauan nuklir.
Namun, lanjut Kelley, begitu bahan bakar nuklir dibawa ke negara itu untuk mengoperasikan reaktor kecil ini, inspeksi oleh IAEA akan diperlukan. "Sederhananya mereka melewati ambang batas dalam hal persyaratannya," kata Kelley, seperti dikutip CBC, Jumat (5/4/2019).
Jenis reaktor yang sedang dibangun sekarang, menurut citra satelit yang diidentifikasi Kelley, digunakan oleh teknisi untuk tujuan pembelajaran dan pelatihan.
"Reaktor berada di bagian bawah tangki terbuka yang diisi dengan air setinggi 10 meter. Ini sangat, sangat kecil," kata Kelley, menambahkan bahwa inti reaktor adalah tentang ukuran kaleng cat seukuran galon.
Dia mengatakan reaktor nuklir Arab Saudi dibangun oleh perusahaan milik pemerintah Argentina, INVAP. Menurut Kelley, sebelum Argentina membawa bahan bakar nuklir ke Arab Saudi untuk reaktor, perjanjian IAEA yang mengecualikan Arab Saudi dari inspeksi perlu dibatalkan.
"Saya pikir itu adalah kepastian 100 persen bahwa Argentina tidak akan memasok bahan bakar uranium ke negara yang tidak memiliki perjanjian perlindungan yang berlaku," ujarnya.
Sementara itu, administrasi Trump pekan lalu mengatakan pihaknya menyetujui tujuh permintaan kepada perusahaan AS untuk menjual teknologi tenaga nuklir dan bantuan ke Arab Saudi.
Namun anggota parlemen Republik dan Demokrat, telah menyatakan keprihatinan bahwa Arab Saudi dapat mengembangkan senjata nuklir jika teknologi AS ditransfer tanpa pengamanan yang tepat.
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman juga tidak mengesampingkan pengembangan senjata nuklir. Dia mengatakan kepada CBS tahun lalu. "Arab Saudi tidak ingin memperoleh bom nuklir, tetapi tanpa keraguan jika Iran mengembangkan bom nuklir, kami akan mengikutinya sesegera mungkin," katanya kala itu.
Robert Kelley, seorang veteran dari Departemen Energi Amerika Serikat (AS) dan mantan direktur inspeksi nuklir di Badan Energi Atom DUnia (IAEA), memprediksi konstruksi reaktor nuklir di Saudi itu rampung sekitar satu tahun lagi.
Kelley merupakan pakar yang pertama kali mengidentifikasi gambar-gambar situs reaktor nuklir di King Abdulaziz City of Science and Technology (KACST), di Riyadh.
Kelley mengatakan sebelum kerajaan tersebut dapat memasukkan bahan bakar nuklir ke dalam reaktor, negara itu harus mematuhi perjanjian yang membutuhkan inspeksi oleh pengawas nuklir PBB, IAEA. Pihak Kementerian Energi maupun KACST belum bisa dihubungi untuk memberikan komentar.
Kelley mengatakan citra satelit itu telah mengejutkan dirinya karena betapa tidak transparannya Kerajaan Arab dalam proses membangun reaktor nuklir. "Bagaimana mereka tampak sangat angkuh tentang memodifikasi pengaturan mereka dengan IAEA," katanya.
Kelley merujuk pada perjanjian yang telah ditandatangani kerajaan. Kerajaan itu menyetujui Perjanjian Nonproliferasi Nuklir tiga dekade lalu. Pada tahun 2005, negara itu menandatangani perjanjian dengan IAEA yang dikenal sebagai "small quantities protocol". Perjanjian itu memungkinkan negara-negara dengan program nuklir dapat diabaikan dibebaskan dari inspeksi rutin atau pemantauan nuklir.
Namun, lanjut Kelley, begitu bahan bakar nuklir dibawa ke negara itu untuk mengoperasikan reaktor kecil ini, inspeksi oleh IAEA akan diperlukan. "Sederhananya mereka melewati ambang batas dalam hal persyaratannya," kata Kelley, seperti dikutip CBC, Jumat (5/4/2019).
Jenis reaktor yang sedang dibangun sekarang, menurut citra satelit yang diidentifikasi Kelley, digunakan oleh teknisi untuk tujuan pembelajaran dan pelatihan.
"Reaktor berada di bagian bawah tangki terbuka yang diisi dengan air setinggi 10 meter. Ini sangat, sangat kecil," kata Kelley, menambahkan bahwa inti reaktor adalah tentang ukuran kaleng cat seukuran galon.
Dia mengatakan reaktor nuklir Arab Saudi dibangun oleh perusahaan milik pemerintah Argentina, INVAP. Menurut Kelley, sebelum Argentina membawa bahan bakar nuklir ke Arab Saudi untuk reaktor, perjanjian IAEA yang mengecualikan Arab Saudi dari inspeksi perlu dibatalkan.
"Saya pikir itu adalah kepastian 100 persen bahwa Argentina tidak akan memasok bahan bakar uranium ke negara yang tidak memiliki perjanjian perlindungan yang berlaku," ujarnya.
Sementara itu, administrasi Trump pekan lalu mengatakan pihaknya menyetujui tujuh permintaan kepada perusahaan AS untuk menjual teknologi tenaga nuklir dan bantuan ke Arab Saudi.
Namun anggota parlemen Republik dan Demokrat, telah menyatakan keprihatinan bahwa Arab Saudi dapat mengembangkan senjata nuklir jika teknologi AS ditransfer tanpa pengamanan yang tepat.
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman juga tidak mengesampingkan pengembangan senjata nuklir. Dia mengatakan kepada CBS tahun lalu. "Arab Saudi tidak ingin memperoleh bom nuklir, tetapi tanpa keraguan jika Iran mengembangkan bom nuklir, kami akan mengikutinya sesegera mungkin," katanya kala itu.
(mas)