Pengantin ISIS Shamima Begum Mengaku Jadi Korban 'Cuci Otak'
A
A
A
BAGHUZ - Pengantin ISIS, Shamima Begum, mengaku pasrah jika pada akhirnya ia tidak akan kembali ke tanah kelahirannya Inggris. Meski begitu, ia bersikeras telah "dicuci otak" oleh para ekstrimis saat dia melarikan diri untuk bergabung dengan ISIS.
Berbicara untuk pertama kali sejak kematian bayi ketiganya pada bulan Maret lalu, perempuan berusia 19 tahun itu mengaku sangat menyesal dan berharap ada kesempatan kedua.
Begum mengaku ia telah meninggalkan London menuju Suriah saat berusia 15 tahun. "Memercayai semua yang telah saya ketahui, sementara hanya tahu sedikit tentang kebenaran agama saya," katanya seperti dikutip dari ITV, Selasa (2/4/2019).
Begum kemudian menikah dengan seorang anggota ISIS asal Belanda, Yago Riedijk. Pasangan itu kemudian melarikan dari kekhalifahan ISIS saat benteng terakhirnya di Baghus hancur awal tahun ini.
Remaja yang memiliki darah Bangladesh itu harus menerima kenyataan jika kewarganegaraan Inggrisnya telah dicabut.
"Saya telah duduk dan berpikir tentang berapa lama saya harus tinggal di sini. Dan saya telah menerima bahwa saya harus tinggal di sini, saya harus menjadikan ini seperti rumah kedua," tuturnya.
Kemudian pada tahap akhir kehamilan, Begum tampaknya memiliki sedikit penyesalan ketika dia ditemukan di kamp pengungsi al-Hawl pada bulan Februari lalu.
Pembangkangannya yang nyata memicu kemarahan publik di Inggris, tetapi beberapa berpendapat bahwa ia adalah korban dan harus diizinkan kembali ke Inggris.
"Sejak saya meninggalkan Baghuz, saya sangat menyesali semua yang saya lakukan, dan saya merasa ingin kembali ke Inggris untuk kesempatan kedua untuk memulai hidup saya lagi," ujarnya.
"Aku dicuci otak," tegasnya.
Remaja itu mengaitkan penampilan awalnya dengan ketidakberdayaan dengan ancaman yang dihadapinya dari para ekstremis di al-Hawl.
"Apa pun yang saya katakan melawan Daulah (ISIS), mereka akan segera menyerang saya, jadi saya takut akan hal itu," ungkapnya.
Begum berbicara dari kamp al-Hol, di mana dia dan bayinya dipindahkan karena khawatir akan keselamatan mereka setelah dia mengumumkan ke publik.
Putranya, Jarrah, meninggal pada 8 Maret dalam usia tiga minggu dan dimakamkan di kuburan tak bernisan di pinggiran fasilitas pengungsian itu.
Dilaporkan bulan lalu bahwa keluarga Begum telah memulai proses hukum untuk meninjau kembali keputusan Menteri Dalam Negeri Inggris yang mencabut kewarganegaraannya.
Langkah Menteri Dalam Negeri Inggris Sajid Javid hanya diizinkan di bawah hukum internasional jika tidak meninggalkan kewarganegaraannya.
Begum adalah salah satu dari tiga siswi yang meninggalkan Bethnal Green, Inggris, untuk bergabung dengan ISIS pada tahun 2015.
Berbicara untuk pertama kali sejak kematian bayi ketiganya pada bulan Maret lalu, perempuan berusia 19 tahun itu mengaku sangat menyesal dan berharap ada kesempatan kedua.
Begum mengaku ia telah meninggalkan London menuju Suriah saat berusia 15 tahun. "Memercayai semua yang telah saya ketahui, sementara hanya tahu sedikit tentang kebenaran agama saya," katanya seperti dikutip dari ITV, Selasa (2/4/2019).
Begum kemudian menikah dengan seorang anggota ISIS asal Belanda, Yago Riedijk. Pasangan itu kemudian melarikan dari kekhalifahan ISIS saat benteng terakhirnya di Baghus hancur awal tahun ini.
Remaja yang memiliki darah Bangladesh itu harus menerima kenyataan jika kewarganegaraan Inggrisnya telah dicabut.
"Saya telah duduk dan berpikir tentang berapa lama saya harus tinggal di sini. Dan saya telah menerima bahwa saya harus tinggal di sini, saya harus menjadikan ini seperti rumah kedua," tuturnya.
Kemudian pada tahap akhir kehamilan, Begum tampaknya memiliki sedikit penyesalan ketika dia ditemukan di kamp pengungsi al-Hawl pada bulan Februari lalu.
Pembangkangannya yang nyata memicu kemarahan publik di Inggris, tetapi beberapa berpendapat bahwa ia adalah korban dan harus diizinkan kembali ke Inggris.
"Sejak saya meninggalkan Baghuz, saya sangat menyesali semua yang saya lakukan, dan saya merasa ingin kembali ke Inggris untuk kesempatan kedua untuk memulai hidup saya lagi," ujarnya.
"Aku dicuci otak," tegasnya.
Remaja itu mengaitkan penampilan awalnya dengan ketidakberdayaan dengan ancaman yang dihadapinya dari para ekstremis di al-Hawl.
"Apa pun yang saya katakan melawan Daulah (ISIS), mereka akan segera menyerang saya, jadi saya takut akan hal itu," ungkapnya.
Begum berbicara dari kamp al-Hol, di mana dia dan bayinya dipindahkan karena khawatir akan keselamatan mereka setelah dia mengumumkan ke publik.
Putranya, Jarrah, meninggal pada 8 Maret dalam usia tiga minggu dan dimakamkan di kuburan tak bernisan di pinggiran fasilitas pengungsian itu.
Dilaporkan bulan lalu bahwa keluarga Begum telah memulai proses hukum untuk meninjau kembali keputusan Menteri Dalam Negeri Inggris yang mencabut kewarganegaraannya.
Langkah Menteri Dalam Negeri Inggris Sajid Javid hanya diizinkan di bawah hukum internasional jika tidak meninggalkan kewarganegaraannya.
Begum adalah salah satu dari tiga siswi yang meninggalkan Bethnal Green, Inggris, untuk bergabung dengan ISIS pada tahun 2015.
(ian)