Selandia Baru Larang Manifesto Teroris Christchurch
A
A
A
WELLINGTON - Pemerintah Selandia Baru melarang peredaran manifesto teroris Christchurch. Manifesto setebal 74 halaman itu dinilai telah mempropagandakan pembunuhan dan terorisme.
Kantor Klasifikasi Film dan Sastra Selandia Baru mengeluarkan pernyataan yang secara resmi mengklasifikasikan manifesto yang berjudul "The Great Replacement" dan ditulis oleh Brenton Tarrant sebagai dokumen yang tidak dapat diterima di bawah hukum negara.
"Ada perbedaan penting yang harus dibuat antara 'pidato kebencian', yang mungkin ditolak oleh banyak orang yang berpikiran sehat tetapi sah untuk diungkapkan, dan jenis publikasi ini, yang sengaja dibangun untuk menginspirasi pembunuhan dan terorisme lebih lanjut," kata Kepala Sensor Selandia Baru David Shanks dalam sebuah pernyataan.
"Itu melewati batas," imbuhnya seperti dikutip dari USA Today, Minggu (24/3/2019).
Brenton Tarrant, menggambarkan dirinya sebagai pendukung supremasi kulit putih, didakwa menembak mati 50 orang pada 15 Maret dalam sebuah penyerangan di dua masjid. Aksinya itu ia rekam dengan rekaman video di sebuah helm yang dikenakannya.
Ia juga menautkan manifesto yang dibuatnya di akun Twitter dan mengirimkan salinannya ke kantor Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern.
Baca Juga: Teroris Kirim Manifesto ke PM Selandia Baru Sebelum Pembantaian
Pemerintah negara itu awal minggu dilaporkan juga melarang peredaran video penyerangan yang berdurasi 17 menit dan senapan semi otomatis.
Baca Juga: Resmi, Selandia Baru Larang Senapan Serbu dan Senjata Semi Otomatis
Para pejabat mengatakan, baik manifesto maupun video memenuhi syarat sebagai keberatan berdasarkan undang-undang Selandia Baru 1993 yang memberi pemerintah keleluasaan untuk melarang materi tertentu demi kebaikan publik.
Klasifikasi yang tidak dapat diterima dalam kasus ini dianggap sebagai batas yang dapat dibenarkan atas kebebasan berekspresi di bawah Bill of Rights Selandia Baru.
Manifesto tersangka terdiri dari kata-kata kasar tentang genosida putih dan advokasi untuk "atmosfir ketakutan" terhadap Muslim. Dia menggambarkan dirinya sebagai etno-nasionalis dan fasis serta memberi penghormatan kepada pembunuh rasis lain seperti Dylann Roof, yang menembak dan membunuh sembilan orang Afrika-Amerika di sebuah gereja di Charleston, Carolina Selatan. D
Dalam manifestonya, Tarrant mengatakan bahwa rencana penyerangan di Selandia Baru telah direncakana selama dua tahun.
"(Manifesto) ini mempromosikan, mendorong dan membenarkan tindakan pembunuhan dan kekerasan teroris terhadap kelompok orang yang diidentifikasi," terang Shanks.
“(Manifesto) ini mengidentifikasi tempat-tempat spesifik untuk potensi serangan di Selandia Baru, dan merujuk pada cara yang dengannya jenis serangan lain dapat dilakukan. (Manifesto) ini berisi pembenaran atas tindakan kekejaman yang luar biasa, seperti pembunuhan anak-anak secara sengaja,” ungkapnya.
Di bawah undang-undang Selandia Baru, dianggap sebagai pelanggaran untuk "memiliki atau mendistribusikan" materi yang tidak menyenangkan seperti manifesto. Orang yang telah mengunduh dokumen, atau mencetaknya, harus memusnahkan salinan apa pun, kata para pejabat.
"Warga Selandia Baru semuanya dapat berperan dalam menangkal mereka yang mendorong kebencian, pembunuhan dan teror. Jika Anda memiliki salinan publikasi ini, hapus atau hancurkan," kata Shanks.
"Jika Anda melihatnya, laporkan. Jangan mendukung tujuan pembunuhan penulisnya dengan menerbitkan ulang atau mendistribusikannya," imbuhnya.
Manifesto itu telah banyak dilaporkan oleh media, yang berarti sebagian warga Selandia Baru kemungkinan telah membaca sebagian darinya bahkan jika mereka belum melihat salinannya secara langsung.
Shanks mengatakan bahwa penggunaan kutipan dalam laporan media mungkin tidak dengan sendirinya melanggar hukum tetapi pertimbangan etis pasti akan berlaku.
"Kehati-hatian yang perlu diambil sekitar pelaporan pada publikasi ini, mengingat bahwa media yang luas melaporkan materi ini jelas apa yang penulis inginkan, untuk menyebarkan pesan mereka," katanya.
Reporter, akademisi dan lainnya dapat mengajukan permohonan pengecualian dari pemerintah untuk mendapatkan salinan jika alasannya dianggap untuk tujuan yang sah, termasuk pendidikan, analisis dan pelaporan mendalam.
Kantor Klasifikasi Film dan Sastra Selandia Baru mengeluarkan pernyataan yang secara resmi mengklasifikasikan manifesto yang berjudul "The Great Replacement" dan ditulis oleh Brenton Tarrant sebagai dokumen yang tidak dapat diterima di bawah hukum negara.
"Ada perbedaan penting yang harus dibuat antara 'pidato kebencian', yang mungkin ditolak oleh banyak orang yang berpikiran sehat tetapi sah untuk diungkapkan, dan jenis publikasi ini, yang sengaja dibangun untuk menginspirasi pembunuhan dan terorisme lebih lanjut," kata Kepala Sensor Selandia Baru David Shanks dalam sebuah pernyataan.
"Itu melewati batas," imbuhnya seperti dikutip dari USA Today, Minggu (24/3/2019).
Brenton Tarrant, menggambarkan dirinya sebagai pendukung supremasi kulit putih, didakwa menembak mati 50 orang pada 15 Maret dalam sebuah penyerangan di dua masjid. Aksinya itu ia rekam dengan rekaman video di sebuah helm yang dikenakannya.
Ia juga menautkan manifesto yang dibuatnya di akun Twitter dan mengirimkan salinannya ke kantor Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern.
Baca Juga: Teroris Kirim Manifesto ke PM Selandia Baru Sebelum Pembantaian
Pemerintah negara itu awal minggu dilaporkan juga melarang peredaran video penyerangan yang berdurasi 17 menit dan senapan semi otomatis.
Baca Juga: Resmi, Selandia Baru Larang Senapan Serbu dan Senjata Semi Otomatis
Para pejabat mengatakan, baik manifesto maupun video memenuhi syarat sebagai keberatan berdasarkan undang-undang Selandia Baru 1993 yang memberi pemerintah keleluasaan untuk melarang materi tertentu demi kebaikan publik.
Klasifikasi yang tidak dapat diterima dalam kasus ini dianggap sebagai batas yang dapat dibenarkan atas kebebasan berekspresi di bawah Bill of Rights Selandia Baru.
Manifesto tersangka terdiri dari kata-kata kasar tentang genosida putih dan advokasi untuk "atmosfir ketakutan" terhadap Muslim. Dia menggambarkan dirinya sebagai etno-nasionalis dan fasis serta memberi penghormatan kepada pembunuh rasis lain seperti Dylann Roof, yang menembak dan membunuh sembilan orang Afrika-Amerika di sebuah gereja di Charleston, Carolina Selatan. D
Dalam manifestonya, Tarrant mengatakan bahwa rencana penyerangan di Selandia Baru telah direncakana selama dua tahun.
"(Manifesto) ini mempromosikan, mendorong dan membenarkan tindakan pembunuhan dan kekerasan teroris terhadap kelompok orang yang diidentifikasi," terang Shanks.
“(Manifesto) ini mengidentifikasi tempat-tempat spesifik untuk potensi serangan di Selandia Baru, dan merujuk pada cara yang dengannya jenis serangan lain dapat dilakukan. (Manifesto) ini berisi pembenaran atas tindakan kekejaman yang luar biasa, seperti pembunuhan anak-anak secara sengaja,” ungkapnya.
Di bawah undang-undang Selandia Baru, dianggap sebagai pelanggaran untuk "memiliki atau mendistribusikan" materi yang tidak menyenangkan seperti manifesto. Orang yang telah mengunduh dokumen, atau mencetaknya, harus memusnahkan salinan apa pun, kata para pejabat.
"Warga Selandia Baru semuanya dapat berperan dalam menangkal mereka yang mendorong kebencian, pembunuhan dan teror. Jika Anda memiliki salinan publikasi ini, hapus atau hancurkan," kata Shanks.
"Jika Anda melihatnya, laporkan. Jangan mendukung tujuan pembunuhan penulisnya dengan menerbitkan ulang atau mendistribusikannya," imbuhnya.
Manifesto itu telah banyak dilaporkan oleh media, yang berarti sebagian warga Selandia Baru kemungkinan telah membaca sebagian darinya bahkan jika mereka belum melihat salinannya secara langsung.
Shanks mengatakan bahwa penggunaan kutipan dalam laporan media mungkin tidak dengan sendirinya melanggar hukum tetapi pertimbangan etis pasti akan berlaku.
"Kehati-hatian yang perlu diambil sekitar pelaporan pada publikasi ini, mengingat bahwa media yang luas melaporkan materi ini jelas apa yang penulis inginkan, untuk menyebarkan pesan mereka," katanya.
Reporter, akademisi dan lainnya dapat mengajukan permohonan pengecualian dari pemerintah untuk mendapatkan salinan jika alasannya dianggap untuk tujuan yang sah, termasuk pendidikan, analisis dan pelaporan mendalam.
(ian)