Brenton Tarrant, Teroris Pembantai Jamaah Salat Jumat Masjid Al-Noor
A
A
A
CHRISTCHURCH - Pelaku penembakan terhadap jamaah salat Jumat di Masjid Al-Noor, di Christchurch, Selandia Baru, mengidentifikasi dirinya bernama Brenton Tarrant, 28, kelahiran Australia. Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison kompak menyebut penembakan yang menewaskan 49 orang ini sebagai aksi teroris.
Selain Masjid Al-Noor, satu masjid lainnya di kota itu juga dilanda penembakan, yakni "Masjid Mosque" di Linwood Avenue. Namun, korban terbanyak adalah serangan di Masjid Al-Noor oleh Tarrant.
Dalam sebuah manifesto berjudul "The Great Replacement: Towards A New Society" Tarrant mengungkap alasanya menyerang orang-orang yang sedang salat. Di manifesto setebal 73 halaman itu, dia menganggap para imigran di Selandia Baru dan negara-negara Eropa—yang ia sebut sebagai "negara kulit putih"—adalah penjajah.
"Kita harus menghancurkan imigran dan mendeportasi para penyerbu yang sudah hidup di tanah kita. Ini bukan hanya masalah kesejahteraan kita, tetapi kelangsungan hidup rakyat kita," tulis dia.
Manifesto dimulai dengan puisi penyair Welsh, Dylan Thomas, "Jangan bersikap lembut pada malam yang baik itu".
"Untuk sebagian besar dari semua menunjukkan kepada penjajah bahwa tanah kami tidak akan pernah menjadi tanah mereka, tanah air kami adalah milik kami dan bahwa selama orang kulit putih masih hidup, mereka tidak akan pernah menaklukkan tanah kami dan mereka tidak akan pernah menggantikan orang-orang kami," lanjut manifesto Tarrant.
"Untuk membalas dendam pada penjajah atas ratusan ribu kematian yang disebabkan oleh penjajah asing di tanah Eropa sepanjang sejarah," tulis Tarrant.
"Untuk menghasut kekerasan, pembalasan dan pemisahan lebih lanjut antara orang-orang Eropa dan penjajah yang saat ini menduduki tanah Eropa," sambung manifesto tersebut.
"Untuk secara langsung mengurangi tingkat imigrasi ke tanah Eropa dengan mengintimidasi dan secara fisik menghapus penjajah itu sendiri."
Asal-usul Tarrant cukup unik. Dia memang lahir di Australia. Namun, dia mengaku sebagai orang Skotlandia, Irlandia dan Inggris sebelum akhirnya pindah ke Selandia Baru untuk sementara waktu dan untuk merencanakan dan berlatih yang kemudian memutuskan untuk melakukan serangan.
Dia mengaku terinspirasi oleh para pelaku pembantaian massal yang dimotivasi oleh rasisme di Barat. "Saya telah membaca tulisan-tulisan Dylann Roof dan banyak lainnya, tetapi hanya benar-benar mengambil inspirasi sejati dari Knight Justiciar Breivik," tulis dia.
Pelatih Gym
Laporan ABC mengungkap profesi Tarrant selama berada di Selandia Baru. Dia selama ini bekerja bekerja sebagai pelatih pribadi di Big River Gym di kota Grafton utara, New South Wales.
Manajer gym, Tracey Grey mengonfirmasi pria yang menyiarkan langsung serangan di Masjid Al-Noor adalah Tarrant.
Dia mengatakan Tarrant bekerja di gym setelah menyelesaikan sekolah pada tahun 2009 hingga 2011. Pria itu pernah bepergian ke luar negeri di Asia dan di Eropa.
"Dia adalah pelatih pribadi yang sangat berdedikasi," kata Gray. "Dia bekerja di program kami yang menawarkan pelatihan gratis kepada anak-anak di masyarakat, dan dia sangat bersemangat tentang itu."
Gray mengatakan Tarrant yang dia kenal tidak memiliki minat pada senjata api. "Saya pikir sesuatu pasti telah berubah dalam dirinya selama tahun-tahun yang dihabiskannya bepergian ke luar negeri," katanya.
Tarrant sendiri mengatakan dia bekerja untuk waktu yang singkat sebelum menghasilkan uang kripto seperti Bitcoin. Uang kripto itu dia gunakan untuk membiayai perjalanannya ke luar negeri.
Tarrant diketahui telah mengunjungi Eropa, Asia Tenggara dan Asia Timur. Perjalanannya juga membawanya ke Korea Utara, di mana ia sempat difoto dalam kelompok wisata yang mengunjungi Monumen Besar Samjiyon.
Tarrant menggambarkan dirinya sebagai "orang kulit putih biasa, dari keluarga biasa" yang lahir di Australia. Menurutnya, keluarganya berpenghasilan rendah.
Gray mengatakan dia ingat bahwa ayah Tarrant, Rodney, meninggal karena beberapa jenis penyakit yang berhubungan dengan asbes ketika Tarrant sedang menyelesaikan sekolah menengah.
Dia percaya bahwa pria itu masih memiliki saudara perempuan dan ibu yang masih hidup. Sebuah obituari untuk Rodney Tarrant di surat kabar lokal, Daily Examiner, pada Agustus 2010 mengatakan dia meninggal karena kanker pada usia 49 tahun pada April 2010.
Tarrant mewarisi minat ayahnya dalam kebugaran fisik. "Dia sangat baik, sangat berdedikasi dengan pelatihannya," kata Gray.
"Dia akan banyak berlatih, dan beberapa orang bisa mengatakannya secara berlebihan, tetapi kemudian dia bersemangat tentang kesehatan dan kebugaran dan membuat perubahan itu di ruang pribadinya."
"Sejujurnya saya tidak bisa percaya bahwa seseorang yang mungkin berurusan dengan saya sehari-hari dan telah berbagi percakapan dan berinteraksi akan mampu melakukan sesuatu yang ekstrem ini," katanya.
Selain Masjid Al-Noor, satu masjid lainnya di kota itu juga dilanda penembakan, yakni "Masjid Mosque" di Linwood Avenue. Namun, korban terbanyak adalah serangan di Masjid Al-Noor oleh Tarrant.
Dalam sebuah manifesto berjudul "The Great Replacement: Towards A New Society" Tarrant mengungkap alasanya menyerang orang-orang yang sedang salat. Di manifesto setebal 73 halaman itu, dia menganggap para imigran di Selandia Baru dan negara-negara Eropa—yang ia sebut sebagai "negara kulit putih"—adalah penjajah.
"Kita harus menghancurkan imigran dan mendeportasi para penyerbu yang sudah hidup di tanah kita. Ini bukan hanya masalah kesejahteraan kita, tetapi kelangsungan hidup rakyat kita," tulis dia.
Manifesto dimulai dengan puisi penyair Welsh, Dylan Thomas, "Jangan bersikap lembut pada malam yang baik itu".
"Untuk sebagian besar dari semua menunjukkan kepada penjajah bahwa tanah kami tidak akan pernah menjadi tanah mereka, tanah air kami adalah milik kami dan bahwa selama orang kulit putih masih hidup, mereka tidak akan pernah menaklukkan tanah kami dan mereka tidak akan pernah menggantikan orang-orang kami," lanjut manifesto Tarrant.
"Untuk membalas dendam pada penjajah atas ratusan ribu kematian yang disebabkan oleh penjajah asing di tanah Eropa sepanjang sejarah," tulis Tarrant.
"Untuk menghasut kekerasan, pembalasan dan pemisahan lebih lanjut antara orang-orang Eropa dan penjajah yang saat ini menduduki tanah Eropa," sambung manifesto tersebut.
"Untuk secara langsung mengurangi tingkat imigrasi ke tanah Eropa dengan mengintimidasi dan secara fisik menghapus penjajah itu sendiri."
Asal-usul Tarrant cukup unik. Dia memang lahir di Australia. Namun, dia mengaku sebagai orang Skotlandia, Irlandia dan Inggris sebelum akhirnya pindah ke Selandia Baru untuk sementara waktu dan untuk merencanakan dan berlatih yang kemudian memutuskan untuk melakukan serangan.
Dia mengaku terinspirasi oleh para pelaku pembantaian massal yang dimotivasi oleh rasisme di Barat. "Saya telah membaca tulisan-tulisan Dylann Roof dan banyak lainnya, tetapi hanya benar-benar mengambil inspirasi sejati dari Knight Justiciar Breivik," tulis dia.
Pelatih Gym
Laporan ABC mengungkap profesi Tarrant selama berada di Selandia Baru. Dia selama ini bekerja bekerja sebagai pelatih pribadi di Big River Gym di kota Grafton utara, New South Wales.
Manajer gym, Tracey Grey mengonfirmasi pria yang menyiarkan langsung serangan di Masjid Al-Noor adalah Tarrant.
Dia mengatakan Tarrant bekerja di gym setelah menyelesaikan sekolah pada tahun 2009 hingga 2011. Pria itu pernah bepergian ke luar negeri di Asia dan di Eropa.
"Dia adalah pelatih pribadi yang sangat berdedikasi," kata Gray. "Dia bekerja di program kami yang menawarkan pelatihan gratis kepada anak-anak di masyarakat, dan dia sangat bersemangat tentang itu."
Gray mengatakan Tarrant yang dia kenal tidak memiliki minat pada senjata api. "Saya pikir sesuatu pasti telah berubah dalam dirinya selama tahun-tahun yang dihabiskannya bepergian ke luar negeri," katanya.
Tarrant sendiri mengatakan dia bekerja untuk waktu yang singkat sebelum menghasilkan uang kripto seperti Bitcoin. Uang kripto itu dia gunakan untuk membiayai perjalanannya ke luar negeri.
Tarrant diketahui telah mengunjungi Eropa, Asia Tenggara dan Asia Timur. Perjalanannya juga membawanya ke Korea Utara, di mana ia sempat difoto dalam kelompok wisata yang mengunjungi Monumen Besar Samjiyon.
Tarrant menggambarkan dirinya sebagai "orang kulit putih biasa, dari keluarga biasa" yang lahir di Australia. Menurutnya, keluarganya berpenghasilan rendah.
Gray mengatakan dia ingat bahwa ayah Tarrant, Rodney, meninggal karena beberapa jenis penyakit yang berhubungan dengan asbes ketika Tarrant sedang menyelesaikan sekolah menengah.
Dia percaya bahwa pria itu masih memiliki saudara perempuan dan ibu yang masih hidup. Sebuah obituari untuk Rodney Tarrant di surat kabar lokal, Daily Examiner, pada Agustus 2010 mengatakan dia meninggal karena kanker pada usia 49 tahun pada April 2010.
Tarrant mewarisi minat ayahnya dalam kebugaran fisik. "Dia sangat baik, sangat berdedikasi dengan pelatihannya," kata Gray.
"Dia akan banyak berlatih, dan beberapa orang bisa mengatakannya secara berlebihan, tetapi kemudian dia bersemangat tentang kesehatan dan kebugaran dan membuat perubahan itu di ruang pribadinya."
"Sejujurnya saya tidak bisa percaya bahwa seseorang yang mungkin berurusan dengan saya sehari-hari dan telah berbagi percakapan dan berinteraksi akan mampu melakukan sesuatu yang ekstrem ini," katanya.
(mas)