AS Desak PBB Akui Juan Guaido Sebagai Presiden Venezuela
A
A
A
NEW YORK - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) , Mike Pompeo, meminta Dewan Keamanan (DK) PBB untuk mengakui pemimpin oposisi Venezuela Juan Guaido sebagai pemimpin sah negara itu.
"Kami meminta anggota Dewan Keamanan untuk mendukung transisi demokrasi Venezuela dan peran Presiden sementara Guaido di dalamnya," kata Pompeo dalam pertemuan terbuka di Dewan Keamanan.
"Pertemuan ini sudah lama tertunda. Jutaan anak menderita kekurangan gizi dan kelaparan," tambah Pompeo seperti dikutip dari Anadolu, Minggu (27/1/2019).
Pada hari Rabu, setelah demonstrasi massa di seluruh negeri, presiden Majelis Nasional Venezuela Juan Gauido mengumumkan Presiden Nicolas Maduro tidak sah dan menyatakan dirinya sebagai presiden sementara.
Segera setelah itu, Presiden AS Donald Trump mengeluarkan pernyataan yang mengakui Guaido sebagai presiden negara itu.
Baca Juga: Trump Akui Pemimpin Oposisi sebagai Presiden Interim Venezuela
Argentina, Kanada, Chili, Kolombia, Kosta Rika, Ekuador, Guatemala, Panama, dan Paraguay mengikutinya sementara Bolivia dan Meksiko terus mengakui Maduro.
Namun Rusia dan China sama-sama menentang seruan AS untuk mendukung Guaido. Keduanya mengutuk setiap campur tangan internasional dalam urusan Venezuela.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vasily Nebenzya, mengatakan AS sedang berusaha untuk "merekayasa kudeta" dan Venezuela tidak menimbulkan ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional.
"Amerika Serikat dan sekutu mereka mulai menerapkan rencana untuk menggulingkan otoritas sah negara itu," kata Nebenzya.
"Di depan mata kita sendiri, upaya Amerika Serikat untuk memaksakan kehendak mereka pada negara-negara lain sedang dilengkapi dengan bab lain," tambah Nebenzya.
Sementara negara lain macam Inggris, Prancis, dan Jerman menyerukan pemilu baru yang "bebas dan adil" di Venezuela dalam waktu delapan hari. Jika pemilu tidak dilakukan, negara-negara itu mengatakan mereka siap untuk mengakui Guaido sebagai pemimpin sementara negara Amerika Selatan tersebut.
"Sekretaris Jenderal (Antonio Guterres) menekankan urgensi bagi semua aktor untuk terlibat dalam dialog dengan rasa hormat penuh terhadap supremasi hukum," kata Rosmary DiCarlo, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Politik.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Venezuela Jorge Arreaza saat berbicara pada pertemuan Dewan Keamanan menuduh AS berada di garis depan dalam upaya kudeta terhadap pemerintah Maduro. Ia pun mengutuk batas waktu yang diberikan oleh negara-negara Eropa yang menyerukan pemilu baru.
"Eropa memberi kita delapan hari? Dari mana Anda mendapatkan bahwa Anda memiliki kekuatan untuk menetapkan tenggat waktu, atau ultimatum, kepada orang yang berdaulat? Hampir seperti anak kecil," sentil Arreaza.
"Kami meminta anggota Dewan Keamanan untuk mendukung transisi demokrasi Venezuela dan peran Presiden sementara Guaido di dalamnya," kata Pompeo dalam pertemuan terbuka di Dewan Keamanan.
"Pertemuan ini sudah lama tertunda. Jutaan anak menderita kekurangan gizi dan kelaparan," tambah Pompeo seperti dikutip dari Anadolu, Minggu (27/1/2019).
Pada hari Rabu, setelah demonstrasi massa di seluruh negeri, presiden Majelis Nasional Venezuela Juan Gauido mengumumkan Presiden Nicolas Maduro tidak sah dan menyatakan dirinya sebagai presiden sementara.
Segera setelah itu, Presiden AS Donald Trump mengeluarkan pernyataan yang mengakui Guaido sebagai presiden negara itu.
Baca Juga: Trump Akui Pemimpin Oposisi sebagai Presiden Interim Venezuela
Argentina, Kanada, Chili, Kolombia, Kosta Rika, Ekuador, Guatemala, Panama, dan Paraguay mengikutinya sementara Bolivia dan Meksiko terus mengakui Maduro.
Namun Rusia dan China sama-sama menentang seruan AS untuk mendukung Guaido. Keduanya mengutuk setiap campur tangan internasional dalam urusan Venezuela.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vasily Nebenzya, mengatakan AS sedang berusaha untuk "merekayasa kudeta" dan Venezuela tidak menimbulkan ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional.
"Amerika Serikat dan sekutu mereka mulai menerapkan rencana untuk menggulingkan otoritas sah negara itu," kata Nebenzya.
"Di depan mata kita sendiri, upaya Amerika Serikat untuk memaksakan kehendak mereka pada negara-negara lain sedang dilengkapi dengan bab lain," tambah Nebenzya.
Sementara negara lain macam Inggris, Prancis, dan Jerman menyerukan pemilu baru yang "bebas dan adil" di Venezuela dalam waktu delapan hari. Jika pemilu tidak dilakukan, negara-negara itu mengatakan mereka siap untuk mengakui Guaido sebagai pemimpin sementara negara Amerika Selatan tersebut.
"Sekretaris Jenderal (Antonio Guterres) menekankan urgensi bagi semua aktor untuk terlibat dalam dialog dengan rasa hormat penuh terhadap supremasi hukum," kata Rosmary DiCarlo, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Politik.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Venezuela Jorge Arreaza saat berbicara pada pertemuan Dewan Keamanan menuduh AS berada di garis depan dalam upaya kudeta terhadap pemerintah Maduro. Ia pun mengutuk batas waktu yang diberikan oleh negara-negara Eropa yang menyerukan pemilu baru.
"Eropa memberi kita delapan hari? Dari mana Anda mendapatkan bahwa Anda memiliki kekuatan untuk menetapkan tenggat waktu, atau ultimatum, kepada orang yang berdaulat? Hampir seperti anak kecil," sentil Arreaza.
(ian)