Filipina Gelar Referendum untuk Otonomi Muslim di Mindanao
A
A
A
MANILA - Muslim minoritas di Mindanao, Filipina selatan, memberikan suara pada Senin (21/1/2019) dalam referendum otonomi yang telah lama ditunggu-tunggu. Referendum ini menjadi puncak dari proses perdamaian untuk mengakhiri puluhan tahun konflik di wilayah yang jadi basis separatis, bandit hingga kelompok ekstremis tersebut.
Sekitar 2,8 juta orang di wilayah Mindanao yang bergejolak diberikan pilihan, apakah mendukung kubu separatis untuk mengelola wilayah itu sendiri dengan nama "Bangsamoro" atau tetap dengan status sekarang yang dikendalikan pemerintah pusat.
Bangsamoro merupakan nama yang diberikan oleh kolonial Spanyol untuk wilayah yang mayoritas penduduknya Muslim tersebut.
Dalam pemungutan suara, setiap warga diberi pilihan untuk memilih "Yes" yang berarti mendukung Bangsamoro mengelola sendiri wilayahnya atau sebaliknya. Pilihan "Yes" itu akan memberikan kekuasaan eksekutif, legislatif dan fiskal untuk wilayah di mana lebih dari 120.000 orang tewas dalam konflik empat dekade.
Konflik berkepanjangan itu menjadikan Mindanao sebagai salah satu wilayah yang termiskin di Asia dan berisiko terhadap infiltrasi oleh kelompok-kelompok radikal.
Pemerintah pusat yang dipimpin Presiden Rordrigo Duterte akan terus mengawasi pertahanan, keamanan, kebijakan luar negeri dan moneter, serta menunjuk otoritas transisi yang dijalankan oleh Front Pembebasan Islam Moro (MILF), kelompok separatis diharapkan akan mendominasi pengaturan baru wilayah itu setelah pemilu 2022.
"Kami yakin bahwa 'Yes' akan menang," kata ketua MILF, Murad Ebrahim, kepada CNN Philippines, Senin (21/1/2019) yang dilansir Reuters.
"Jika tidak ada manipulasi, tidak ada intimidasi, akan ada persetujuan yang luar biasa," katanya lagi.
Hasil referendum diharapkan keluar pada hari Jumat mendatang. Duterte pada pekan lalu mendesak para pemilih untuk menyetujui rencana berdirinya Bangsamoro dan menunjukkan bahwa para pemimpin lokal di wilayah selatan Filipina itu menginginkan perdamaian, pembangunan, dan kepemimpinan lokal yang benar-benar mewakili dan memahami kebutuhan rakyat Muslim.
MILF sendiri telah mengecam para ekstrimis. Menurut MILF, kemajuan yang lambat menuju devolusi adalah faktor di balik pendudukan Kota Marawi pada tahun 2017 oleh para pemberontak yang bersumpah setia kepada kelompok Islamic State atau ISIS.
Pendudukan saat itu, memaksa militer Filipina melakukan serangan darat selama lima bulan serta meluncurkan serangan udara. Sejak itu, seluruh Mindanao berada di bawah status darurat militer.
MILF dan pemerintah pusat Filipina berharap otonomi akan mengarah pada investasi yang lebih besar dalam infrastruktur dan sumber daya alam, dan memungkinkan perluasan ekspor buah dan nikel serta pengembangan industri minyak kelapa sawit.
Sekitar 2,8 juta orang di wilayah Mindanao yang bergejolak diberikan pilihan, apakah mendukung kubu separatis untuk mengelola wilayah itu sendiri dengan nama "Bangsamoro" atau tetap dengan status sekarang yang dikendalikan pemerintah pusat.
Bangsamoro merupakan nama yang diberikan oleh kolonial Spanyol untuk wilayah yang mayoritas penduduknya Muslim tersebut.
Dalam pemungutan suara, setiap warga diberi pilihan untuk memilih "Yes" yang berarti mendukung Bangsamoro mengelola sendiri wilayahnya atau sebaliknya. Pilihan "Yes" itu akan memberikan kekuasaan eksekutif, legislatif dan fiskal untuk wilayah di mana lebih dari 120.000 orang tewas dalam konflik empat dekade.
Konflik berkepanjangan itu menjadikan Mindanao sebagai salah satu wilayah yang termiskin di Asia dan berisiko terhadap infiltrasi oleh kelompok-kelompok radikal.
Pemerintah pusat yang dipimpin Presiden Rordrigo Duterte akan terus mengawasi pertahanan, keamanan, kebijakan luar negeri dan moneter, serta menunjuk otoritas transisi yang dijalankan oleh Front Pembebasan Islam Moro (MILF), kelompok separatis diharapkan akan mendominasi pengaturan baru wilayah itu setelah pemilu 2022.
"Kami yakin bahwa 'Yes' akan menang," kata ketua MILF, Murad Ebrahim, kepada CNN Philippines, Senin (21/1/2019) yang dilansir Reuters.
"Jika tidak ada manipulasi, tidak ada intimidasi, akan ada persetujuan yang luar biasa," katanya lagi.
Hasil referendum diharapkan keluar pada hari Jumat mendatang. Duterte pada pekan lalu mendesak para pemilih untuk menyetujui rencana berdirinya Bangsamoro dan menunjukkan bahwa para pemimpin lokal di wilayah selatan Filipina itu menginginkan perdamaian, pembangunan, dan kepemimpinan lokal yang benar-benar mewakili dan memahami kebutuhan rakyat Muslim.
MILF sendiri telah mengecam para ekstrimis. Menurut MILF, kemajuan yang lambat menuju devolusi adalah faktor di balik pendudukan Kota Marawi pada tahun 2017 oleh para pemberontak yang bersumpah setia kepada kelompok Islamic State atau ISIS.
Pendudukan saat itu, memaksa militer Filipina melakukan serangan darat selama lima bulan serta meluncurkan serangan udara. Sejak itu, seluruh Mindanao berada di bawah status darurat militer.
MILF dan pemerintah pusat Filipina berharap otonomi akan mengarah pada investasi yang lebih besar dalam infrastruktur dan sumber daya alam, dan memungkinkan perluasan ekspor buah dan nikel serta pengembangan industri minyak kelapa sawit.
(mas)