Bom Mobil di Akademi Polisi, Kolombia Salahkan Pemberontak ELN

Sabtu, 19 Januari 2019 - 05:49 WIB
Bom Mobil di Akademi...
Bom Mobil di Akademi Polisi, Kolombia Salahkan Pemberontak ELN
A A A
BOGOTA - Kolombia menyalahkan Tentara Pembebasan Nasional (ELN), kelompok gerilya kiri, atas serangan bom mematikan di sebuah akademi polisi. Setidaknya 21 orang tewas dan 68 lainnya terluka dalam salah satu serangan teroris terburuk di Ibu Kota Kolombia, Bogota, dalam satu dekade.

Dalam konferensi pers, Menteri Pertahanan Guillermo Botero mengatakan pengemudi mobil, Jose Aldemar Rojas Rodriguez, memiliki sejarah panjang dengan ELN.

Pihak berwenang mengatakan Rojas (56) telah menjadi anggota kelompok gerilya sejak 1994 dan telah menjadi instruktur bahan peledak serta sebelumnya kehilangan tangan kanannya. Polisi menemukan lengan kirinya di lokasi ledakan, di akademi kepolisian Escuela General Santander, dan mampu mengidentifikasi dia dengan sidik jarinya.

Serangan itu terjadi ketika pemerintah telah mempertimbangkan untuk memulai kembali perundingan damai dengan ELN di Kuba, tetapi pemerintah menuntut agar kelompok itu melepaskan semua 16 sandera yang diperkirakan ditahan.

Pihak berwenang mengatakan mereka juga telah menahan seorang pria di Bogota yang mereka identifikasi sebagai Ricardo Andres Carvajal Salgar melalui panggilan telepon yang disadap dan ia didakwa sebagai co-conspirator. Tetapi mereka meminta bantuan publik dalam mengidentifikasi tersangka lain.

Pada hari Kamis, sekitar jam 9:30 pagi, sebuah Patroli Nissan yang membawa lebih dari 150 pon bahan peledak pentolite bergerak melalui titik pemeriksaan di akademi kepolisian. Ketika pengemudi ditanyai, dia mulai memundurkan kendaraan ketika meledak di dekat barak yang menampung kadet perempuan.

Botero mengatakan tidak ada bukti bahwa pengemudi tersebut secara sadar melakukan bunuh diri, dan ada indikasi bahwa mobil itu dapat diledakkan dengan remote control. Jika Rojas adalah pembom bunuh diri, seperti yang diduga beberapa orang, itu akan menjadi taktik yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam konflik sipil setengah abad di Kolombia.

Botero mengatakan bahwa pengemudi, Rojas, pada suatu waktu memberikan pelatihan bahan peledak di Venezuela, tetapi dia mengatakan tidak ada indikasi bahwa negara tetangga itu tahu tentang atau memiliki hubungan dengan serangan tersebut. Venezuela dan Kolombia telah berselisih selama bertahun-tahun, dan Presiden Venezuela Nicolas Maduro sering menuduh kepemimpinan di Bogota berusaha menggulingkan pemerintahan sosialisnya.

Rojas telah mencoba mendaftar dengan FARC setidaknya pada tiga kesempatan tetapi telah ditolak oleh kelompok yang lebih besar, kata Botero. Partai politik FARC telah mengutuk serangan itu.

Akademi kepolisian terkenal di seluruh wilayah dan melatih taruna internasional. Di antara yang tewas adalah seorang wanita Ekuador dan dua pejabat Panama terluka.

Komisaris Perdamaian Kolombia Miguel Ceballos mengatakan Presiden Ivan Duque harus membuat keputusan jika pembicaraan itu masih berjalan.

"ELN tidak membuat satu pun isyarat yang mengisyaratkan ia menginginkan perdamaian," kata Ceballos seperti dikutip dari Miami Herald, Sabtu (19/1/2019).

Jika pembicaraan itu berantakan, itu bisa membuat Kuba terjepit. ELN memiliki delegasi komandan gerilyawan di pulau itu dan Kolombia pasti akan meminta ekstradisi atas mereka.

Serangan bom pada hari Kamis mengingatkan akan sejarah kelam Kolombia. Pada 1990-an dan 2000-an, pemboman mematikan dilakukan secara teratur oleh kartel narkoba Medellin pimpinan Pablo Escobar dan FARC. Pada tahun 2003, pemboman country club El Nogal, yang dikaitkan dengan pasukan Escobar, menewaskan sedikitnya tiga lusin orang.

Didirikan pada tahun 1964, ELN awalnya menggabungkan ideologi Marxis-Leninis dengan teologi pembebasan. Beberapa rekrutmen awalnya berasal dari Gereja Katolik, termasuk Camilo Torres, seorang pendeta karismatik yang meninggal pada tahun 1966 selama pertempuran pertamanya.

Tetapi dalam beberapa tahun terakhir pihak berwenang mengatakan ELN telah menjadi satu organisasi kriminal, yang dipicu oleh obat-obatan dan uang tebusan. Kelompok itu diperkirakan memiliki sekitar 1.500 anggota bersenjata.

Presiden Ivan Duque menyatakan tiga hari berkabung nasional dan bersumpah bahwa "tindakan terorisme gila" tidak akan dibiarkan begitu saja.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7116 seconds (0.1#10.140)