Pengadilan Myanmar Tolak Banding Wartawan Reuters
A
A
A
YANGON - Pengadilan Myanmar menolak permohonan banding dua wartawan Reuters yang dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Rahasia. Pihak pengadilan mengatakan bahwa pembelaan keduanya tidak memberikan bukti yang cukup untuk menunjukkan bahwa mereka tidak bersalah.
Wa Lone (32) dan Kyaw Soe Oo (28) dihukum oleh pengadilan yang lebih rendah pada bulan September dalam kasus yang telah menimbulkan pertanyaan tentang kemajuan Myanmar menuju demokrasi dan memicu protes dari diplomat dan pembela hak asasi manusia.
"Itu adalah hukuman yang sesuai," kata Hakim Pengadilan Tinggi Aung Naing, merujuk pada hukuman penjara tujuh tahun yang dijatuhkan oleh pengadilan yang lebih rendah seperti dikutip dari Reuters, Jumat (11/1/2019).
Meski begitu, kedua wartawan Reuters memiliki pilihan untuk mengajukan banding lebih lanjut ke pengadilan tertinggi negara itu, yang berbasis di Ibu Kota Naypyitaw.
"Putusan hari ini adalah bentuk ketidakadilan lain di antara banyak ketidakadilan yang menimpa Wa Lone dan Kyaw Soe Oo. Mereka tetap berada di balik jeruji besi karena satu alasan: mereka yang berkuasa berusaha membungkam kebenaran,” kata Pemimpin Redaksi Reuters Stephen J. Adler dalam sebuah pernyataan.
"Pemberitaan bukan merupakan kejahatan, dan sampai Myanmar mengakui kesalahan yang mengerikan ini, pers di Myanmar tidak bebas, dan komitmen Myanmar terhadap supremasi hukum dan demokrasi masih diragukan," tegasnya.
Dalam argumen banding yang diajukan bulan lalu, pengacara telah mengutip bukti polisi menjebak keduanya dan kurangnya bukti kejahatan. Mereka mengatakan kepada pengadilan banding bahwa pengadilan yang lebih rendah yang mengadili kasus tersebut telah secara salah menempatkan beban pembuktian pada para terdakwa.
Pembela juga mengatakan para jaksa penuntut telah gagal membuktikan para wartawan mengumpulkan dan menyimpan informasi rahasia, mengirim informasi kepada musuh Myanmar atau bahwa mereka memiliki niat untuk merusak keamanan nasional.
Hakim mengatakan para terdakwa tidak mengikuti etika jurnalistik dan bahwa pengadilan tidak dapat menentukan apakah penangkapan para wartawan itu sebuah jebakan.
Khine Khine Soe, seorang pejabat hukum yang mewakili pemerintah, mengatakan pada sidang banding bahwa bukti menunjukkan para wartawan telah mengumpulkan dan menyimpan dokumen rahasia. Dia mengatakan mereka bermaksud merusak keamanan dan kepentingan nasional.
Sebelum penangkapan mereka, para wartawan Reuters telah melakukan penyelidikan terhadap pembunuhan 10 pria dan anak laki-laki Muslim Rohingya oleh pasukan keamanan dan warga sipil Buddha di Negara Bagian Rakhine, Myanmar barat, selama penumpasan tentara yang dimulai pada Agustus 2017.
Operasi itu mengirim lebih dari 730 ribu etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, menurut perkiraan PBB.
Wa Lone (32) dan Kyaw Soe Oo (28) dihukum oleh pengadilan yang lebih rendah pada bulan September dalam kasus yang telah menimbulkan pertanyaan tentang kemajuan Myanmar menuju demokrasi dan memicu protes dari diplomat dan pembela hak asasi manusia.
"Itu adalah hukuman yang sesuai," kata Hakim Pengadilan Tinggi Aung Naing, merujuk pada hukuman penjara tujuh tahun yang dijatuhkan oleh pengadilan yang lebih rendah seperti dikutip dari Reuters, Jumat (11/1/2019).
Meski begitu, kedua wartawan Reuters memiliki pilihan untuk mengajukan banding lebih lanjut ke pengadilan tertinggi negara itu, yang berbasis di Ibu Kota Naypyitaw.
"Putusan hari ini adalah bentuk ketidakadilan lain di antara banyak ketidakadilan yang menimpa Wa Lone dan Kyaw Soe Oo. Mereka tetap berada di balik jeruji besi karena satu alasan: mereka yang berkuasa berusaha membungkam kebenaran,” kata Pemimpin Redaksi Reuters Stephen J. Adler dalam sebuah pernyataan.
"Pemberitaan bukan merupakan kejahatan, dan sampai Myanmar mengakui kesalahan yang mengerikan ini, pers di Myanmar tidak bebas, dan komitmen Myanmar terhadap supremasi hukum dan demokrasi masih diragukan," tegasnya.
Dalam argumen banding yang diajukan bulan lalu, pengacara telah mengutip bukti polisi menjebak keduanya dan kurangnya bukti kejahatan. Mereka mengatakan kepada pengadilan banding bahwa pengadilan yang lebih rendah yang mengadili kasus tersebut telah secara salah menempatkan beban pembuktian pada para terdakwa.
Pembela juga mengatakan para jaksa penuntut telah gagal membuktikan para wartawan mengumpulkan dan menyimpan informasi rahasia, mengirim informasi kepada musuh Myanmar atau bahwa mereka memiliki niat untuk merusak keamanan nasional.
Hakim mengatakan para terdakwa tidak mengikuti etika jurnalistik dan bahwa pengadilan tidak dapat menentukan apakah penangkapan para wartawan itu sebuah jebakan.
Khine Khine Soe, seorang pejabat hukum yang mewakili pemerintah, mengatakan pada sidang banding bahwa bukti menunjukkan para wartawan telah mengumpulkan dan menyimpan dokumen rahasia. Dia mengatakan mereka bermaksud merusak keamanan dan kepentingan nasional.
Sebelum penangkapan mereka, para wartawan Reuters telah melakukan penyelidikan terhadap pembunuhan 10 pria dan anak laki-laki Muslim Rohingya oleh pasukan keamanan dan warga sipil Buddha di Negara Bagian Rakhine, Myanmar barat, selama penumpasan tentara yang dimulai pada Agustus 2017.
Operasi itu mengirim lebih dari 730 ribu etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, menurut perkiraan PBB.
(ian)