Pertama Kali Perempuan Muslim Duduki Kursi Kongres AS

Sabtu, 05 Januari 2019 - 10:30 WIB
Pertama Kali Perempuan...
Pertama Kali Perempuan Muslim Duduki Kursi Kongres AS
A A A
CAPITOL HILL - Dua politikus perempuan muslim mengubah wajah politik Amerika Serikat (AS). Ilhan Omar, warga AS keturunan Somalia, dan Rashida Tlaib dari Palestina tiba di Capitol Hill mengenakan hijab menjelang pelantikan Kongres ke-116. Mereka menjadi perempuan muslim pertama yang duduk di kursi Kongres AS.Barisan baru pejabat itu akan menjadi Kongres paling beragam pada sepanjang sejarah AS. Namun tidak diketahui bagaimana pilihan pakaian itu dapat dipertahankan Ilhan. Sebab di atas peraturan yang ditetapkan dewan legislatif setempat, penutup kepala keagamaan di larang dikenakan di lingkungan Kongres.Aturan itu dibuat sejak 181 tahun yang lalu atau saat perempuan dan kaum minoritas dilarang naik ke atas kursi pemerintahan serta lebih mengacu pada topi. Pemerintah AS tidak membuatnya untuk mendis kriminasi agama. Meski demikian aturan itu menuai kontroversi karena topi menjadi simbol kemerdekaan. Pada 2010, anggota DPR Florida dari Partai Demokrat Frederia Wilson pernah meminta Kepala DPR John Boehner untuk mencabut peraturan itu.
Namun upaya itu tidak berhasil. Selain penutup kepala, benda lain yang dilarang dibawa ke dalam Gedung DPR ialah rokok, makanan, minuman, dan telepon genggam. “Aturan itu dibentuk saat laki-laki sering mengenakan topi dan kita tahu laki-laki tidak menge nakan topi di dalam ruang an, tapi perempuan mengenakannya,” kata Wilson seperti dikutip voanews.com .

Ilhan yang menjadi perem puan Afrika pertama yang bergabung dengan DPR berjanji akan melanjutkan perjuangan tersebut. Anggota DPR Mas sachusetts, Jim McGovern, dan Nancy Pelosi dari California juga mendukung penuh perjuangan Ilhan.

Mereka ingin menge cuali kan penutup kepala keagamaan dan medis dari peraturan yang sudah dit etapkan sehingga orang Ya hu di bebas mengena kan yarmulk dan orang Sikh mengenakan tur ban. Keputusan Ilhan menjadi politisi juga didukung perempuan muslim lainnya.

Pendukungnya, Kadhra Mohamud, mengaku bangga perempuan muslim dapat menjadi ang gota Kongres. “Hal ini me miliki arti besar bagi kami untuk dapat terjun ke dunia politik dan mencapai tingkat tertinggi,” kata Kadhra, 28 tahun. Tidak terpisah jauh, peman dangan serupa juga terjadi di kantor Rashida Tlaib yang juga baru dilantik baru-baru ini.

Pengacara hak asasi manusia (HAM) keturunan Palestina yang kini bekerja di AS, Hu waida Arraf, mengaku terharu melihat keturunan Palestina bisa menciptakan sejarah baru di panggung politik Paman Sam.

Sebagian besar muslim AS menyaksikan pelantikan Ilhan dan Rashida melalui live streaming di C-SPAN atau Facebook. Beberapa orang langsung memosting foto selfie sambil mengenakan gaun tradisional Palestina, thobe, yang juga di kenakan Rashida saat pelantikan. Mereka berharap dunia akan semakin damai.

“Bagi saya, Rashida merepresentasikan runtuhnya din ding yang mengungkung kami agar tidak berpartisipasi dalam dunia politik,” tandas Zaha Hassan dari Carnegie Endow ment for International Peace. “Di tengah kebang kitan nativis medi AS, Rashida juga menjadi simbol harapan yang lebih baik,” tambahnya. Sebelumnya dua laki-laki muslim juga terpilih menjadi anggota Kongres, yakni Keith Ellison di Minnesota dan Andre Caarson di Indiana.

Ilhan dan Rashida juga terang-terangan mengungkapkan siapa diri mereka sebelum terpilih. Mereka sering menggunakan frase-frase keagamaan seperti ungkapan syukur alhamdulillah. Selama kampanye, Ilhan meng inginkan layanan kesehatan dan pendidikan yang lebih baik, sedangkan Rashida ingin meningkatkan kesejah teraan.

Sejumlah perempuan yang berbondong-bondong datang ke Capitol Hill untuk menyaksikan pelantikan ke duanya mengaku menjadi termotivasi terjun ke dunia politik di AS. Pengamat Arsalan Suleman dari Organisasi Kerja Sama Mus lim mengatakan, kemenangan perwakilan dari masyarakat muslim AS memiliki arti yang besar dan memberikan dampak positif.

“Ilhan dan Ra shida juga mengampanyekan isu-isu yang dicemaskan mus lim, juga masyarakat AS pada umumnya,” ujar Suleman. Kritikan positif juga datang dari umat Katolik.

James Zogby, pendiri Institut Arab Amerika, mengatakan kedua perem puan itu tidak hanya meng inspi rasi komunitas muslim, tapi juga minoritas lainnya di AS. “Ini merupakan sebuah vali dasi dan benarbenar me mo ti vasi semuanya. Kita semua dapat meraihnya,” kata Zogby.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1063 seconds (0.1#10.140)