Jepang Gantung Dua Orang Pelaku Pembunuhan
A
A
A
TOKYO - Pemerintah Jepang dilaporkan telah menghukum mati dua orang, dengan cara digantung, karena melakukan pembunuhan 30 tahun lalu. Dengan adanya dua orang ini, membuat Jepang telah mengeksekusi 15 orang dalam kurun waktu setahun terakhir.
Menteri Kehakiman Jepang, Takashi Yamashita menuturkan kedua orang yang dieksekusi mati, yang diketahui bernama Keizo Kawamura (60) dan Hiroya Suemori (67) telah melakukan kejahatan yang sangat keji.
Takashi mengatakan, keduanya membunuh seorang kepala perusahaan investasi dan karyawannya pada 1988 dan mengubur mereka dalam beton di pegunungan. Selain membunuh, papar Takashi, keduanya juga membawa lari uang sebanyak 100 juta yen, atau sekitar USD 900 ribu. Vonis mati dijatuhkan terhadap keduanya pada tahun 2004 lalu.
Pria yang adalah mantan jaksa penuntut itu, mengatakan ia memerintahkan eksekusi setelah pertimbangan yang cermat, dan menjelaskan bahwa Jepang tidak akan menghentikan hukuman mati dalam waktu dekat.
"Ini adalah kejahatan yang sangat kejam yang mengguncang masyarakat. Kejahatan, kejahatan keji tidak bisa menghindari hukuman mati. Saya percaya tidak pantas menghapus hukuman mati," kata Takashi, seperti dilansir Arab News pada Kamis (27/12).
Dengan lebih dari 100 narapidana yang dijatuhi hukuman mati, Jepang adalah salah satu dari sedikit negara maju yang mempertahankan hukuman mati, dan dukungan publik terhadap praktek hukuman mati tetap tinggi meskipun ada kritik internasional, termasuk dari kelompok-kelompok HAM.
Jepang di sepanjang tahun 2018 lalu telah menggantung 15 narapidana. Jumlah ini sama dengan tahun 2008, yang merupakan angka tertinggi sejak negara tersebut mengumumkan eksekusi secara terbuka pada tahun 1998.
Menteri Kehakiman Jepang, Takashi Yamashita menuturkan kedua orang yang dieksekusi mati, yang diketahui bernama Keizo Kawamura (60) dan Hiroya Suemori (67) telah melakukan kejahatan yang sangat keji.
Takashi mengatakan, keduanya membunuh seorang kepala perusahaan investasi dan karyawannya pada 1988 dan mengubur mereka dalam beton di pegunungan. Selain membunuh, papar Takashi, keduanya juga membawa lari uang sebanyak 100 juta yen, atau sekitar USD 900 ribu. Vonis mati dijatuhkan terhadap keduanya pada tahun 2004 lalu.
Pria yang adalah mantan jaksa penuntut itu, mengatakan ia memerintahkan eksekusi setelah pertimbangan yang cermat, dan menjelaskan bahwa Jepang tidak akan menghentikan hukuman mati dalam waktu dekat.
"Ini adalah kejahatan yang sangat kejam yang mengguncang masyarakat. Kejahatan, kejahatan keji tidak bisa menghindari hukuman mati. Saya percaya tidak pantas menghapus hukuman mati," kata Takashi, seperti dilansir Arab News pada Kamis (27/12).
Dengan lebih dari 100 narapidana yang dijatuhi hukuman mati, Jepang adalah salah satu dari sedikit negara maju yang mempertahankan hukuman mati, dan dukungan publik terhadap praktek hukuman mati tetap tinggi meskipun ada kritik internasional, termasuk dari kelompok-kelompok HAM.
Jepang di sepanjang tahun 2018 lalu telah menggantung 15 narapidana. Jumlah ini sama dengan tahun 2008, yang merupakan angka tertinggi sejak negara tersebut mengumumkan eksekusi secara terbuka pada tahun 1998.
(esn)