Dijarah 117 Tahun Lalu,AS Kembalikan Lonceng Gereja Balangiga Filipina
A
A
A
MANILA - Tiga lonceng gereja Balangiga yang dijarah oleh pasukan Amerika Serikat (AS) kebih dari satu abad lalu telah dikembalikan ke gereja mereka di Filipina.
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte memuji warga negaranya dan AS pada sebuah upacara di Balangiga, di mana harta itu diambil 117 tahun lalu. Lonceng perunggu itu disita selama Perang Filipina-Amerika sebagai bagian dari pembalasan setelah pembantaian.
Pada bulan Agustus, Kedutaan Besar AS mengumumkan pengembalian lonceng Balangiga setelah mendapat tekanan selama beberapa dekade.
"Tidak seorang pun, tetapi tidak seorang pun, dapat mengklaim kredit tunggal untuk tindakan murah hati orang Amerika," kata Duterte kepada kerumunan warga Filipina yang gembira.
"Kredit itu diberikan kepada rakyat Amerika dan kepada rakyat Filipina," imbuhnya seperti dikutip dari BBC, Minggu (16/12/2018).
Presiden Filipina itu telah menyerukan pengembalian lonceng tersebut dalam pidato tahun 2017, di mana ia juga menyarankan membangun hubungan yang lebih dekat dengan China.
Lonceng dipandang sebagai simbol kemerdekaan Filipina melawan mantan penguasa kolonial mereka.
Setelah pembantaian Balangiga tahun 1901, ketika militan Filipina menyergap dan menewaskan 48 tentara AS, Jenderal AS Jacob H Smith memerintahkan daerah itu diubah menjadi "padang gurun yang menderu".
Pasukan AS merebut tiga lonceng perunggu sebagai piala perang selama pembalasan berdarah. Ribuan warga Filipina diperkirakan tewas.
Meskipun seruan untuk mengembalikan mereka dilakukan selama beberapa dekade, veteran dan politisi AS mengatakan lonceng itu adalah penghormatan kepada tentara AS yang terbunuh dan menolak untuk mempertimbangkan pengembalian mereka.
Salah satu lonceng berada di Resimen Infanteri ke-9 AS di Korea dan dua lainnya berada di bekas markas Infanteri ke-11 di Wyoming.
Namun setelah tekanan Filipina terus menerus dan memudarnya sikap oposisi di AS, lonceng itu diterbangkan ke Manila awal pekan ini untuk upacara pada hari Sabtu di Balangiga.
"Kami adalah orang paling bahagia di Bumi sekarang," kata Nemesio Duran, 81 tahun kepada kantor berita AFP.
"Seluruh kota berjalan di awan karena lonceng akhirnya bersama kita," imbuhnya.
Namun, untuk beberapa warga mempunyai kenangan suram dengan kembalinya lonceng tersebut.
Constancia Eleba mengatakan kepada AFP bahwa lonceng memberinya "emosi campur aduk" mengingat sejarah di sekitar mereka.
"Itu menyakitkan dan Anda tidak bisa mengambilnya dari kami," katanya. "Kita tidak bisa melupakan itu," tukasnya.
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte memuji warga negaranya dan AS pada sebuah upacara di Balangiga, di mana harta itu diambil 117 tahun lalu. Lonceng perunggu itu disita selama Perang Filipina-Amerika sebagai bagian dari pembalasan setelah pembantaian.
Pada bulan Agustus, Kedutaan Besar AS mengumumkan pengembalian lonceng Balangiga setelah mendapat tekanan selama beberapa dekade.
"Tidak seorang pun, tetapi tidak seorang pun, dapat mengklaim kredit tunggal untuk tindakan murah hati orang Amerika," kata Duterte kepada kerumunan warga Filipina yang gembira.
"Kredit itu diberikan kepada rakyat Amerika dan kepada rakyat Filipina," imbuhnya seperti dikutip dari BBC, Minggu (16/12/2018).
Presiden Filipina itu telah menyerukan pengembalian lonceng tersebut dalam pidato tahun 2017, di mana ia juga menyarankan membangun hubungan yang lebih dekat dengan China.
Lonceng dipandang sebagai simbol kemerdekaan Filipina melawan mantan penguasa kolonial mereka.
Setelah pembantaian Balangiga tahun 1901, ketika militan Filipina menyergap dan menewaskan 48 tentara AS, Jenderal AS Jacob H Smith memerintahkan daerah itu diubah menjadi "padang gurun yang menderu".
Pasukan AS merebut tiga lonceng perunggu sebagai piala perang selama pembalasan berdarah. Ribuan warga Filipina diperkirakan tewas.
Meskipun seruan untuk mengembalikan mereka dilakukan selama beberapa dekade, veteran dan politisi AS mengatakan lonceng itu adalah penghormatan kepada tentara AS yang terbunuh dan menolak untuk mempertimbangkan pengembalian mereka.
Salah satu lonceng berada di Resimen Infanteri ke-9 AS di Korea dan dua lainnya berada di bekas markas Infanteri ke-11 di Wyoming.
Namun setelah tekanan Filipina terus menerus dan memudarnya sikap oposisi di AS, lonceng itu diterbangkan ke Manila awal pekan ini untuk upacara pada hari Sabtu di Balangiga.
"Kami adalah orang paling bahagia di Bumi sekarang," kata Nemesio Duran, 81 tahun kepada kantor berita AFP.
"Seluruh kota berjalan di awan karena lonceng akhirnya bersama kita," imbuhnya.
Namun, untuk beberapa warga mempunyai kenangan suram dengan kembalinya lonceng tersebut.
Constancia Eleba mengatakan kepada AFP bahwa lonceng memberinya "emosi campur aduk" mengingat sejarah di sekitar mereka.
"Itu menyakitkan dan Anda tidak bisa mengambilnya dari kami," katanya. "Kita tidak bisa melupakan itu," tukasnya.
(ian)